Loading...

Pembahasan Khulafa ar-Rasyidin (Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib) - Sejarah Peradaban Islam (Melanie Fitri Astuty) A3


Nama : Melanie Fitri Astuty

Nim : D91218167

KHULAFA AR-RASYIDIN

A. Usman bin Affan

1. Biografi

Usman bin Affan memiliki nama asli Usman bin Affan Ibn Abdi Manaf Ibn Qhursay al-Quraisyi. Ustman bin Affan lahir di Makkah pada tahun ke-5 setelah tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW. yaitu pada tahun 576 M. Ustman bin Affan termasuk dalam "Assabiqun Al-Awwalun" yaitu orang-orang yang pertama yang masuk Islam. Usman bin Affan selalu ikut dalam setiap peperangan bersama Rosulullah SAW kecuali dalam perang Badar. [1]

Ustman bin Affan menjadi khalifah ke tiga setelah Abu Bakar As-Shiddiq dan Ummar bin Khattab. Ketika Ummar bin Khattab sakit, masyarakat menyarankan agar Ummar segera menunjuk khalifah sebagai penggantinya agar tidak timbul kekacauan setelah beliau wafat. Maka dimusyawarahkan anggota-anggota yang akan menjadi khalifah setelah Ummar yang beranggotakan 6 orang yakni, Ustman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Subair bin Awwam, Abd. Rahman bin Auf, Thalhah bin Ubaidillah dan Sa'ad bin Abi Waqqas. Dianatara ke enam orang tersebut terpilihlah Ustman bin Affan sebagai khalifah ke tiga menggantikan Ummar bin Khattab. [2]


2. Kondisi Sosial Politik

Pengangkatan Ustman bin Affan sebagai khalifah merupakan pemilihan yang berdasarkan musyawarah. Setelah menjadi khalifah, Ustman mangambil banyak langkah dimana merupakan sebagai bentuk realisasi tugas kekhalifaannya.

Pada masa pemerintahan Ustman, dibagi menjadi 2 periode yaitu periode dimana enam tahun pertama kepemimpinannya pada tahun 23-29 H merupakan pemerintahan yang baik. Sedangakan enam tahun kedua pada tahun 30-35 H merupakan pemerintahan yang banyak mengalami kekacauan. [3]

Pada enam tahun pertama kepemimpinan pemerintahan Ustman bin Affan banyak meraih keberhasilan antara lain dapat menumpas pemberontakan yang diambil melalui kesempatan wafatnya Ummar bin Khattab, berhasi memperluas daer kekuasaan islam hingga ke Tripoli, Trabistan, Haran kabul, dan beberapa daerah lainnya. Serta dapat menaklukkan penduduk Cyprus di bawah kekuasaan Islam.

Setelah enam tahun keberhasilan yang dicapai , mulai timbullah masalah yang berawal dari Ustman bin Affan yang mengangkat sanak keluarganya untuk menjadi seorang gubernur di daerah kekuasaan-kekuasaan islam. Para gubernur sebelumnya yang diangkat oleh Ummar bin Khattab, yang terkenal sebagai orang yang tidah mementingkan keluarganya telah digantikan oleh Ustman bin Affan yang berasal dari keluarga dekatnya. [4]

Dari situlah timbul pemikiran bahwa Ustman tidak dapat mengendalika pengaruh dari keluarganya sehingga banyak keluarga terdekatnya yang dijadikan sebagai gubernur. Tetapi dilain pihak mencermikan bahwa kasih sayang Ustman terhadap keluarganya sangatlah besar, dan itu merupakan suatu bentuk kesalehan dalam diri beliau. [5]

3. Pemberontakan Dalam Negeri

Munculnya pemberontakan dimulai dari gerakan-gerakan protes di berbagai wilayah kekuasaan islam akibat dari ketidakpuasan masyarakat dalam kebijakan-kebijaan Ustman dibidang politik, serta pengelolahan kekayaan yang secara tidak adil.Gerakan protes tersebut menjadi semakin keras karena tidak ada perubahan sikap dan kebijaksanaan yang diperlihatkan oleh Ustman.

Beberapa alasan atau faktor yang menyebabkan munculnya pemberontaan terhadap Ustman antara lain:

a. Cara yang digunakan dalam pengangkatan pejabat pemerintahan terhadap sejumlah kerabat dekat dari Ustman yaitu bani Umayyah.

b. Rakyat Madinah semakin banyak yang kehilangan posisi dan jabatan dalam pemerintahan yang digantikan oleh bani Umayyah.

c. Penggantian sekertaris negara Zaid Ibn Tsabit dengan Marwan Ibn Hakam yang adalah keponakan dari Ustman.

d. Ustman yang terlalu percaya kepada Marwan dan kurang tegasnya dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada.

Dari fator-faktor yang ada menunjukkan bahwa Ustman menganut Nepotismes,sampai menyebar luas ke berbagai daerah sehingga timbul pemberontaka-pemberontakan seperti di Khufah pada tahun 655 M dan di Mesir pada tahun 656 M. [6]

4. Tuduhan Nepotisme

Tuduhan yang dilancarkan kepada Ustman mengenai nepotismenya, yaitu pengangkatan kaum kerabatnya :

a. Mu'awiyah. Gubernur Siria, ia merupakan kerabat dekat Ustman, akan tetapi pengangkatannya dilakukan pada masa pemerintahan Umar dan Ustman hanya bersifat meneruskan saja.

b. Sa'ad. Penakluk Persia pada saat itu yang mengangkat adalah Umar, dan ada beberapa keluhan sehingga diganti oleh Mughirah.

c. Pengangkatan Walid bin Aqabah pada masa awal pemerintahannya ketika dia bebas dari semua tuduhan itu.

Setelah enam tahun terakhir dalam usianya yang semakin lanjut, Ustman tunduk kepada kaum kerabatnya Bani Umayyah. Jalannya pemerintahan ia serahkan kepada pimpinan mereka, Marwan bin al-Hakam, dan inilah yang mengangkat orang-orang Bani Umayyah sebagai para pejabat tinggi dan para penguasa negara. [7]

5. Ekspansi Daerah Kekuasaan

Utsman bin Affan menjabat sebagai khalifah semenjak 23-35 H atau 644-656 Masehi. Ia merupakan khalifah yang memerintah paling lama, yaitu 12 tahun. Dari segi politik, Utsman merupakan khalifah yang paling banyak melakukan perluasan daerah (ekspansi). Hal ini sebanding dengan lamanya ia menjabat sebagai khalifah. Pada masanya, Islam telah berkembang di Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, dan Tabaristan.

Selain banyak melakukan perluasan daerah, dari segi politik, Utsman adalah khalifah pertama yang membangun angkatan laut. Alasan pembuatan angkatan laut tersebut masih berhubungan dengan keinginan untuk memperluas daerah Islam. Karena untuk mencapai daerah-daerah yang akan ditaklukkan harus melalui perairan, Utsman berinisiatif untuk membentuk angkatan laut. Selain itu, pada saat itu banyak terjadi serangan-serangan dari laut. Hal ini semakin memperkuat alasan untuk membentuk angkatan laut dan memberikan kepercayaan tersebut kepada Muawiyah bin Abi Sofyan. [8]

B. Ali bin Abi Thalib

1. Biografi

Ali bin Abi Thalib memiliki nama lengkap Ali bin Abi Thalib bin Abdul MuThalib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Quasy bin Khalib Al-Quraisy. Beliau lahir 10 tahun sebelum kerasulan Nabi Muhamad SAW di kota Makkah. Ali merupakan sepupu Nabi dari pamannya Abi Thalib yang dipungut oleh Nabi sebagai rasa terima kasih kepada Abi Thalib yang sudah merawat Nabi. [9]

Ali bin Abi Thalib adalah khalifah rasyid yang keempat. Keutamaan dan keistimewaannya adalah sesuatu yang tidak diragukan lagi kecuali oleh orang-orang Khawarij (Ibnu Muljam dan komplotannya) yang lancang memerangi bahkan menumpahkan darahnya.

Berbeda dengan tiga khalifah sebelumnya, dimana sebagian orang terjebak dalam kesalahan dengan merendahkan kedudukan mereka, Ali bin Abi Thalib sebaliknya, orang-orang terjebak dalam kekeliruan, penyimpangan dan kesesatan bahkan kekufuran karena berlebih-lebihan dalam mengagungkannya. Sebagaimana Abdullah bin Saba dan orang-orang yang mengikutinya. [10]

2. Prosess Bai'at Sebagai Khalifah

Ali bin Abi Thalib dijadikan sebagai khalifah ke empat setelah wafatnya Ustman bin Affan, pada tanggal 17 Juni 645 M di masjid Nabawi. Banyak permasalahan ketika pembai'atan Ali sebagai khalifah. Banyak orang-orang yang mendukung dan banyak juga yang tidak setuju melainkan pada akhirya terpaksa menerima Ali sebagai khalifah. [11]

Orang-orang Mesir ingin menunjuk Ali bin Abi Thalib. Tetapi Ali tidak menyetujui permintaan mereka dan bahkan Ali berusaha menjauhi mereka. Orang-orang Basrah berkeinginan agar Talhah bin Ubaidillah untuk menjadi khalifah. Mereka mencari-cari Talhah, akan tetapi mereka tidak menjumpainya. Orang-orang Kufah menginginkan agar Zubair bin Awam yang menjadi khalifah. Tetapi Zubair pun menyembunyikan dirinya dan tidak setuju dengan tawaran mereka.

Orang-orang Basrah tidak mau mengikuti keinginan orang-orang Mesir. Yang memimpin kondisi saat itu di kota Madinah adalah Al-Ghafiqi bin Harb. Tatkala tidak ada satupun sahabat yang enggan diangkat untuk menjadi khalifah maka dengan terpaksa pula Ali mau menjadi khalifah. [12]

3. Proses Perang Melawan Mu'awiyah bin Abu Sufyan

Setelah Utsman terbunuh, para sahabat sepakat untuk menghukum qishash pelaku pembunuhan Utsman. Namun, mereka terbagi tiga kelompok. Permasalahan Ali-Muawiyah adalah perbedaan cara qishash ini. Muawiyah sendiri tidak mengklaim bahwa dirinya khalifah umat Islam dan tidak berniat merebut kekhalifahan. Hanya saja ia dan penduduk Syam tidak mau mem baiat kepada Ali karena permasalahan terbunuhnya Utsman tersebut.

Muawiyah pernah ditanya, "Apakah kau penentang Ali?"

Muawiyah menjawab, "Tidak demi Allah. Sesungguhnya aku benar-benar mengetahui bahwa dia lebih utama dariku dan lebih berhak memegang khilafah dariku. Akan tetapi, sebagaimana yang kalian ketahui bahwa Utsman dibunuh dalam keadaan teraniaya dan aku, sepupu Utsman, akan menuntut darahnya. Datanglah kepada Ali dan katakan, 'serahkan para pembunuh Utsman kepadaku dan aku akan tunduk kepadanya"

Orang-orang segera menemui Ali dan mengatakan perkataan Muawiyah, tetapi Ali tidak mengabulkannya . [13]

Karena situasi makin memanas, akhirnya terjadilah Perang Jamal dan Perang Shiffin antara kubu Ali dan Muawiyah. Tebunuhnya Ammar bin Yasir menjadi kunci selesainya perang ini karena Nabi Muhammad pernah mengabarkan bahwa yang membunuh Ammar adalah kelompok pembangkang.

Terbunuhnya Ammar membuat kedua kelompok terguncang dan sepakat untuk berdamai. Mereka juga mengkhawatirkan perbatasan yang sedang lemah dan kapan saja bisa diserang oleh Persia dan Byzantium . Perjanjian damai ini dibuat berdasarkan Al-Quran dan Sunnah dengan kedua hakimnya adalah Amr bin Ash dan Abu Musa al-Asy'ari . Tidak seperti kabar yang terkenal, Amr bin Ash tidak memakzulkan Ali. [14]

4. Proses Perang Melawan Aisyah, Thahlah, dan Zubair

Setelah ali menjadi khalifah, ali membuat kebijakan-kebijakan baru diantaranya mengganti kepala daerah angkatan Ustman dengan kepala baru dan pejabat lama diwajibkan untuk kembali ke Madinah. Setra mengambi kembali tanah yang pernah diberikan oleh Ustman kepada keluarga dan kerabatnya. Akibat dari kebijakan Ali tersebut Ali mendapat tantangan dari bani Umayyah dan mengokohkan barisan melawan Ali. Perlawanan terhadap Ali bermulaia dari Aisyah, Thalhah, dan Zubair. Pada saat Aisyah kembali ke Makkah ia didatangi oleh Thalhah dan Zubair. Banyak pula orang-orang bani Umayyah yang datang untuk bergabung akan menuntut kematian Ustman. [15]

Seluruh anggota dari Aisyah, Thalhah, dan Zubair disuruh Aisyah untuk berkumpul dan beratu menuju Basrah, dan di Syiria para tentara yang dipimpin Mu'awiyah siap menyerang ali.

Setelah Ali mengetahuai hal ini maka ia memerintahkan tentaranya untuk menuju Basrah. Terjadilah perang anatara pihak Ali dan pihak Aisyah yang bernama perang Jamal (unta), dikarenakan Aisyah mengendarai unta ketita memimpin perang melawan pasukan Ali. Perang ini berakhir dengan kemenangan pasukan Ali dan Aisyah, Thalhah, dan Zubair telah kalah. Setelah perang berakhir masyarakat kembali mengakui kekhalifaan Ali bin Abi Thalib. [16]

5. Kemajuan dan Ekspansi

Beberapa kemajuan yang dapat dilakukan oleh Ali saat kekhalifaannya antara lain:

a. Menegakkan hukum finansial yang dinilai nepotisme yang hampir menguasai seluruh sektor bisnis.

b. Memecat Gubernur yang diangkat Usman bin Affan dan menggantinya dengan gubernur yang baru.

c. Mengambil kembali tanah-tanah negara yang dibagi-bagikan Usman bin Affan kepada keluarganya, seperti hibah dan pemberian yang tidak diketahui alasannya secara jelas dan memfungsikan kembali baitul maal.

Meskipun dalam pemerintahan Ali perluasan Islam yang dilakukan sedikit mengalami kendala yaitu hanya memperkuat wilayah Islam di daerah pesisir Arab dan masih tetap peranan penting negara Islam di daerah yang telah ditaklukkan Abu Bakar di daerah Yaman, Oman, Bahrain, Iran Bagian Selatan. Umar bin Khattab di Persia, Syiria, Pantai Timur Laut Tengah dan Mesir. Serta pada masa Ustman di Sijistan, Khurasa, Azarbaijan, Armenia hingga Georgia. [17]



[1] Ah. Zakki Fu'ad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015) h. 81.

[2] Ahmad Syalabi, Mausu'at al-Tarikh al-hlamy wa al-Hadarat al-Islamiyah, h. 27 dalan jurnal http://repositori.uin-alauddin.ac.id/1738/1/Muhammad%20Arif.pdf

[3] Ah. Zakki Fu'ad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015) h. 82.

[4] Ah. Zakki Fu'ad, Sejarah Peradaban Islam, h. 83.

[5] Ah. Zakki Fu'ad, Sejarah Peradaban Islam, h. 84.

[6] Ah. Zakki Fu'ad, Sejarah Peradaban Islam, h. 86-87.

[7] Ahmad Amin, Islam dari Masa ke Masa,(Jakarta: P.T. Remaja Rosdakarya, 1987), h. 87

[8] journal.uinsgd.ac.id/index.php/jurnal-tarbiya/article/view/136

Diakses pada tanggal 3 Oktober 2018 pada jam 16.14

[9] Ah. Zakki Fu'ad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015), h. 94-95

[10] https://id.wikipedia.org/wiki/Ali_bin_Abi_Thalib , diakses pada tanggal 3 Oktober 2018 pada jam 16.25

[11] Zakki Fu'ad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015), h. 96.

[12] journal.uinsgd.ac.id/index.php/jurnal-tarbiya/article/view/136

Diakses pada tanggal 3 Oktober 2018 pada jam 16.42

[13] Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Muawiyah bin Abu Sufyan. h.168-171. dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Muawiyah_bin_Abu_Sufyan , diakses pada tanggal 3 Oktober 2018 pada jam 17.40

[14] Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Muawiyah bin Abu Sufyan, h. 224-259.

[15] Ah. Zakki Fu'ad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015), h. 104.

[16] Ah. Zakki Fu'ad, Sejarah Peradaban Islam, h.105.

[17] Hasan As'ari, Menguak Syarah Mencari Ibrah, (Bandung:Citapustaka Media, 2006, ), h. 253.


Download Link




Download File Khulafa ar-Rasyidin (Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib) (Format Docx.)
*Note !! : Format penulisan dalam file telah diatur berdasarkan ketentuan yang berlaku




Gunakan Tampilan : Mode Desktop | Mode Desktop