Loading...

MAKALAH IMAN KEPADA QADHA’ DAN QADAR - Aqidah Ilmu Kalam


IMAN KEPADA QADHA’ DAN QADAR
Makalah Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah :

Aqidah Ilmu Kalam
DosenPembimbing :
Prof. Dr. Ali Mas’ud, M.Ag, M.Pd
Muhammad Fahmi S.Pd.I, M. Hum, M.Pd

Disusun Oleh :
Nabila Qathrunnada               (D71218088)
Nurin Nabila                           (D71218091)
Qurrota A’yunin                     (D71218095)
Alfi Khasanah                         (D91218117)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2018




KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT yang maha Esa karena atas ridho dan limpahan rahmat-Nya penulis mampu menyelesaikan makalah yang berjudul “Iman Kepada Qadha’ dan Qadar” ini dengan tepat waktu, terlepas dari segala ketidaksempurnaan yang terkandung dalam makalah ini.
Untuk itu sangat penting bagi penulis untuk berterima kasih atas pihak-pihak yang telah memberikan perannya dalam pembuatan makalah ini. Terutama dosen pembimbing mata kuliah Aqidah Ilmu Kalam, yaitu Prof. Dr. Ali Mas’ud, M.Ag, M.Pd dan Muhammad Fahmi, S.Pd, M.Hum, M.Pd yang banyak memberikan masukan dan bimbingannya dalam penulisan makalah ini sehingga tersusun dengan sistematis dan komperhensif. Oleh karena itu besar harapan penulis tentang makalah ini, semoga dapat bermanfaat dan memberikan pengaruh yang baik bagi pembaca.
Terlepas dari itu semua penulis sangat menyadari adanya kekurangan dalam penulisan makalah ini sehingga penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya dan kritikan yang membangun atas makalah ini.



Surabaya, 19 September 2018

Penyusun



DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang................................................................................ 1
B.     Rumusan Masalah........................................................................... 1
C.     Tujuan Makalah.............................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
          A.    Pengertian Iman Kepada Qadha’ dan Qadar Allah........................ 3
          B.     Kebebasan Kehendak Manusia...................................................... 4
          C.     Hubungan Kebebasan Manusia dan Allah..................................... 6
          D.    Hikmah Beriman Kepada Qadha’ dan Qadar................................ 9
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan.................................................................................. 10
B.     Saran............................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 11
 


BAB I
PENDAHULUAN
      A.    Latar Belakang
Secara umum Aqidah Ilmu Kalam membahas tentang ajaran-ajaran dasar dari suatu agama. Aqidah Ilmu Kalam ini mempelajari akidah/teologi yang akan memberi seseorang keyakinan-keyakinan yang berdasarkan pada landasan yang kuat, yang tidak mudah diombang-ambingkan oleh peredaran zaman.
Secara khusus ilmu kalam juga membahas tentang rukun-rukun iman yang mencakup materi dari iman kepada Allah, Iman kepada Malaikat Allah, Iman Kepada Kitab-kitab Allah, Iman Kepada Rasul-rasul Allah, Iman kepada hari kiamat, dan Iman kepada Qadha’ dan Qadar Allah.
Dalam sehari hari kita harus menerapkan ilmu aqidah dengan baik, agar ilmu yang kita dapatkan bisa bermanfaat dan juga bisa menjadikan keuntungan bagi diri kita maupun diri orang lain, disini kami akan menjelaskan Aqidah Ilmu Kalam yang membahas tentang iman kepada qada’ dan Qodarnya Allah.
      B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian iman kepada qadha’ dan qadar Allah ?
2.      Bagaimana kebebasan kehendak manusia terhadap qada’ dan qadar Allah ?
3.      Bagaimana hubungan kebebasan manusia dan Allah ?
4.      Bagaiaman hikmah iman kepada qada’ dan Qadar Allah ?
      C.    Tujuan Makalah
1.      Untuk mengetahui pengertian iman kepada qadha’ dan qadar Allah.
2.      Untuk mengetahui kebebasan kehendak manusia terhadap qada’ dan qadar Allah.
3.      Untuk mengetahui hubungan kebebasan manusia dan Allah.
4.      Untuk mengetahui hikmah iman kepada qada’ dan Qadar Allah.

  

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Iman Kepada Qadha’ dan Qadar Allah
Qadha’ menurut ilmu tauhid memiliki pengertian yaitu sesuatu yang sudah terjadi atau telah terjadi pada seseorang, artinya yaitu kejadian tersebut telah berlalu atau telah dilakukan.[1]
Sedangkan Qadar menurut ilmu tauhid, memiliki pengertian takdir dimana apabila diperluas pengertiannya yaitu sesuatu yang telah ditentukan oleh Allah SWT. kepada hamba-hamba-Nya baik bersifat perseorangan maupun golongan, baik tentang nasib (perjalanan hidup) ataupun tentang peraturan-peraturan yang ditetapkan. Manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan semua makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT. memiliki ukuran, kekuatan, watak, kegunaan dan kemampuan yang berbeda-beda sesuai dengan yang telah ditentukan oleh Allah SWT.. Namun demikian, khususnya manusia diberikan keistimewaan tersendiri oleh Allah SWT. untuk menentukan mana yang baik dan mana yang buruk melalui pertimbangan akal dan hatinya. Oleh karena itu, mempercayai Qadar merupakan salah satu rukun iman.[2]
Adapula pendapat yang mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan qadha’ dan qadar adalah kehendak Allah yang azali untuk menciptakan sesuatu dalam bentuk tertentu (qadha) kemudian mewujudkannya atau merealisasikannya dalam kehidupan nyata yang kongkrit seusuai dengan kehendak yang azali itu (qadar). Namun sebagian ulama mengatakan sebaliknya, mereka meberpendapat bahwa qadar ialah rencana atau ketentuan Allah dalam azali dan qadha adalah pelaksanaannya dalam kehidupan nyata.[3]
Ahlussunnah wal Jama’ah yakin bahwa segala kebaikan dan keburukan itu berdasarkan qadha’ dan qadar Allah, dan Allah melakukan apa yang dikehendaki-Nya. Tidak ada sesuatu yang keluar dari kehendak dan kekuasaan-Nya. Allah maha mengetahui sesuatu hal yang akan terjadi dan yang belum terjadi di masa azali. Allah lah yang menentukan dan mengendaki segala sesuatunya terjadi. Dan dibalik hal yang telah ditentukannya itu pasti ada hikmahnya. Dia mengetahui takdir seluruh hamba-Nya, mengetahui tentang rizki, ajal, amal dan yang lainnya. Dapat disimpulkan, qadar adalah perkara yang telah diketahui dan telah dituliskan oleh Allah dari hal-hal yang akan terjadi hingga akhir zaman nanti.[4] 
Ahlussunnah Wal Jamaah juga berkeyakinan bahwa qadar itu adalah rahasia Allah dalam penciptaan-Nya, tidak ada yang mengetahui sekalipun malaikat yang dekat dengan Allah dan nabi yang diutus oleh Allah. Mendalami dan mengkaji mengenai hal itu adalah kesesatan, karena Allah SWT. menutup ilmu tentang qadar dari makluknya, dan melarang mereka untuk membahasnya.[5]
Sehingga dari sini dapat disimpulkan bahwa qadha’ dan qadar adalah satu kesatuan dimana qadha’ merupakan realisasi atau pelaksanaan dari rencana Allah yang telah disusun, dan qadar merupakan rencana atau ketentuan yang Allah susun untuk direalisasikan kepada kehidupan nyata ini.
Qadar dan qadha’ adalah ilmu Allah yang azali terhadap segala sesuatu yang hendak diwujudkan berupa alam, makhluk, perkara baru dan segala sesuatu.[6]

B.     Kebebasan Kehendak Manusia
Dalam kitab Aqidatul Mukmin menjelaskan bahwa apapun yang ada dialam semesta ini adalah rencana Allah dan apa-apa yang telah kami perhatikan berupa keajaiban penciptaan dan pengaturan, itu terdapat di semua alam maujud, baik manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan maupun benda keras.
Dari penjelasan diatas qadha dan qadar Allah ilmu Allah yang azali terhadap segala sesuatu yang hendak diwujudkan berupa alam, makhluk, perkara baru, dan segala sesuatu. Dengan adanya penciptaan tentang kadarnya, tatacaranya, sifatnya, masanya, tempatnya, sebabnya, pendahuluannya dan kesimpulannya tak satupun yang tertinggal dari ketentuan waktunya, mendahului batasan-batasan masanya, menambah dan mengurangi kadar takdir, dan berubah dalam tatacara dan sifatnya.
Allah Swt. Menciptakan manusia berikut perbuatannya, dan Dia memberi kehendak, kemampuan, ikhtiar dan ma’isyah yang diberikan Allah untuknya, sehingga perbuatan-perbuatannya berasal dari-Nya secara hakiki bukan majazi. Kemudian Dia memberikan akal untuknya agar bisa membedakan mana yang haq dan mana yang bathil. Dia tidak menghisabnya kecuali terhadap perbuatan-perbuatannya yang dilakukan dengan kehendak dan ikhtiarnya. Manusia tidak dipaksa, akan tetapi manusia memiliki kehendak dan keikhtiaran, sehingga ia bisa memilih dan perbuatan-perbuatan dan keyakinannya. Hanya saja kehendak itu mengikuti kehendak Allah. Semua yang dikendaki Allah pasti terjadi, dan apa yang tidak dikehendaki Allah tidak akan terjadi.sebab Allah-lah pencipta alam dan seluruh isinya.[7]
Menurut Ahlus sunnah wal jama’ah Qadar Allah adalah rahasia Allah pada penciptaan-Nya. Mendalami dan mengkaji mengenai itu adalah kesesatan dan muncul persoalan yang timbul mengenai kehendak dan kebebasan dalam berbuat. Maksudnya adalah apakah manusia mempunyai kebebasan yang mutlak atau kehendaknya yang bebas dalam melakukan sesuatu yang dikehendaki atau dia tidak mempunyai kebebasan apa-apa dalam perbuatannya itu. Segala apa yang dilakukannya adalah mengikuti sepenuhnya akan ketentuan yang telah digariskan Allah kepadanya sejak zaman azali.
            Dalam Al-Qur’an terdapat dua kelompok ayat-ayat yang menyentuh masalah ini yang pada lahirnya saling berlawanan, sehingga diperlukan penafsiran untuk menjelaskan pengertian kandungan ayat-ayat tersebut.
Pertama: Firman Allah dalam Surah Az Zumar :39:62
 اَللهُ خَا لِقٌ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيْلٌ (26)
Artinya: Allah menciptakan segala sesuatu dan dia memelihara segala sesuatu. (QS. Az-Zumar, 39:62)
Kedua: Firman Allah dalam Surah Al-Qamar :54:49
اِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَا هُ بِقَدَرٍ(94)
Artinya : Sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran. (QS. Al-Qamar, 54:49)
Ketiga: Firman Allah dalam Surah Al-Furqan :25:2
اَلَّذِيْ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيْكٌ فيِ الْمُلْكِ
وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيْرَا(2)
Artinya : Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu baginya dalam kekuasaan-Nya, dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya[1053]. (QS. Al-Furqan :25:2)

C.    Hubungan Kebebasan Manusia dan Allah
Manusia dalam melakukan sesuatu seolah-oleh mereka memiliki kebebasan di dalam setiap tindakannya, namun ternyata di dalam kebebasan manusia bertindak ada campur tangannya dengan kehendak Allah SWT.. Dan kedua hal ini sangat berkaitan sekali.
Takdir tentang penciptaan dan pencatatannya itu sudah terdapat di dalam Al-Lauhul Mahfuzh (papan yang terjaga) sebagaimana ketentuan dalam menetapkan adanya penciptaan tentang kadarnya, tatacaranya, sifatnya, masanya, tempatnya, sebabnya, pendahuluannya dan kesimpulannya. Tak ada satupun yang melenceng dari ketentuan-Nya tersebut. Hal ini terjadi karena luasnya ilmu yang dimiliki Allah SWT. Dia mengetahui segala hal baik yang akan terjadi, yang sedang terjadi, maupun yang sudah terjadi. Allah juga mengetahui bagaimana sesuatu itu akan terjadi, bagaimana prosesnya, dan bagimana akhirnya. Kemahakuasaan Allah sangat luas dan Agung, tak ada yang mempu membatasi maupun yang melemahkannya. Sesuatu yang sudah dikehendaki Allah itu pasti ada dan sesuatu yang tidak dikehendakinya itu pasti tidak ada.[8]
Selain itu, karena melekatnya Allah dengan benda yang maujud dengan aturan sunnatullah. Beliau yang menetapkan segala bagian alam baik yang ada di atas maupun yang ada di bawah dengan seimbang. Keduanya itu, adalah qadha’ dan qadar. Qadha’ dan qadar ini tidak boleh diingkari kecuali oleh orang-orang yang sombong dan menentang atau orang bodoh yang membangkang.
Dalam hal ini, manusia memiliki kebebasan dalam usahanya, do’a, dan ikhtiarnya, namun pada nantinya di hasil akhir nanti Allah lah yang menentukan. Di setiap hal yang dialami oleh manusia terdapat takdir Allah yang merupakan ketentuan terbaik darinya yang telah disusun-Nya.
Dalam membahas tentang takdir ini banyak sekali aliran yang berbeda pendapat mengenai hal ini, diantara aliran yang paling menonjol dalam membahas takdir yaitu aliran Jabariyah dan Qadariyah.
Di dalam aliran jabariyah dijelaskan bahwa manusia tidak menciptakan perbuatannya dan apa yang mereka lakukan itu tidak pantas dikaitkan kepadanya kecuali dengan majaz, yaitu kaitan perbuatan, bukan kaitan usaha alternatif dan kaitan kehendak. Karena menurut mereka perbuatan itu adalah perbuatan Allah yang dilaksanakan melalui tangan hamba-hamba-Nya tanpa adanya kehendak dari hamba. Mereka memiliki ketetapan aqidah bahwa hamba tidak disiksa dan perbuatannya tidak dicela meskipun dalam tataran kejelekan maupun hal yang tercela. Aliran Jabariyah ini sangat bertentangan sekali dengan prinsip yang dimiliki oleh aliran qadariyah yang berpendapat bahwa hamba selalu berdiri sendiri dengan bebas menciptakan perbuatannya. Oleh karena itu mereka berpendapat bahwa hamba itu menjadi Tuhan yang meciptakan perbuatan yang Dia kehendaki. Dengan demikian menjadikan tauhid yang merupakan pokok agama menjadi batal.[9]  
Dan ada pula golongan Ahlussunnah wal Jama’ah, dimana tokoh-tokoh dari aliran ini mengambil jalan tengah dengan memadukan dua aliran yang bertentangan tersebut. Menurut aliran ini, manusia itu merupakan makhluk Allah yang paling sempurna dengan diberikannya akal kepada mereka. Kehendak dan kuasa yang ada pada dirinya dalam melakukan amal perbuatannya dalam batas kemungkinan, tidak dalam hal yang mustahil. Akan tetapi, usaha dan tindakan yang dilakukan manusia ini tidak berkesan dan kesannya hanya sebagai kerja sebab dan akibat, buak kesan yang haqiqi, karena penbuat kesan yang haqiqi adalah qurah Allah SWT.. Jadi, inti dari aliran ahlussunnah wal jamaah ini adalah orang boleh berusaha dan membuat rencana, tetapi hanya Allah yang akan menentukan hasil akhirnya kelak.[10]
Manusia dapat mengerjakan perbuatan sebagaimana semua makhluk dengan beban perbuatan yang diberikan Allah. Perbedaan antara manusia dan semua makhluk adalah manusia diberi kesempatan untuk bisa berusaha dan berikhtiyar karena adanya illat taklif (beban) dan pembalasan. Manusia itu juga sangat berbeda dengan makhluk lain. Makhluk lain tidak mendapatkan balasan atas apa yang mereka kerjakan dan perbuat, karena mereka tidak diberi kehendak bebas dan berikhtiyar. Denga demikian, jika ia ingin berbuat, maka ia berbuat. Dan bila mereka ingin meninggalkan, maka ia meninggalkan. Manusia akan sampai pada tujuannya dengan sesuatu yang telah mereka kehendaki berupa amal dan dia mengikhtiyarinya untuk dirinya dengan murni (absolutasi) kehendak dan ikhtiyarnya. Oleh karena itu, seandainya hamba dipaksa untuk beramal, maka dia tidak dihisab dan tidak mendapat balasan berupa pahala dan celaan, karena mereka tidak berkehendak secara bebas dan tidak berikhtiyar secara sempurna. Dengan demikian, bagi orang yang memperoleh taufik dapat bekerjasama antara eksistensi aktivasi hamba yang telah ditentuakn oleh Allah secara azali kepada hamba yang berbuat dan antara eksistensi hamba yang berkehendak dan berikhtiyar untuk perbuatannya, mereka akan disiksa karena kejahatannya, dan akan diberi pahala karena amal kebaikannya.[11]  

D.    Hikmah Kepada Qada’ Dan Qadar
1.      Mendorong orang muslim bekerja keras dan berjuang untuk meningkatkan harkat dan martabatnya di bumi dan dapat dijadikan suatu daya ruhani yang dapat memperteguh hubungannya dengan Allah pencipta alam dan semestanya.
2.       Menanam keberanian dalam dirinya untuk untuk membela kebenaran dan melaksanakan kewajibannya.
3.      Membuat manusia sadar bahwa segala apa yang ada di alam semesta ini berjalan mengikuti ketentuan Allah Yang Maha Bijaksana.
4.      Takdir menuntut orang beriman untuk berusaha dan bekerja, lalu bertawakal dan akhirnya bersyukur karena Allah atas karunia-Nya dan bersabar atas cobaan dan ujian yang menimpanya.
5.      Memperoleh hasil yang mengalir dan buah yang baik.
6.      Memperoleh kekuatan watak dan keteguhan hati.
7.      Memperoleh ketenangan hati.
8.      Akan terlepas dari kebingunagan dan kegelisahan pada dirinya, yang terwujud hanya keberanian yang kuat untuk mngedepankan urusan tanpa ada ketakutan, kecemasan, dan keragu-raguan.
9.      Menjadi manusia yng bersih jiwanya.
10.  Di samping itu, dia menjadi manusia yang sangat mulia ucapan dan jiwanya.[12]


BAB III
PENUTUP
     A.    Kesimpulan
Qadha’ adalah merupakan realisasi atau pelaksanaan dari rencana Allah yang telah disusun, dan qadar merupakan rencana atau ketentuan yang Allah susun untuk direalisasikan kepada kehidupan nyata ini. Oleh karena itu, banyak sekali perbedaan pendapat mengenai kebebasan manusia. Manusia memiliiki kebebasan dalam bertindak, namun dalam setiap tindakannya Allah memberikan aturan tersendiri, yang memberikan batasan disetiap tindakan yang dilakukan oleh manusia. Manusia memiliki kewajiban untuk berusaha (ikhtiar), do’a, dan kemudian akhirnya mereka bertawakkal kepada Allah SWt., dan hasilnya ini merupakan takdir dari allah SWT.. Dengan kita mempercayai atau beriman kepada Qadha’ dan Qadar maka kita akan memiliki ketenangan dalam menjalani hidup ini dan mengurangi sifat kufur atas nikmat Allah SWT.   
    B.     Saran
Sebaiknya dalam menyikapi takdir Allah dengan penuh ikhlas tanpa mengeluh karena apa yang telah ditakdirkan Allah untuk itu adalah yang terbaik. Akan tetapi, takdir itu dapat berubah selama kita mau berusaha dan selalu berikhtiar kepada Allah SWT. serta tidak lupa untuk senantiasa berdo’a hanya kepada Allah bukan kepada selain-Nya.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Atsari, A. b. (2005). Panduan Akidah Lengkap. Bogor: Pustaka Ibnu Katsir.
Al-Jazairi, A. B. (2001). Aqidatul Mukmin. Jakarta: Pustaka Aman.
Baiquni, A. (1995). Kamus Istilah Agama Islam. Surabaya: Arkola.
Daudy, A. (1997). Kuliah Akidah Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Hidayat, N. (2015). Akidah Akhlak dan Pembelajarannya. Yogyakarta: Penerbit Ombak.


[1] Abu Baiquni, Kamus Istilah Agama Islam, (Surabaya : Arkola, 1995), 21.
[2] Ibid, 22.
[3] Ahmad Daudy, Kuliah Akidah Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1997), 156.
[4] Abdullah bin Abdil Hamid al-Atsari, Panduan Akidah Lengkap, (Bogor : Pustaka Ibnu Katsir, 2005), 95.
[5] Nur Hidayat, Akidah Akhlak dan Pembelajarannya, (Yogyakarta :Penerbit Ombak, 2015), 120.
[6] Abu Bakar Al-Jazairi, Aqidatul Mukmin, (Jakarta : Pustaka Amani, 2001), 572.
[7] Nur Hidayat, 119-120.
[8] Abu-Bakar Al-Jazairi, 572.
[9] Ibid, 582-583.
[10] Ahmad Daudy, 164.
[11] Abu Bakar Al-Jazairi, 594-595.
[12] Ibid, 576.

Download Link




Download Makalah IMAN KEPADA QADHA’ DAN QADAR (Format Docx.)




Previous
Next Post »

1 comments :

Click here for comments
Unknown
admin
January 17, 2020 at 3:25 AM ×

Good

Congrats bro Unknown you got PERTAMAX...! hehehehe...
Reply
avatar

Gunakan Tampilan : Mode Desktop | Mode Desktop

iklan banner