Loading...

Dinasti-dinasti Kecil masa bani Abbas dan Kerajaan pasca Dinasti Abbasiyah - Sejarah Peradaban Islam (Yusuf Dwi Cahya) C6


A. Tiga Kerajaan Besar Pasca Dinasti Abbasiyah

1. Dinasti Usmaniyah di Turki (Turki Usmani)

Sejarah Berdirinya Dinasti Usmaniyah

Secara historis, bangsa Turki Usmani berasal dari keluarga Qabey, salah satu kabilah al-Ghaz al-Turky, yang mendiami daerah Turkistan. [1] Mereka masuk Islam sekitar abad kesembilan atau kesepuluh, ketika mereka menetap di Asia Tengah. Akibat ada tekanan tentara Mongol yang terus merangsek dan memburu suku tersebut, akhirnya mereka pindah ke barat hingga mereka bergabung dengan saudara seketurunan, yakni orang Turki Saljuq, di dataran tinggi Asia Kecil. [2]

Cikal bakal lahirnya dinasti Usmaniyah bermula dari kabilah yang dipimpin Arthogrol. Kabilah ini pada awalnya berangkat menuju Anatolia dan mengabdi mengabdi kepada Sultan Alaudin II, penguasa Anatolia waktu itu. Melalui bantuan kabilah ini, Sultan Alaudin II mampu mengalahkan Byzantium yang selama ini sering mengganggu stabilitas Anatolia. Atas jasa-jasanya, Sultan Alaudin II memberkan anugerah kepada Arthogrol dan kabilahnya tempat pemukiman yang luas di Sughyat, sekitar 50 mil dari Laut Harmora dan 10 mil dari Eksi Shahr. Di sini, Arthogrol dan kabilahnya hidup secara damai dengan berbagai fasilitas yang diberikan Sultan kepadanya. [3]


Pada tahun 1258, Arthogrol dikarunia seorang putra yang diberi nama Usman. Ia dididik dan dilatih oleh ayahnya. Ketika dewasa, Usman menjadi seorang yang gagah dan menjadi orang kepercayaan Sultan Alaudin II. Dengan kemampuannya, ia dapat memperluas wilayah kekuasaan Anatolia. Berkat jasa-jasanya ini, sultan memberikan hak istimewa kepada Usman. Diantara hak istimewa tersebut adalah memberikan gelar Bek, diberikan izin untuk mencetak uang sendiri, dan menyebut namanya (di samping nama Sultan) pada setiap khotbah Jumat. Pada tahun 699 H atau 1299 M, Sultan Alaudin wafat tanpa memiliki pewaris kerajaan. Untuk itu, Usman mengambil kesempatan untuk memproklamirkan kemerdekaan wilayahnya dengan nama Kesultanan Usmani, sebuah dinasti yang diambil dari namanya sendiri, dan yang sering disebut dengan Usman I (1299-1326). [4] Dengan sistem patrimonial (monarki), dinasti Usmaniah mampu berkuasa dari tahun 1299 sampai 1924 dan memiliki 37 orang sultan dengan berbagai prototipe dan dinamika. [5] Sultan tersebut diantaranya Orkhan (1326-1359 M), Murad I (1359-1389 M), Bayazid I (1389-1403 M), Sultan Muhammad I (1403-1421 M), Murad II (1421-1451 M), Muhammad Al-Fatih (1451-1484 M), Sultan Salim I (1512-1520 M), Sultan Sulaiman al-Qanuni (1520-1566 M). [6]

Secara umum, khalifah Usmani sebagaimana tersebut di atas, banyak memanfaatkan masa kekuasaannya untuk memperluas wilayah kekuasaan, membangun militer dan pemerintahan yang kuat. Keadaan ini sebuah program utama, mengingat secara geografis dan politis, kekhalifahan ini berhadapan dengan kekuasaan Eropa yang setiap saat dapat menghancurkan kekhalifahan Usmani. Ketika Usmani I berkuasa misalnya, kekuasaan kekhalifahan Usmani dapat diperluas hingga ke daerah perbatasan Bizantium dan menaklukkan kota Broessa. [7]

Kemajuan-Kemajuan Dinasti Usmaniyah

Masa-masa pengkonsolidasian, dimulai semenjak Usman diakui sebagai salah satu Bey (Amir) oleh Dinasti Saljuk, yang kemudian ia berhasil menjadi seorang Sultan pertama kerajaan Usmani. Pada tahun 1326 M. Usman wafat, kemudian Orkhan naik menggantikannya. Pada tahun ini pula Orkhan berhasil menaklukkan Broessa di kaki gunung Olympus dan menjadikannya ibu kota. Di kota ini pula usman disemayamkan, di sebuah gereja yang diubah menjadi masjid yang indah. Karena pusara Usman ini, membuat kota Broessa menjadi kota suci bagi bani Usman. Pada tahun berikutnya, 1327 M., Nicomedia (Izmid), jatuh pula ke tangan Orkhan dan sebagai penganut Islam yang taat serta menghargai ilmu pengetahuan, Orkhan mendirikan madrasah Usmani yang pertama di bawah pimpinan Daud al-Qaysari, seorang didikan Mesir. [8]

Pada tahun 1337 M. Orkhan melancarkan serangan-serangannya yang pertama terhadap Bizantium, sebagai hukuman bagi Kaisar Cantacuzene yang mengadakan aliansi dengan Saljuk untuk melawannya. Namun serangan ini berakhir dengan kegagalan total. Tetapi akibatnya, Kaisar Bizantium itu menjadi begitu kuatir terhadap kekuatan Orkhan, sehingga ia segera mengadakan perjanjian dengannya. Pada tahun 1345 M., Kaisar memperkuat perjanjiannya itu dengan mengawinkan putrinya, Theodora dengan Orkhan. Meskipun demikian, hal itu ternyata tidak mencegah Usmani untuk melanjutkan penyerangannya. Di bawah pimpinan putra Orkhan, yang tertua, Sulaiman, penaklukan demi penaklukan tetap dilakukan. Yang terpenting adalah penaklukan Gallipoli pada tahun 1354 M., setelah suatu gempa bumi yang menghancurkan benteng-bentengnya. Kota ini kemudian menjadi basis tetap yang pertama kali bagi Usmani untuk menancapkan kekuasaannya di Eropa. [9]

Ketika Sulaiman wafat dalam suatu kecelakaan pada tahun 1357 M. saudaranya Murad diangkat menjadi panglima. Pada tahun 1359 M., Murad melancarkan serangan besar ke Edirne (Andrianopel) yang jatuh pada tahun1361 M., yang sejak tahun 1366 M. menjadi ibukota Usmani. Akhirnya, tak kurang dari Paus Urban V sendiri turun tangan mengumandangkan tekad perang salib kembali guna menolong Konstantinopel yang disebut-sebut segera akan jatuh ke tangan Turki. Paus mengirimkan misinya kepada raja Hongaria, Kaisar Bizantium, dan negara-negara Italia untuk segera mengangkat senjata. Anjuran Paus ini, akhirnya dipenuhi oleh Pangeran dari Savoy, Amadeus II, yang memimpin sendiri armadanya ke Gallipoli dan mereka berhasil merebutnya kembali pada tahun 1366 M. dan menyerahkannya ke tangan Bizantium. Namun tak lama, di antara mereka sendiri berselisih paham dan harus menarik diri kembali. [10]

Pada tahun 1371 M. takkala Murad berada di Asia, Serbia di bawah Manjavcevic Vukashin berusaha melakukan suatu serangan, tapi dalam suatu pertempuran yang berdarah mereka dipukul mundur di Chirmen, dekat Maritza. Akibatnya, mereka kehilangan Macedoni. Diikuti dengan jatuhnya Sofia dan Nish pada tahun 1385 dan 1386 M. Penaklukan Macedonia adalah akibat kecakapan Khayr al-Din Pasha Jandarli yang dimulai dari Gallipoli bersama dengan pasukan Evrenos Beg, seorang bekas panglima Amir Karasi yang bergabung dengan Usmani. Selanjutnya ditaklukkan pula Gumuljina oleh Evrenos, dan Zeres yang tak mampu dipertahankan pasukan Serbia dan Bizantium. Dari posisi kini pula Solica dikuasai temasuk bagian Utara Yunani sampai Acarnania. [11]

Kemudian Murad I berhasil melakukan ekspedisi yang lebih besar. Pada masa ini berhasil ditaklukkan wilayah-wilayah: Balkan, Andrianopel (sekarang bernama Ediro, Turki), Macedonia, Sofia (Bulgaria), dan seluruh wilayah Yunani. Melihat kemenangan yang diraih oleh Murad I, kerajaankerajaan Kristen Eropa seperti Balkan dan Eropa Timur menjadi murka. Mereka menyusun kekuatan yang terdiri atas Bulgaria, Serbia, Transsylvania (Rumania), Hongaria, dan Walacia untuk menggempur Usmani. Meskipun Murad I tewas dalam pertempuran, kemenangan tetap di pihak Usmani. Ekspansi berikutnya dilanjutkan oleh putra Murad, Bayazid I dapat merebut benteng Philadelphia dan Gramania atau Kirman (Iran). Dengan demikian Kerajaan Usmani secara bertahap tumbuh menjadi suatu kerajaan besar. [12]

Namun, akhir riwayat Bayazid I adalah tragedi. Pada pertengahan tahun 1402 M. Usmani di bawah pemerintahan Bayazid I digempur oleh pasukan Timur Lenk, penguasa Moghul, yang jumlahnya tidak kurang dari delapan ratus ribu orang, sementara jumlah pasukan Bayazid I hanya 120000 orang. Pada pertempuran iitu pasukan Bayazid kalah telak. Akibat kekalahan itu, wilayah Usmani hampir seluruhnya jatuh ke tangan Timur Lenk. [13]

Bayazid I wafat pada tahun 1403 M. meninggalkan Usmani yang porak poranda. Tiga putra Bayazid, masing-masing mengaku dirinyalah sebagai pewaris mahkota. Sulaiman memusatkan diri di Edirno. Muhammad di Amasya dan Isa di Broessa. Keadaan menjadi lebih sulit, ketika Musa tertawan, dibebaskan berkat bantuan Amir Saljuk di Germiyan lalu mengajukan tuntutan yang sama. [14]

Perang saudara akhirnya tak terhindarkan lagi yang memakan waktu selama sepuluh tahun dan merenggut nyawa satu per satu para putra mahkota, bahkan mengancam eksistensi negara. Akhirnya, Muhammad I atau Muhammad Celebi memenangkan peperangan pada tahun 1413 M. Dengan mengalahkan saudaranya Musa dalam suatu pertempuran di dataran sempit, Chamurlu, di bagian Timur Sofia. Usahanya diarahkan pada konsolidasi pemerintahan dan mengembalikan kekuasaan yang hilang selama pendudukan Timur Lenk. Pada tahun 1421 M. Muhammad I ini wafat dan digantikan oleh Murad II. [15]

Sekalipun pada awal kekuasaannya memberlakukan kebijakan politik lunak, akan tetapi bukan berarti memutuskan sama sekali kegiatan ekspansi. Di masa Murad II, ekspansi mulai dilakukan. Berturut-turut ia dapat menundukkan wilayah Vanesia, Salonika, dan Hongaria. Usaha Murad II diteruskan oleh putranya Muhammad II. Ia dikenal dengan nama al Fatih (sang penakluk) karena pada masanya berlangsung ekspansi kekuasaan Islam secara besar-besaran. Kota penting berhasil ditaklukkan di masanya adalah Konstantinopel (1453 M.). Dengan demikian sempurnalah penaklukan Islam atas Kerajaan Romawi Timur mulai sejak zaman Umar bin Khattab. Konstantinopel dijadikan ibukota kerajaan dan namanya diganti menjadi Istanbul (Tahta Islam). Kejatuhan kota ini memudahkan tentara Usmani menaklukkan wilayah lainnya, seperti: Serbia, Albania, dan Hongaria. [16]

Seusai penaklukan kota Konstantinopel yang bersejarah itu, Sultan Muhammad al Fatih kembali ke kota Andrianopel, ibukota kerajaan Usmani sebelum Konstantinopel ditaklukkan, dan kemudian memerintahkan agar membangun kembali kota tersebut yang porak poranda akibat gempuran tentara Islam. Meskipun kota ini telah ditaklukkan, al-Fatih tetap memberi kebebasan beragama kepada penduduknya sebagaimana yang dilakukan pada masa penguasa Islam sebelumnya, takkala mereka menduduki suatu wilayah. Bahkan, dalam tulisan Voltaire (Filsuf Perancis) disebutkan bahwa Sultan Muhammad al-Fatih membiarkan orang-orang Kristen menentukan sendiri ketuanya. Setelah itu, ketua yang terpilih dilantik oleh Sultan. [17]

Puncak kejayaan Usmani dicapai pada pemerintahan Sulaiman I. Ia diberi gelar al-Qanuni (pembuat Undang-undang), karena berhasil membuat undang-undang yang mengatur masyarakat. Selain itu, Sulaiman I juga bergelar Sulaiman yang Agung. Pada masanya wilayah Usmani meliputi: al Jazair, Mesir, Bejaz, Armenia, Irak, Asia Kecil, Balkan, Bulgaria, Bosnia, Yunani, Hongaria, Rumania, dan tiga laut, yaitu: Luat Merah, Laut Tengah, dan Laut Hitam. Karena keluasan wilayah inilah, Usmani menjadi adi-kuasa ketika itu. [18]

Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Usmaniyah

a. Perpindahan transit perdagangan dunia

Dengan ditemukannya Tanjung Harapan arus perdagangan dari Timur ke Barat tidak lagi harus melalui laut merah dan teluk Persia. Kondisi ini dalam satu sisi dapat meningkatkan perekonomian bangsa Eropa akibat semakin ringannya biaya perjalanan, pada sisi lain penerimaan kerajaan Usmani sebagai pedagang perantara berkurang secara berangsur-angsur. Sementara itu belanja negara terus melambung tinggi akibat peperangan dengan kelompok aparatis Eropa. [19]

b. Stagnasi dalam lapangan Iptek

Berlainan dengan daulat Abasiyyah di Baghdad dan Khilafah Islam di Spanyol yang punya gairah tinggi terhadap ilmu pengetahuan, kerajaan Usmani tidak banyak berminat dali pemerintahan, nampaknya tekah menuai hasil kebijakan pemerintahan yang kuat secara militer. Stagnasi ini nampaknya ada kaitan dengan menurunnya semangat berpikir bebas akibat tidak berkembangnya pemikiran filsafat sejak masa al Ghazali Pada saat demikian Eropa bangkit dengan berbagai penemuan barunya, modernisasi di bidang peralatan militer yang dimiliki bangsa Eropa, secara perlahan dan pasti menjadikan kerajaan Usmani tidak sanggup menghadapi tekanan-tekanan mereka. [20]

c. Kelemahan Para Sultan

Dalam sistem pemerintahan apapun, kepala negara nampaknya merupakan faktor kunci. Sepeninggal Sulaiman al-Qanuni, kerajaan Usmani selalu dipimpin oleh Sultan-Sultan yang lemah. Kelemahan tersebut di samping berasal dari pola hidup, juga bakat kepemimpinan.

Para Sultan tidak jarang mengambil wanita-wanita dari daerahyang ditaklukkan untuk dijadikan permaisuri atau Harm. Wanita-wanita istana ini baik secara langsung atau tidak langsung akan membuka jalan bagi terbongkarnya rahasia para Sultan kepada pihak-pihak yang menyimpan dendam serta berusaha untuk menggulingkan Sultan. Politik para wanita istana ini tidak jarang juga melibatkan pasukan Yenisseri. Misalnya pembunuhan terhadap Sultan Ibrahim I oleh tentara Yenisseri atas fitnah Sultanah, dan diganti dengan Muhammad IV yang baru berusia tujuh tahun. [21]

d. Luasnya Wilayah Negara

Sebagaimana dimaklumi bahwa para Sultan kerajaan Usmani telah menetapkan kebijaksanaan untuk memperluas wilayah kekuasaan melalui kekuatan militer. Perluasan wilayah ini jika ditelusuri nampaknya jauh dari motif pengembangan da'wah. Hal ini terlihat dari sikap toleransi Sultan terhadap agama-agama lain. Kemudian untuk membuktikan bahwa mereka berlaku adil, tanah wajib zakat bagi orang Islam dan tanah wajib kharaj bagi non muslim tidak diberlakukan.

Keluasan wilayah dengan komposisi penduduk yang beragam itu selanjutnya akan menyulitkan dalam pembinaan disiplin sosial. Kelemahan di bidang administrasi dan perangkat kontrol akan menimbulkan peluang untuk korupsi dan menyalahgunakan jabatan bagi pegawai-pegawai Sultan yang jauh dari pusat pemerintahan. [22]

Dari paparan di atas, bisa kita ketahui bahwa awal berdirinya Dinasti Usmani justru dikarenakan adanya desakan dari kelompok lain untuk meninggalkan daerah asalnya. Arthogrol adalah dalang awal dari berdirinya Dinasti ini. Awal mula ia berkelana dan mengabdi kepada seorang raja dan membantunya dalam sebuah peperangan. Dan dalam peperangan itu kerajaan tersebut mampu meraih kemenangan. Lalu Arthogrol diberikan hadiah berupa tanah atau daerah yang luas di daerah Sughyat.

Selanjutnya Arthogrol dikaruniai seorang putra yang ia beri nama Usman. Disinilah cikal bakal berdirinya Dinasti Usmani. Setelah Arthogrol meninggal, Usman lah yang menggantikan posisi ayahnya tersebut. Dan ia menjadi kepercayaan dari Sultan sehingga mendapatkan gelar Bek.

Beberapa tahun kemudian, Sultan Alaudin (raja) meninggal dunia. Dan Usman lah yang dijadikan penggantinya atau sebagai pemegang tahta kerajaan karena tidak ada pengganti dari keturunan raja. Dari situ lah Dinasti Usmani mulai diplokamirkan dan mulai berdiri.

Secara garis besar kepemimpinan Usman pada Dinasti ini cukup berjalan lancar. Dan pada akhirnya Usman meninggal dunia dan tahta kerajaan diambil oleh Orkhan.

Pada masa kepemimpinannya, Orkhan banyak memperluas wilayah kekuasaan karena memang strateginya yang cukup baik dalam memerintah kerajaan.

Selanjutnya kerajaan ini silih ganti berganti pemimpin. Dan yang paling berpengaruh adalah ketika kepemimpinan dari Sultan Muhammad Al-Fatih yang mampu menaklukkan kota Konstantinopel yang saat itu sedang dikuasi oleh bangsa romawi. Dengan strategi yang matang, pasukan Sultan Muhammad Al-Fatih berhasil mengambil alih kekuasaan Konstantinopel.

Namun karena ada beebrapa faktor seperti luasnya wilayah kekuasaan dan pindahnya perdagangan membuat Dinasti ini semakin lama semakin mengalami kemunduran. Hal ini juga disebabkan karena lemahnya para Sultan dalam memimpin kerajaan tersebut.

2. Dinasti Safawiyah di Persia

Kerajaan Safawi berdiri setelah Kerajaan Usmani mencapai puncak kemajuan. Kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Nama Safawiyah diambil dari pendirinya yang bernama Safi al-Din (1252-1334 M). Nama Safawi ini terus dipertahankan hingga tarekat ini menjadi gerakan politik. Safi al-Din adalah keturunan orang yang berada dan memilih sufi (orang yang mendalami ilmu tasawuf) sebagai jalan hidupnya. Ia keturunan dari Imam Syi'ah yang keenam, Musa al-Kazhim. Gurunya bernama Syekh Taj al-Din Ibrahim Zahidi (1216-1301 M) yang dikenal dengan julukan Zahid al-Gilani. Karena prestasi dan ketekunannya dalam kehidupan tasawuf, Safi al-Din diambil menantu oleh gurunya tersebut. Safi al-Din mendirikan tarekat Safawiyah setelah ia menggantikan guru dan sekaligus mertuanya yang wafat tahun 1301 M. Tarekat yang dipimpin Safi al-Din ini semakin penting, terutama setelah ia mengubah bentuk tarekat itu dari pengajian tasawuf murni yang bersifat lokal menjadi gerakan keagamaan yang besar pengaruhnya di Persia, Syria, dan Anatoli. Pada negeri-negeri di luar Ardabil, Safi al-Din menempatkan seorang wakil yang memimpin murid-muridnya. Wakil itu bergelar khalifah. [23]

Kecenderungan memasuki dunia politik itu mendapat wujud konkretnya pada masa kepemimpinan Juneis (1447-1460 M). Dinasti Safawi memperluas geraknya dengan menambahkan kegiatan politik pada kegiatan keagamaan. Perluasaan kegiatan ini menimbulkan konflik antara Juneis dan penguasa Kara Koyuntu (Domba Hitam), salah satu suku bangsa Turki yang berkuasa di wilayah itu. Dalam konflik tersebut Juneid kalah dan diasingkan ke suatu tempat. Di tempat baru ini ia mendapat perlindungan dari penguasa. Diyar Bakr, AK Koyunlu (Domba Putih), juga satu suku bangsa Turki. Ia tinggal di Istana Uzun Hasan, yang ketika itu menguasai sebagian besar Persia. [24]

Selama pengasingan, Juneid tidak tinggal diam. Ia malah dapat menghimpun kekuatan untuk kemudian beraliansi secara politik dengan Uzun Hasan, Ia juga berhasil mempersunting salah seorang saudara perempuan Uzun Hasan. Pada tahun 1459 Junaid mencoba merebut Ardabil tetapi gagal. Pada tahun 1459 Junaid mencoba merebut Sircassia tetapi pasukan yang dipimpinnya dihadang tentara Sirwan, dan ia sendiri terbunuh dalam pertempuran tersebut. [25]

Usaha pembentukan Dinasti Safawi ini cukup panjang dan baru berhasil pada zaman Ismail. Di bawah pimpinan Ismail, pada tahun 1501 M pasukan Qizilbash menyerang dan mengalahkan AK Koyonlu di Shafur, dekat Nakhchivan. Pasukan ini terus berusaha memasuki dan menaklukkan Tabriz, ibu kota AK Koyunlu, dan berhasil merebut dan mendudukinya. Di kota inilah (Tabrizh) Ismail memproklamasikan berdirinya Dinasti Safawi, dan mengangkat dirinya sendiri sebagai raja pertama, yang dalam sejarah selanjutnya disebut Ismail I. [26]

Kemajuan-Kemajuan Dinasti Safawiyah

Ismail Safawi berkuasa selama 23 tahun (1501-1524 M). Pada sepuluh tahun pertama ia dapat meluaskan wilayah kekuasaannya ke daerah-daerah yang sangat luas. Perluasan kekuasaan itu dapat disajikan sebagai berikut: Tahun 1503 M, berhasil menghancurkan tentara Aka Konyulu di Hamadan.
Tahun 1504 M, beberapa propinsi di sekitar laut Kaspia (Mazandara,Gurgan dan Yard) ditaklukkan;
Tahun 1505 - 1507 M, menguasai beberapa daerah di Diyar Bakr;
Tahun 1508 M, menguasai Baghdad dan Barat daya Persia;
Tahun 1509 M, menguasai Sirwan;
Tahun 1510 M, merebut kota Khurasan setelah tiga tahun sebelumnya dibawah kekuasaan Ozbeg dari Transaksonia. [27]

Dalam waktu sepuluh tahun itu, wilayah kekuasaan Safawi sudah meliputi seluruh Persia dan bagian Timur Bulan Sabit Subur (Fertile Crescent), yaitu wilayah di Asia, membentang mulai dari Laut Tengah, mulai daerah antara sungai Tigris dan sungai Eufrat, hingga ke teluk Persia. Kefanatikan Ismail pada Madzhab Syiah, kemenangan gemilang yang diraihnya, serta keyakinan dirinya sebagai the Manivestation of God (penjelmaan dari Tuhan), mendorong ambisinya untuk meperbesar pengaruhnya. Namun ia malang nasIbnya, karena pada tanggal 23 Agustus 1514 M (ada yang menyebutkan 6 September 1514) ia dikalahkan oleh tentara Turki Usmani yang dipimpin Sultan Salim I dlam sebuah perang besar di Ghaldiran, dekat Tibris. [28]

Sejak kekalahannya itu, Ismail tidak bergairah lagi memimpin negaranya, ia lebih suka hidup menyendiri dan berburu. Akibatnya adalah terjadinya persaingan segi tiga antara pemimpin suku Turki, pejabat-pejabat keturunan Persia, dan pasukan Qizilbash dalam berebut pengaruh untuk memimpin kerajaan Safawi, sehingga kerajaan Safawi semakin hari semakin lemah. Pada tahun 1524 Ismail meninggal dunia di Ardabil. Ia digantikan oleh puteranya bernama Tahmasp yang memerintah dari tahun 1524 - 1576 M. Perselisihan di kerajaan itu berlangsung terus sampai masa pemerintahan Ismail II (1976-1577 M) dan Muhammad Khudabanda (1578-1588 M). [29]

Raja yang dianggap paling berjasa dalam memulihkan kebesaran Safawi sekaligus membawanya ke puncak kemajuan adalah Syah Abbas (1588-1629 M). Langkah awal yang dipilihnya untuk memulihkan kejayaan kerajaan adalah berusaha menghilangkan dominasi pasukan Qizilbash, dengan membentuk unit pasukan berasal dari kalangan Ghulam (budakbudak) dari tawanan perang bangsa Georgia, Armenia dan Sircassia yang telah ada sejak raja Tahmasp I. Kemudian mereka diangkat dalam jabatan pemerintahan, baik jabatan yang pernah diduduki oleh Qizilbash maupun jabatan penguasa di daerah-daerah. [30]

Selanjutnya untuk kepentingan stabilitas kedaulatannya, Abbas bersedia mengadakan perjanjian damai dengan kerajaan Turki Usmani pada tahun 1589. ia rela melepaskan provinsi Azerbeijan, Georgia, dan sebagian wilayah Luristan, serta berjanji tidak akan menghina tiga khalifah pertama dalam khutbah-khutbah Jum'at. Dan sebagai jaminan, ia menyerahkan saudara sepupuhnya, Haidar Mirza, sebagai sandera di Istambul. [31]

Kemunduran Dinasti Safawiyah

Para Syah sesudah Syah Abbas I, di samping kurang memiliki bakat dan kecakapan untuk memimpin negara, juga banyak yang lebih suka hidup berfoya-foya daripada memikirkan negara dan masa depan kerajaannya. Banyak wanita cantik dari Georgia dan Cicassia yang dijadikan haremharem istana. [32]

Kelemahan tersebut bertambah parah akibat dari Qizilbah senantiasa menekan para penguasa, setelah mereka digusur atau dikurangi perannya di istana oleh Abbas I. Sementara pasukan Ghulam kurang militan dibanding dengan pasukan Qizilbash. [33]

Dalam kondisi kerajaan yang semakin melemah, terdapat kekecewaan golongan Sunni Afganistan akibat dari perlakuan Shah Husni yang lebih mengutamakan ulama' Syi'ah yang sering memaksakan pendapat pada golongan Sunni. Maka pada tahun 1709 M. pasukan Afganistan dengan pimpinan Mir Vays mengadakan pemberontakan dan berhasil menguasai Kandahar. Di bagian lain suku Abdali Afganistan juga memberontak di Herat dan mengepung Mashar. Mir Vays diganti putranya Mir Mahmud dan ia berhasil memperkuat pendukungnya serta mempersatukan pasukannya dengan pasukan Ardabil. [34]

Dalam hal tahun berakhirnya kekuasaan Safawi di Persia ternyata penulis sejarah berbeda pendapat, ada yang mengatakan tahun 1732 M merupakan akhir dari kekuasaan Safawi di Persia. Pendapat ini berarti mendasarkan pada akhir kekuasaan Tahmasp II ketika dipecat oleh Nadzir Quli. Ada juga yang mengatakan bahwa akhir dari kekuasaan Safawi adalah tahun 1736 M, yaitu ketika Nadir Quli secara resmi dinobatkan menjadi raja. Yang perlu ditegaskan di sini bahwa ketika nadzir Quli dinobatkan menjadi raja Persia, Abbas III masih terus berkuasa sampai tahun 1749 M, dan setelah Abbas III masih ada empat lagi raja keturunan kerajaan Safawi yang berkuasa. Tetapi menurut Bosword (1993:196) mereka hanya merupakan penguasa-penguasa nominal hanya dalam wilayah-wilayah Persia tertentu. [35]

Menyimpulkan paparan di atas, Dinasti Safawi berdiri ketika Dinasti Usmani sedang masa jayanya. Kerajaan ini berawal mula dari Ardabil, Azerbaijan. Berdirinya kerajaan ini bermula dari sebuah gerakan tarekat yang dipimpin oleh Safi al-Din yang sekaligus nama Dinasti ini diambil dari namanya sendiri.

Dinasti ini semakin menambah wilayah kekuasaannya pada kepemimpinan Juneis. Walau sempat ada bebrapa perselisihan yang terjadi dengan kerajaan lain.

Namun puncak kekuasaan yang paling menonjol dan bertahan lama adalah ketika kepemimpinan dari Ismail. Ini dikarekan pada masa kepemimpinannya Ismail mampu mengkoordinir dan menjalankan pemerintahan Dinasti dengan baik. Ditambah lagi dengan semakin genjarnya Ismail memperluas wilayah kekuasaan dengan memenangkan peperangan dengan kerajaan-kerajaan lainnya seperti AK Koyonlu. Dan dibawah kepemimpinannya pula diresmikanlah Dinasti Safawiyah.

Pada sepuluh tahun pertama Dinasti Safwi dibawah kepemimpinnnya memfokuskan pada perluasaan wilayah. Namun karena mungkin terlalu fokus dengan hal itu, membuatnya kalah ketika peperangan melawan tentara Turki Usmani yang membuatnya tidak bergairah lagi untuk memimpin Dinasti. Hal ini menyebabkan kerajaan ini semakin hari semakin melemahnya.

Namun pada kepemimpinan Syah Abbas Dinasti Safawi lambat laun mengalami kenaikan. Hal itu dapat ia wujudkan karena ia dengan tegas mengakkan beberapa aturan bijak kepada seluruh anggota Dinasti.

Namun seiring bergantinya tahta kerajaan atau dinasti membuat dinasti ini semakin hari semakin mengalami penurunan. Hal itu terjadi karena para pemimpin kerajaan dinasti pada masa itu memang kurang cakap dalam hal memerintah kerajaan. Ditambah lagi kesukaan mereka berfoya-foya dan bermain wanita. Dan mulai dari salah satu faktor ini lah yang membuat kerajaan dinasti safawi mengalami penurunan.

3. Dinasti Mughal di India

Kerajaan Mughal di India dengan Delhi sebagai ibu kotanya didirikan oleh Zahiruddin Babur (1482-1530 M), salah satu cucu dari Timur Lenk (penakluk Asia Tengah pada abad 14). Masuknya Babur ke India karena di dalam wilayah ini tengah terjadi krisis kekuasaan yang dimanfaatkan dengan baik oleh Babur. Pada waktu itu stabilitas pemerintahan Ibrahim Lodi di Delhi menjadi kacau. Alam Khan (paman Ibrahim), bersama Daulat Khan (Gubernur Lahore) meminta bantuan kepada Babur untuk menjatuhkan pemerintahan Ibrahim. Pada tahun 1525 M, Babur berhasil menguasai Punjab dengan ibu kotanya Lahore. Setelah itu ia memimpin tentaranya menuju Delhi. Pada tanggal 21 April 1526 M, terjadilah pertempuran yang dahsyat di Panipat. Ibrahim beserta ribuan tentaranya terbunuh dalam pertempuran itu. Babur memasuki kota Delhi sebagai pemenang dan mendirikan pemerintahan di sana. Dengan demikian berdirilah kerajaan Mughal di India. [36]

Setelah kerajaan Mughal berdiri, raja-raja Hindu di seluruh India menyusun angkatan perang yang besar untuk menyerang Babur. Namun, pasukan Hindu ini dapat dikalahkan Babur. Sementara itu, di Afghanistan masih ada golongan yang setia kepada keluarga Lodi. Mereka mengangkat adik kandung Ibrahim Lodi, Mahmud, menjadi sultan. Tetapi, Sultan Mahmud Lodi ini dengan mudah dapat dikalahkan oleh Babur dalam pertempuran dekat Gigra pada 1529 M. [37]

Kepemimpinan Dinasti Mughal selanjutnya dipegang oleh Humayun, putra Sulung Babur. Sepanjang masa kekuasaannya lebih kurang sembilan tahun (1530-1539), ia banyak menghadapi peperangan. Di antaranya ia menghadapi pemberontakan Bahadur Syah, penguasa Gujarat yang memisahkan diri dari Delhi. [38]

Setelah Humayun, kepemimpinan dinasti Mughal dipimpin oleh putra Humayun bernama Akbar yang berkuasa lebih kurang selama 14 tahun. Pada masa Akbar inilah kerajaan Mughal mencapai masa keemasannya. Setelah persoalan intern dapat diselesaikan dengan baik dan aman, maka Akbar memperluas wilayah kekuasaannya yang meliputi Chundar, Ghond, Chitor, Ranthabar, Kalinjar, Gujarat, Surat, Bihar, Bengal, Kashmir, Orissa, Deccan, Gawilgath, Narhalam, Ahmadnagar dan Asirgah. [39]

Setelah Akbar meninggal dunia, kepemimpinan Dinasti Mughal dipimpin oleh tiga sultan berikutnya, yaitu, Jehangir (1605-1628), Syah Jehan (1628-1658) dan Aurangzeb (1658-1707). Tiga Sultan penerus Akbar ini memang terhitung sebagai raja-raja yang besar dan kuat. Namun setelah itu, kemajuan kerajaan Mughal tidak dapat dipertahankan lagi oleh raja-raja berikutnya. [40]

Kemajuan-Kemajuan Dinasti Mughal

Kemajuan-kemajuan yang pernah dicapai, di antaranya sebagai berikut:

a) Politik

Pemerintahan Mughal menganut sistem Monarchi Absolut, tidak mengenal undang-undang tertulis. Dan keputusan raja merupakan hukum tertinggi. Namun demikian setiap minggu Raja mengadakan rapat untuk membahas dan memutuskan perkara-perkara pengaduan dari rakyat, baik perdata maupun pidana. Dan untuk daerah-daerah propinsi, hal yang sama dilakukan oleh Gubernur. Apapun namanya, yang jelas lembaga musyawarah sudah ada pada tradisi penguasa-penguasa Mughal. Untuk mendekatkan hubungan dengan rakyat, paling tidak tiga kali sehari, raja memperlihatkan diri, walau hanya melalui jendela. [41]

b) Ekonomi

Dalam bidang ekonomi ini, kerajaan Mughal dapat mengembangkan program pertanian, pertambangan dan perdagangan. Akan tetapi sumber keuangan negara lebih banyak bertumpu pada sektor pertanian. Di sektor pertanian ini komunikasi antara pemerintah dengan petani diatur dengan baik sekali. Pengaturan itu didasarkan atas lahan pertanian. Komunitas petani dipimpin oleh seorang mukaddam. Melalu mukaddam inilah pemerintah berhubungan dengan petani. Kerajaan berhak atas sepertiga dari hasil pertanian di negeri itu. Hasil pertanian Mughal yang terpenting saat itu adalah biji-bijian, padi, kacang, tebu, sayur-sayuran, rempah-rempah, tembakau, kapas, nila, dan bahan-bahan celupan. Di samping untuk kebutuhan dalam negeri juga diekspor sampai ke luar negeri. [42]

c) Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan

Maharaja-maharaja dan para bangsawan mendorong pendidikan dengan menghadiahkan tanah dan uang pada masjid-masjid dan takiah-takiah dan kepada para wali dan ulama-ulama. Semua masjid selalu mempunyai sekolah-sekolah rendah. Bahkan raja Jehangir mengeluarkan undang-undang bahwa apabila seorang kaya atau musafir meninggal dan tidak mempunyai ahli waris, maka hartanya jatuh ke tangan raja untuk digunakan bagi perbaikan madrasah-madrasah dan takiah-takiah. Syah Jehan mendirikan perguruan tinggi kemaharajaan di Delhi dan Aurangzeb mendirikan perguruanperguruan tinggi dan sekolah-sekolah. Beliau juga menganugrahkan sejumlah besar tanah dan uang untuk pembangunan pusat pengajaran di Luck Now. Namun untuk pendidikan wanita, nampaknya terbatas dalam lingkungan keluarga-keluarga berada dan terpelajar saja. [43]

d) Arsitektur dan Seni

Banyak sekali bangunan-bangunan indah dan kokoh yang dibangun dengan arsitektur yang mengagumkan pada zaman zaman pemerintahan kerajaan Mughal misalnya Benteng Merah, Jama Masjid, Istana yang megah di Delhi dan Lahore dan makam-makam raja. Yang sangat mengagumkan dan termasuk satu dari tujuh keajaiban dunia adalah Tajmahal (Mumtaz Mughal), yang dibangun oleh Syah Jehan secara khusus untuk tetap mengenang dan bernostalgia terhadap permaisurinya tercinta yang konon bijak bestari dan cantik jelita bak putri dari kayangan. Di antara ciri-ciri arsitektur ini ialah pemakaian marmer yang tak terhingga jumlahnya, dan hiasan-hiasan dinding dan atap dengan ukiran-ukiran timbul dan ukiran terbenam yang warna warni. [44]

Kemunduran Dinasti Mughal

Kerajaan Mughal memasuki masa-masa kemunduran sejak awal abad ke-18 Masehi, tepatnya sejak akhir pemerintahan Aurangzeb terjadi beberapa pemberontakan yang disebabkan oleh tindakan-tindakannya yang dengan keras menerapkan pemikiran puritanisme. Ia berusaha menjadikan Islam tidak hanya sebagai "State Single Force", namun lebih dari itu, ia hendak menerapkan ajaran Islam hingga hal-hal yang detail. Ia melarang musik dinyanyikan di istana, ulang tahun raja ditiadakan, astrologi dilarang. Dan minuman anggur dihancurkan. Kebikjaksanaan Aurangzeb ini menyebabkan banyak rakyat yang marah walaupun tidak mengakibatkan adanya pemberontakan. Yang lebih tragis adalah dilarangnya hal-hal yang berbau Hindu dari kegiatan masyarakat, diterapkannya kewajiban membayar pajak (taksasi) bagi orang-orang Hindu, dan dihancurkannya tempat-tempat peribadatan mereka. Tiga hal terakhir ini tidak hanya menyebabkan orang-orang Hindu marah kepadanya, tapi menyulut timbulnya pemberontakan-pemberontakan dari mereka. [45]

Pemberontakan pertama dilakukan oleh Gokal Jat di daerah sekitar Mathawa. Pemberontakan ini bermula dari dihancurkannya candi Hinduoleh Abd. Al-Nabi, seorang gubernur Mathawa yang mendapat perintah dari Aurangzeb, yang kemudian candi itu diganti dengan masjid pada tahun 1661-1662 M. setelah pemberontakan ini berhasil ditumpas, muncullah pemberontakan-pemberontakan lain dengan motif yang sama. [46]

Pemberontakan yang paling berbahaya berasal dari sekte Maratas. Sekte Maratas. Sekte ini tidak sekedar merupakan kelompok keagamaan tapi juga merupakan gerakan politik, yang secara tegas bertujuan untuk menggusur orang-orang Islam dari negeri mereka. Di antara faktor yang menyokong kekuatan mereka adalah:

· Gerakan ini dipimpin oleh seorang yang bernama Shiivaji. Ia berjiwa militer, tangguh dan terampil dalam peperangan di samping juga mahir dalam hal administrasi.

· Kondisi alam di mana mereka tinggal telah membentuk fisik dan mental mereka menjadi kuat dan penuh disiplin.

· Ajaran Maratas yang bersifat populis dan comunal sentris menjadikan para pengikutnya bersemangat besar dalam memperjuangkan gerakannya. Gerakan Maratas ini tetap bertahan hingga Aurangzeb wafat pada tahun 1707 M.

Melihat kutipan di atas, sejarah awal berdirinya dinasti ini ketika Babur yang berhasil memenangkan pertempuran dengan Ibrahim Lodi melalui strategi yang baik dengan memanfaatkan tidak stabilnya kerajaan milik Ibrahim pada saat itu.

Pada awal masa berdirinya, dinasti ini mendapatkan banyak serangan-serangan dari kerajaan lain. Terutama dari kerajaan-kerajaan Hindu yang sedang mempunyai wilayah kekuasaan di daerah tersebut. Namun hal itu tak menyurutkan niat Babur untuk mempertahankan dinasti ini. Justru dengan mudah Babur mampu mengalahkan seluruh lawan-lawannya.

Setelah Babur wafat, tahta kerajaan diambil oleh anaknya yang bernama Hamayun. Dibawah kepemimpinannya, dinasti ini juga sering melawan pemberontakan dari berbagai penguasa yang lainnya. Setelah Hamayun wafat, tahta kerajaan diambil alih oleh anaknya yang bernama Akbar. Ditangan Akbar inilah dinasti Mughal mengalami masa kejayaan.

Setelah Akbar wafat, tahta kerajaan dipegang oleh tiga sultan secara berurutan yaitu, Jehangir, Syah Jehan dan Aurangzeb. Ketiga sultan ini mampu menjalankan kerajaan ini dengan baik. Namun setelah masa kepemimpinan ketiga sultan atau raja ini selesai, ke dinasti Mughal lambat laun mengalami penurunan.

Namun dapat kita ketahui bersama bahwa kemajuan dinasti Mughal ini dapat kita buktikan dengan kekuasaan wilayah dari dinasti Mughal yang semakin luas dari berbagai daerah. Ditambah lagi baiknya dalam mengelola bidang politik, ekonomi, pendidikan, bukti keindahan arsitektur dan seni seperti yang nampak pada meninggalan sejarah yang sudah diakui dunia yaitu Taj Mahal yang dibangun pada masa Jehan yang ia persembahkan untuk mengenang permaisuri tercinta.

Penyebab kemuduran dinasti ini ialah berawal dari kekecewaan dan kemarahan rakyat dengan dibuatnya ketetapan-ketetapan yang menurut mereka bisa merugikan rakyat. Seperti pelarangan musik, dan dilarangnya pula kegiatan-kegiatan yang berbau Hindu yang mungkin pada saat itu mungkin masih banyak rakyat yang masih beragama Hindu. Hal tersebut membuat rakyat melakukan pemberontakan kepada kerajaan sehingga kerajaan atau dinasti ini semakin lama semakin mengalami penurunan.

B. Dinasti-dinasti Kecil Masa Pemerintahan Bani Abbas

1. Dinasti Umaiyyah di Spanyol

Propinsi pertama yang terlepas dari kekuasaan Baghdad adalah Dinasti Umayyah yang ada di Spanyol. Lima tahun setelah dinasti Abasiyyah berdiri, seorang keturunan Bani Umayyah yang selamat dari pembantaian massal berhasil mendirikan kekuasaan yang hebat pada tahun 756 M di Cordova Spanyol. Dengan cara ini ia melepaskan kekuasaan dari Baghdad. [47]

Selama beberapa tahun sebelum 750 M di Spanyol terjadi pertempuran antara berbagai kelompok Arab dan Barber. Tahun 755 M diketahui ada pangeran muda cucu khalifah Hisyam yang bernama Abdurrahman berada di Gibraltar Afrika Utara. Oleh para pendukung ia dibawa ke Spanyol dan berhasil mengalahkan musuh-musuhnya. Selama tiga puluh dua tahun pemerintahnnya baru mengalami stabilitas. Kemudian dilanjutkan oleh keturunannya sampai tahun 1031 M. [48]

Meskipun Spanyol menentang kendali pusat, namun sebenarnya setelah ditinggal Abdurrahman I kekuasaan para Amir atas berbagai propinsi (daerah) kurang kuat, meskipun banyak penduduk Hispano Roman yang masuk Islam (Muwalladun) tetapi banyak pula yang berpaling ke utara ke Kristen untuk mendapatkan dukungan moral dan religius. Khususnya Toledo ibu kota Visigoth. Di antara kaum muslim juga ada pangeran setempat yang kekuatannya memungkinkan mereka terlepas dari Cordova. [49]

Pada abad ke sepuluh dinasti ini mengalami kejayaannya dengan menegakkan monarki. Dia menghadapi musuhnya yaitu orang-orang Fatimiah dengan cara memberi gelar "Amir Al Mu'min". Kekuatannya di bidang militer dibangun dengan merekrut orang-orang Barber dari Afrika dan budak yang dibawa dari segenap penjuru Eropa Kristen (Shaqailiba_. Pada tahun-tahun terakhir daripada abad ke sepuluh kekuasaan berpindah ke tangan hijab (pendana menteri). [50]

Pada awal abad ke sebelas Bani Umayyah Spanyol akhirnya sirna pada tahun 1031 M. sebelumnya juga telah terjadi selang seling dengan pemerintahan keluarga Hammudiyah, Malaga, Aglecires. Setelah tahun 1031 M Spanyol yang muslim mengalami perpecahan politis. [51]

Menanggapi ungkapan di atas, dinasti Umayyah di Spanyol tidak bisa mempertahankan keutuhan dinastinya untuk bisa bertahan lama. Karena memang ada beberapa faktor dan konflik yang ada di daerah tersebut. Diantaranya lainnya adanya perpecahan politis yang dialami oleh muslim di Spanyol. Namun dinasti ini sempat mengalami masa kejayaan dengan mendirikan atau menegakkan monarki.

2. Dinasti Rustamiyah

Segera setelah terlepasnya Spanyol timbul pula pemberontakan di Tripolitania yang didasarkan pada teologi yang mengakhiri Abasiyyah atas sebagian besar Afrika Utara. Dalam tahun 752 beberapa suku Barber dari Jabal Nefusa, yang menganut paham Khawarij yang bersekte Ibadiyah sebagai ekspresi anti Arab, menduduki Tripoli dan tahun berikutnya Cairun. [52]

Gubernur Abasiyyah untuk Mesir terpaksa mengirim ekspansi ke barat sebelum berhasil merebut Cairun kembali tetapi tidak berhasil menegaskan kekuasaannya lebih jauh lagi. Setelah beberapa lama berada di Cairouan (Qayrawan) pusat ortodoksi dan kekuatan Arab di Magrib, sekelompok orang ibadiyah pergi ke Aljazair Barat dipimpin oleh Abdurrahman Bin Rustam. Dia adalah keturunan Persia. Dia mendirikan basis Kharijiyyah di Tahert pada tahun 761 M. Pada tahun 777 M dia menjadi Imam kaum Ibadiyah di Afrika Utara. Pusat yang berada di sekitar Taher ini berhubungan dengan kaum Ibadiyah di Aures, Tripolitania, dan Tunisia Selatan kelompok kelompok di selatan seperti yang ada di oasis Vezan mengakui kepemimpinan spiritual imam-imam Rustamiyah. Kekuasaannya dilanjutkan oleh keturunannya sampai datangnya kekuasaan Fatimiah pada tahun 909 di bawah Rustamiyah, Tahert mengalami kemakmuran material yang luar biasa, menjadi terminal di utara dari salah satu Rute kafilah Trans-Sahara, dan sampai dinamakan Irak Kecil. Tahert mengikat penduduk yang kosmopolitan di antaranya adalah kelompok-kelompok Parsi dan Kristen. Selain itu Tahert juga menjadi pusat kesarjanaan. Perang historisnya yang besar adalah menjadi tempat kerkumpul dan pusat saraf Kharijiyah di seluruh Afrika Utara bahkan di luar Afrika Utara. Rustamiyah keberadaannya dikelilingi oleh musuh-musuh yaitu Idrisiyyah yang syi'ah di barat dan Aglabiyah yang Sunni di timur oleh karena itu Rustamiyah bersekutu dengan Umayyah Spanyol bahkan menerima subsidi dari mereka namun bangkitnya Fatimiah yang Syi'ah di Maroko berakibat fatal bagi Rustamiyah sebagaimana dinasti-dinasti lokal yang lain di Magrib. Bahkan pada tahun 909 M Tahert jatuh ke tangan Fatimiah. [53]

Menyambung tulisan di atas, dinasti ini mengalami silih berganti pergantian penguasa kerajaan. Berkat kepemimpinan dari Tahert, dinasti ini mengalami kemajuan yang cukup pesat karena dengan gigih dan telatennya Tahert dalam memimpin kerajaan. Namun karena kebangkitan sebuah kerajaan mengakibatkan dinasti ini mengalami kemunduran bahkan mengalami kehancuran.

3. Dinasti Idrisiyah

Pada tahun 785 M Idris bin Abdullah yang sebelumnya berpartisipasi dalam pemberontakan Fakh di Madinah gagal, melarikan diri ke Maroko berhasil mendirikan negara kecil Bani Idrisiyyah. Dia termasuk keturunan Nabi cucu dari Hasan. Dia diterima sebagai pemimpin oleh sekelompok barber. Keberhasilan Idris mendirikan kerajaan di Maroko tidak terlepas dari realitas sebagai berikut:

a. Sambutan baik yang diberikan kaum Barber yang berdiam di daerah ini bahkan mereka memberikan dukungan dan proteksi terhadap Idrsi sehingga dengan penuh dukugan dari Barber yang gagah dan kuat sangat banyak menentukan perjalanan kerajaan ini. Penerimaan kaum Barber ini tidak terlepas dari kebiasaan mereka senang menerima figur masianis atau karismatik bahkan melakukan pemujaan terhjadap orang suci.

b. Maroko jauh dari Baghdad sehingga sangat sulit bagi Baghdad untuk memeranginya. Baghdad khawatir akan nasib tentaranya, bahkan Baghdad khawatir Idris akan mengadakan serangan balik ke Baghdad. Hal ini sangat beralasan karena Baghdad tidak tahu persis kekuatan Idris. [54]

Dinasti yang didirikan oleh Idris ini selanjut memakai nama Idrsi sebagai dinasti semestinya. Dinasti bertahan kurang lebih 2 abad (788-974 M) dinasti ini mengambil Fez sebagai ibu kota negara sebuah kota yang dekat daerah Roma dahulu. Idrisiyyah adalah dinasti pertama yang berupaya memasukkan doktrin Syi'ah meskipun dalam bentuk yang sangat lunak ke Magrib. Sebelum masa mereka wilayah itu didominasi oleh ekualitarianisme (egalitarianisme) radikal Kharijiah. [55]

Pada masa itu Fez (ibu kota negara) segera padat pendudukya, menarik imigran-inmigran dari Spanyol dan Ifrigia di samping itu Fez juga berfungsi sebagai kota suci, rumah Sorfakh atau keturunan istimewa kedua cucu Nabi (Hasan dan Husen). Sorfakh merupakan faktor penting dalam sejarah Maroko. Periode Idrisiyyah juga penting bagi penyebaran kultur Islam di kalangan masyarakat Barber, namun selama pemerintahan Muhammad Al-Muntasyir berbagai wilayah kekuasaan itu terpecah secarapolitis berbagai kota mereka dibagikan kepada saudara Muhammad yang banyak jumlahnya. Dengan demikian kekuatan mereka jadi lemah, musuh-musuh semakin giat menyerang mereka. Hingga pada masa Yahya IV terpaksa harus mengakui kekuasaan Mahdi Ubaidillah, pada tahun 921 M Fez diduduki oleh tentara Fatimiyyah. Tetapi itu bukan berarti akhir Dinasti Idrisiyyah, karena kemudian terpecahpecah menjadi beberapa bagian karena tekanan dari suku-suku Nomad Berber dan beberpa bagian sanggup mempertahankan diri samapi setengah abad lagi. Syiahisme mereka tidak lebih pada kharisma Shorfah, seorang keturunan dari Hasan dan Husen. [56]

Idrisiyyah terancam ketika Umayyah Spanyol menerapkan kebijaksanaan di Magrib (Afrika Utara) yang menentang Fatimiyyah. Pada tahun 974 M keluarga terakhir Idrisiyyah dibawa ke Cordova. Pada periode kebobrokan Umayyah Spanyol sekitar tiga atau empat dasa warsa kemudian keluarga jauh Idrisiyyah, yaitu: Hamudiyah berkuasa di Agleciras dan Malaga. Memerintah di sana sebagai salah satu keluarga Taifa. Dinasti Idrisiyyah di Maroko dinyatakan berakhir pada tahun 974 M. hal ini karena dinasti ini harus tunduk pada Dinasti Umayyah Spanyol pada tahun tersebut. [57]

Mengutip tulisan di atas, dapat kita ketahui kerajaan atau dinasti ini hanya sekilas saja mengalami fase kemakmuran. Ini dikarenakan kerajaan ini sering mendapatkan serangan-serangan lain. Apalagi ketika kerajaan Umayyah di Spanyol membuat dinasti ini tunduk kepadanya.

4. Dinasti Aghlabiyah

Pada tahun 800 M, Ibrahim diberi Propinsi Ifrigiyyah (Thunisia) oleh Harun ar-Rasyid sebagai imbalan atas pajak tahunan yang besarnya 40.000 dinar. Pemberian ini meliputi hak-hak otonomi yang besar. Dia boleh mewariskan kepada puteranya serta keturunannya. Karena letaknya sangat jauh dari Baghdad maka Aghlabiyyah tidak terusik oleh pemerintahan Baghdad. Penguasa Aghlabiyah pertama (Ibrahim) berhasil memadamkan gejolak Kharijiyyah berber di wilayahnya. Kemudian dibawah Ziyadatullah I salah seorang dari keluarga Aghlabiyyah yang amat cakap dan energik dimulai proyek besar merebut Sisilia dari tangan Bizantium pada tahun 827 M. [58]

Suatu armada bajak laut dikerahkan sehingga membuat Aghlabiyyah unggul di meditarial tengah dan membuat mereka mampu mengusik pantaipantai Italia Selatan, Sardina, Coersica, dan bahkan Meritime Alp. Makta direbut pada tahun 868 M barangkali penaklukan atas Sisilia dimulai agar dapat mengalahkan energi fanatis ke Jihad melawan orang-orang kafir. Sebab penguasa Aghlabiyyah pertama harus meredakan oposisi internal di Ifrighia yang dilakukan Fuqaha (pemimpin-pemimpin religius) Maliki di Qairawan. [59]

Pada tahun 878 M sempurnalah sudah penguasaan atas Sisilia, kemudian pulau itu berada di bawah pemerintahan muslim Aghlabiyyah. Pulau itu menjadi pusat penting bagi penyebaran kultur Islam ke Eropa yang kristen. Pada zaman Ziyadatullah I membangaun kembali masjid Qairawan dan diselesaikan oleh Ibrahim II. Pengaturan antara pemerintahan pusat (Baghdad) dan dinasti Aghlabiyah sangat menguntungkan bagi Baghdad. Mereka tidak pernah bahkan tidak harus bertanggung jawab bagi ketertiban propinsi dan pertahanannya dari tetangganya di sebelah barat tetapi Baghdad tetap memperoleh upeti tahunan sebagaimana telah dijanjikan sebelumnya. Dan akhirnya posisi Aghlabiyyah di Ifrigia menjadi merosot menjelang akhir abad 9. Propaganda Syi'i Abu Abdullah perintis Fatimiah, Mahdi Ubaidillah memiliki pengaruh yang kuat di kalangan Barber utama, hal ini menimbulkan pemberontakan militer dan penguasa terakhir Aghlabiyyah, Ziyadatullah III diusir ke Mesir pada tahun 909 M setelah ia berupaya mendapatkan bantuan dari Baghdad. [60]

Jadi, dapat disimpulkan bahwa dinasti ini sempat mengalami kemajuan yang cukup hebat. Hal itu bisa didapatkan berkat kuatnya kekuatan militer yang kerajaan ini miliki. Namun karena kelengahan pertahan kerajaan, kerajaan ini mengalami kemunduran ketika mendapatkan pemberontakan militer dari kerajaan ini. Hal ini memberi pelajaran bahwa kita harus senantiasa wasapada dalam kondisi apapun dan dalam keadaan bagaimanapun.

5. Dinasti Tuluniyah

Dinasti Tuluniyah didirikan oleh Ahmad bin Tulun seorang putera Turki. Ahmad bin Tulun melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad di tahun 868 M. dinasti ini mewakili dinasti lokal pertama Mesir dan Suriah yang memperoleh otonomi dari Baghdad. [61] Dalam abad ke sembilan menjadi kebiasaan bagi gubernur Mesir untuk tetap tinggal di istana Baghdad atau Sammara. Sementara tugas gubernur dilaksanakan oleh wakil gubernur. [62]

Pada tahun 868 M seorang perwira Turki Ahmad Tulun dikirim ke Mesir sebagai wakil gubernur karena dia efisien populer dan bersedia tinggal di Mesir. Maka gubernur Mesir selanjutnya tidak melanjutkannya dia segera menguasai pengurussan keuangan dan tentara, dan hanya membayar sejumlah upeti tiap tahun sebagai pembendaharaan pusat. [63]

Sekitar tahun 869 M khalifah memintanya supaya menghentikan pembangkangan Palestina, dan tahun 877 sementara Al Mufawwag sibuk dengan pemberontakan Zenj, dia memenfaatkan meninggalkan gubernur Suh untuk menggabungkan daerah itu ke dalam wilayahnya. Posisi Ibnu Tulun menjadi sedemikian kuatnya sehingga pada tahun 882 khalifah Al-Mu'tamid yang ingin membebaskan dirinya dario dominasi saudaranya Al Muwaffaq melakukan usaha yang gagal guna melarikan diri dari Sammara dan bergabung dengan tentara Ibnu Tulun di Ar-Raqqa di tepi sungai Eufrat. Ini memperburuk hubungan Ibnu Tulun dan khalifah Baghdad, tetapi khalifah Baghdad menyadari bahwa Ibnu Tulun terlalu kuat untuk dilawan. [64]

Di bawah putera Ahmad Khumarawaih dinasti Tuluniyah semakin berjaya. Khalifah baru, Al-Mu'tadid ketika naik tahta tahun 892 M terpaksa harus memberikan kepada Khumarawaih dan ahli warisnya selama tiga puluh tahun wilayah Mesir, Suriah sampai gunung Taurus dan Aljazair (Mesopotamia Utara) kecuali Mosul, sebagai imbalan untuk pajak 300.000 dinar. Perjanjian itu kemudian direvisi dalam bentuk kurang menguntungkan bagi Tuluniyah. Namun tidak sampai tahun 689 M (tahun kematian Khumarawaih) kekaisaran mereka menjadi melemah akibat kemewahan Khumarawaih. Ketidakmampuan penguasa terakhir (Syaiban) untuk mengembalikan sekte-sekte keagamaan Qarmati di gurun Suriah membuat khalifah Baghdad mengirimkan tentara untuk menaklukkan Suriah dan kemudian merebut ibu kota Tuluniyah, Kiaro lama dan membawa keluarga yang masih ada ke Baghdad. [65]

Di bawah pemerintahan ini, irigasi diperbaiki, ekonomi meningkat dan Mesir mulai menjadi pusat kebudayaan Islam. Ibnu Tulun sendiri mendirikan rumah sakit yang besar di Fustat dan masjid Ibnu Tulun yang sampai sekarang masih ada di Kairo (dulu Fustat). [66]

Bagi sejarawan Mesir, masa dinasti Tuluniyah merupakan zaman keemasan. Ahmad memperoleh kekuasaan berkat tentara budak yang disominasi oleh orang Turki, Yunani, dan Nubian Hitam. Hanya dalam masa kemewahan Khumarawaih terjadi kekacauan administrasi dan pembangkangan dalam tubuh tentara. Karena Suriah dapat dikuasai Mesir melalui laut, maka Ahmad membangun sebuah armada laut yang kuat. Dia adalah pembangun ibu kota Fustat, mendirikan markas militer di Al-Qata'i dan membangun masjid Ibnu Tulun untuk menampung jamaah masjid Amru bin Ash. [67]

Menyambung tulisan di atas, dinasti ini merupakan dinasti keemasan di daerah Mesir pada zaman itu. Hal tersebut terjadi karena memang kerajaan ini mampu memberkan kemakmuran bagi rakyat-rakyatnya.

6. Dinasti Ikhsidiyah

Setelah jatuhnya dinasti Ibnu Tulun, Mesir kembali di bawah kekuasaan Baghdad, tetapi pada tahun 935 M Mesir dikuasai lagi oleh dinasti lain yaitu dinasti Ikhsidiyah, untuk kemudian jatuh ke tangan khalifah Fatimiah pada tahun 969 M. [68]

Selama tiga puluh tahun Mesir diperintah oleh gubernur yang tunduk ke Baghdad, tetapi pada tahun 935 M, seorang perwira Turki lainnya Muhammad bin Tughj ditunjuk menjadi gubernur dan dalam masa-masa yang sulit berhasil mendudukkan dirinya menjadi penguasa Mesir. Karena punya posisi yang kuat, ia diberi gelar "Ikkhsid" sebagai tanda kekuasaan dan diberi wewenang untuk otonomi. Gelar itu dipakai di Asia Tengah dalam arti seorang pangeran atau penguasa. Sehingga Ibnu Tughj dan keturunannya diberi nama Ikhsidiyah. [69]

Ibnu Tughji mempertahankan dirinya terhadap panglima tertinggi khalifah dan terhadap Hamdanyah di Syuriah. Namun sayang kedua puteranya hanya menjadi boneka, sedangkan kekuasaan sesungguhnya berada di tangan Budak, Kafur namanya. Dia diangkat menjadi wali raja bagi putera putranya sebelum Ibnu Tughjah meninggal. [70]

Pada tahun 966 M, sepeninggal Ali (putra Ibnu Tughjah) Kafur menjadi penguasa yang tidak terbatas kekuasaannya. Berkat gerak Kafur,kekuasaan Fatimah disepanjang pantai Afrika utara dapat ditahan, begitu pula dinasti Hamdaniyah di Syuriah. Setelah meninggal Kafur (968 M) DI Fustat diangkat seorang cucu Ibnu Tughj yang lemah dan sebentar saja masanya. Kafur terkenal sebagai orang yang senang dengan kesusastraan dan seni, oleh karena itu di istananya diminta tinggal tinggal seorang penyair terkenal yang bernama Al-Mutanabbi. [71]

Mengutip tulisan di atas, kerajaan ini hanya sekilas saja dalam masa berdirinya. Meskipun kerajaan ini sempat berpengaruh di daerah Mesir, namun karena kurang cakapnya sang penerus tahta kerajaan membuat kerajaan ini hanya bertahan sebentar.

7. Dinasti Hamdaniyah

Di sebelah Mesir, dinasti Hamdani merampas Suriah pada tahun 994 M dan mempertahankannya sampai tahun 1003 M. Bani Hamdani adalah satu keluarga Arab dari kabilah Taqlib yang menanjak pengaruhnya melalui kemahiran mereka sebagai komandan militer. Abu Hayya seorang putera Hamdan yang namanya dipakai sebagai nama dinasti di tunjuk sebagai Gurbernur Mossul oleh khalifah pada tahun 905 M dia menerima gelar kehormatan " Nasir Addaulah". [72]

Dia menjabat sampai 292 M. Dia memperluas daerahnya ke suriya tentara hamdan dikomandani oleh saudaranya yang disebut sebagai Syaf Addaulah yang menaklukan Alepo dan kemudian terkenal sebagai pelindung sastra. Para pangeran Hamdan ini dianggap bersimpatik kepada faham Syi'ah`tetapi Syi'aisme mereka apapun bentuknya adalah moderat dan tidak bukti bahwa faham ini mempengaruhi kebijakan umumnya. [73]

Penguasa ketiga adalah Abu Thalib yang disebut dengan Ghandanfar (singa) tidak cukup beruntung untuk berkonfrontasi dengan penguasa agung Dinasti Buwaihiyah, Amir Addalwi. Dia mengusir Abu Taglib. Kemudian kedua saudara Abu Taglib kembali berkuasa di Mosul berkat Dinasti Buwaihiyah dan memerintah untuk sementara waktu sampai datang Ukailiyah (keluarga para amir Arab). [74]

Sekalipun demikian Hamdaniyah tetap berkuasa di berbagai wilayah di Suriah yang diperintah oleh paman Abu Taglib (Syaf Addaulah) yang merebut Alepo Hims dan kota-kota lain dari tangan Iksidiyah. Berdirinya Hamdaniyah di Suriah bersamaan dengan bangkitnya dinasti Bizantium di bawah kaisar kaisar Mesodonia sehingga sebagian besar masa pemerintahan syaf addaulah di habiskan untuk mempertahankan wilayah - wilayah kekuasaannya terhadap orang - orang Yunan. Puteranya Saad addaulah tidak sanggup mencegah Bizantium yang beberapa kali meninvasi sriah dan untuk beberapa lama menduduki Alepo dan Hims. Selain itu muncul pula nacaman baru di suriah selatan akibat ekspansi fatimiah. Akhirnya putera Saad Addaulah terbunuh. [75]

Hamdaniyah terkenal sebagai pelindung kesusteraan arab meskipun mereka berkuasa di sebuah wilayah yang makmur yang memiliki banyak pusat perdagangan dab aktivitas akan tetapi Hamdaniyah tetap menunjukkan sedikit sifat Baduwi yang tidak bertanggung jawb dan Destruktif. Suriah dan Aljazair terpaksa menderita akibat kerusakan yang ditimbulkan peperangan ahli geografi, Ibnu Haukal mencatat bahwa ketamakan para amir semakin memeprbesar kesengsaraan di sana. [76]

Keruntuhan politik di barat telah mulai lebih cepat di banding timurBagdad dengan pengambilan tempat sebagai ibu kota di timur, telahmemalingkan perhatian dan kemungkinan kontrol terhadap propinsi barat.Propinsi - propinsi ini mengakui khalifah dalam bentuk penyebutan dalamsetiap jum'at di masjid dan di patri dalam mata uang. [77]

Mengambil kesimpulan di atas, dapat kita ketahui bersama bahwa kerajaan-kerajaan kecil pasca dinasti Abbasiyah ini tidak terlalu lama dalam masa berdirinya ataupun masa kejayaannya. Mayoritas hal ini terjadi disebabkan karena kurangnya kecakapan dari penerus-penerus taha kerajaan itu. Walaupun kerajaan tersebut pernah mengalami masa kejayaan atau bahkan berhasil memperluas wilayah kekuasaan dengan armada yang dimiliki. Namun sayangnya hal itu tidak mampu dipertahankan penerus-penerus tahta dinasti tersebut. Hal lain juga yang menyebabkan dinasti-dinasti ini hanya sebentar masa berdirinya karena banyaknya dan seringnya serangan-serangan dari kerajaan-kerajaan lainnya yang membuat kekuatan militer mereka lemah sehingga mampu dengan mudah dinasti tersebut runtuh dan mudah untuk dikalahkan.


DAFTAR PUSTAKA

Fuad, Ah. Zakki. Sejarah Peradaban Islam. Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016.

Mujib, M. The Indian Muslim. London : George Alen, 1967.

Nata, Abuddin. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Kencana, 2016

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1993.



[1] Ahmad Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam : Imperium Turki Usmani dalam Abuddin Nata,

Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta : Kencana, 2016), h. 205

[2] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1993), h. 130.

[3] Yatim, Sejarah Peradaban Islam...........h. 130.

[4] Ahmad Syalaby, Mansu'at al-Tarikh al-Islami wa Hadharat al-Islamiyat, Juz V dalam Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta : Kencana, 2016), h. 206.

[5] Ira M. Lapidus, A History of Islamic Societes dalam Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta : Kencana, 2016), h. 206.

[6] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta : Kencana, 2016), h. 207.

[7] Nata, Sejarah Pendidikan Islam...............h. 207.

[8] Philip K. Hitti, The Histori of Arab,.. dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016), h. 148.

[9] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016), h. 148-149.

[10] Carl Brocleman (ed), History of the Islamic Peoples,London and Henly:Routledge & Keagen

Paul, 1980. hal. 260. …lihat juga Ahmad Syalabi, Mausu'ah al-tarikh al-Islami, (Mesir: Maktabah an-Nahdlah, tt), hal. 512 dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016), h. 149.

[11] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016), h. 149-150

[12] Carl Brocleman, dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan

Ampel Press, 2016), h. 150.

[13] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016), h. 151.

[14] Ottoman Sultanie, Encyclopedia Britanica, Vol 22 dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016), h. 151.

[15] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016), h. 152.

[16] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016), h. 152

[17] Fuad, Sejarah Peradaban Islam..........h. 153.

[18] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016), h. 153.

[19] Fuad, Sejarah Peradaban Islam...........h. 154.

[20] Fuad, Sejarah Peradaban Islam........... h. 154-155

[21] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016), h. 155

[22] Fuad, Sejarah Peradaban Islam..........h. 155-156.

[23] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta : Kencana, 2016), h. 213

[24] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta : Kencana, 2016), h. 214.

[25] Nata, Sejarah Peradaban Islam.........h. 214.

[26] Nata, Sejarah Peradaban Islam...........h. 214-215.

[27] PM.Holt, The History.., dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016), h. 158.

[28] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016), h. 158-159

[29] Brockelman, op cit, dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016), h. 160.

[30] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016), h. 158-159

[31] Fuad, Sejarah Peradaban Islam.......... h. 159-160.

[32] Fuad, Sejarah Peradaban Islam..........h. 160.

[33] Fuad, Sejarah Peradaban Islam..........h. 160.

[34] Ahmad Syalabi, Sejarah.... dalam Ah. Zakki Fuad , Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016), h. 159.

[35] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016), h. 160-161.

[36] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta : Kencana, 2011), h. 225.

[37] Nata, Sejarah Peradaban Islam...........h. 226.

[38] Nata, Sejarah Peradaban Islam..................h. 226.

[39] M. Mujib, The Indian Muslim (London : George Alen, 1967), h. 254.

[40] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta : Kencana, 2011), h. 226.

[41] Ishwari Prasad, A Short History of Moslem Rule in India dalam Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta : Kencana, 2011), h. 226.

[42] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016), h. 165.

[43] Kenneth W. Morgan, Islam Jalan Lurus, trj.Abu Salamah, dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016), h. 166.

[44] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016), h. 166.

[45] C.Eric Lincoln, Mughul Dynasty, dalam Encyclopedia Amricana, dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016), h. 167.

[46] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016), h. 167.

[47] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016), h. 134.

[48] Montgomery Watt, Kejayaan Islam… dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016), h. 134.

[49] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016), h. 135.

[50] Fuad, Sejarah Peradaban Islam...............h. 135.

[51] Bosworth, Dinasti-dinasti Islam, dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016), h. 135.

[52] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016), h. 135

[53] Boswort, Dinasti….. dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016 h. 135.

[54] Ahmad Syalabi, Tarikh……….dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016), h. 137.

[55] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016), h. 137.

[56] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016), h. 137-138

[57] Fuad, Sejarah Peradaban Islam.............h. 138.

[58] Montgomery Wat, Kejayaan Islam… dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016), h. 138.

[59] Bosworth, Dinasti……. Dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016), h. 139.

[60] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016), h. 139.

[61] Bosworth, Dinasti…….dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016), 140.

[62] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016), h. 140

[63] Fuad, Sejarah Peradaban Islam............h. 140.

[64] Fuad, Sejarah Peradaban Islam.............h.140.

[65] Fuad, Sejarah Peradaban Islam................h. 140-141.

[66] Harun Nasution, Islam….dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016), h. 141.

[67] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016), h. 141.

[68] Fuad, Sejarah Peradaban Islam................h. 141.

[69] Montgomery Watt, Kejayaan Islam…….dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016), h. 142.

[70] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016), h. 142.

[71] Fuad, Sejarah Peradaban Islam................h. 142.

[72] Fuad, Sejarah Peradaban Islam.................h. 142.

[73] Fuad, Sejarah Peradaban Islam.................h. 142.

[74] Bosworth, Dinasti…….dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016), h. 143.

[75] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016), h. 143.

[76] Fuad, Sejarah Peradaban Islam.....................h. 143.

[77] Bernand Lewis, Bangsa Arab Dalam Lintasan Sejarah, dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2016), h. 143.


Download Link




Download File Dinasti-dinasti Kecil masa bani Abbas dan Kerajaan pasca Dinasti Abbasiyah (Format Doc.)
*Note !! : Format penulisan dalam file telah diatur berdasarkan ketentuan yang berlaku



Previous
Next Post »

Gunakan Tampilan : Mode Desktop | Mode Desktop

iklan banner