Utsman bin Affan .
1. Biografi
Utsman ibnu 'Affan ibnu Abil Ash Umaiyah adalah khulafaur ketiga, dipilih melalui permusyawarahan para sahabat. Nasabnya dari Rasulullah pada Abdu Manaf. Ibunya adalah Arwa binti Kuraiz. Utsman lahir di Makkah pada 574 M dari golongan Bani Umayyah. Memiliki sifat serta kepribadian yang lemah lembut, tutur kata baik, dan pemalu. Rasulullah menggambarkan Utsman bin Affan sebagai pribadi yang jujur, dan rendah hati.
Memeluk Islam atas ajakan Abu Bakar Ash Shidiq, termasuk ke dalam golongan Assabiqunal Awwalun (orang yang pertama masuk islam). Sebelum dan sesudah agama Islam itu datang, beliau adalah pedagang besar yang terkenal akan hartanya. Sangat dermawan dengan hartanya digunakan untuk kepentingan Islam.
Utsman Bin Affan mendapatkan gelar Dzun Nurain (pemilik dua cahaya), julukan ini didapat karena telah menikahi dua putri Rasulullah, yaitu Ruqayyah dan Ummu Kultsum.
Utsman bin Affan adalah seorang laki- laki yang tidak tinggi dan tidak pula pendek. Memiliki kulit yang lembut dan jenggot yang tebal dan kekuning- kuningan. Tulangnya besar, bahunya lebar, rambut kepalanya lebat dan kriting, ujung rambutnya dibawah telinga, dan tampan. Riwayat paling kuat adalah beliau memiliki warna kulit yang putih. Namun ada riwayat lain yang mengatakan bahwa kulit beliau berwarna coklat.
2. Kondisi sosial politik, nepotisme,dan ekspansi.
Utsman bin Affan adalah khalifah yang di pilih melalui musyawarah mufakat. Banyak misi yang diambil sebagai perwujudan realisasi tugasnya. Masa pemerintahannya terbagi menjadi dua periode, pertama (23-29 H) merupakan pemerintahan yang baik, periode kedua (30-35 H) merupakan pemerintahan yang dipenuhi kekacauan.
Keberhasilan yang diraih Utsman dalam masa pemerintahan pertamanya adalah menumpas pemberontakan yang menggunakan kesempatan atas wafatnya Umar. Juga berhasil melakukan perluasan wilayah yang menyebar hingga Tripoli, Tabristan, Harah, Kabul dan beberapa daerah lain. Perluasan daerah ini hingga mencapai area laut dengan mengerahkan angkatan laut yang di pimim Mu'awiyah bin Abi Sufyan (28 H) dan dapat menaklukan penduduk Cyprus di bawah kekuasaan islam.
Sedangkan periode kedua adalah masa kekacauan. Ia mengambil kebijakan dalam bidang politik dengan menjadikan kerabat dekat menjadi gubernur karenanya ia disebut sebagai nepotis. Penyalagunaan jabatan untuk memberi pekerjaan bagi kerabat dekat yang akhirnya menutup kesempatan bagi orang lain untuk mendapatkan pekerjaan tersebut. Pada masalah pengelolahan uang negara serta kebijakan lain menimbulkan konflik di masyarakat.
Gaya kepemimpinan Utsman yang lunak dan terkenal akan kesabarannya. Sedangkan rakyat sudah terbiasa dengan gaya kepemimpinan Umar bin Khattab yang terkenal radikal dan kedisiplinanya. Utsman di pandang sebagai pemimpin lemah dan tidak sanggup menentang kerabatnya yang kaya serta berpengaruh. Ia mengangkat kerabat dekat menjadi gubernur-gubernur di daerah-daerah yang tunduk pada kekuasaan Islam. Gubernur yang sebelumnya diangkat oleh Umar bin Khattab di lengserkan olehnya dan digantikan dengan kerabat dekatnya, antara lain: Ali Mughirah Ibnu Syu'bah dari Kufah diganti Abdullah Ibnu Sa'ad Ibn Waqash, Saad diganti Al Walid Ibnu Uqbah bin Abi Muaith, Amr bin Ash dari Mesir diganti Abdullah Ibnu Sa'ad Ibnu Abi Sarah, Abu Musa Al Asy'ari dari Bashrah diganti Abdullah Ibn Amir. [1] Selain itu jabatan penting dalam susunan administrasi yang dipegang Zaid Ibnu Tsabit tergantikan oleh Marwan Ibnu Hakam. [2]
Pengangkatan Marwan sebagai sekretaris negara kurang disetujui masyarakat karena sifatnya yang rakus dan suka mengkonsolidasi keluarga Umayyah di dalam kekhalifahan serta sering menolak kedudukan Bani Hasyim dalam pemerintahan, mengakibatkan muncul sifat anti-pati terhadap Utsman.
Gaya kepemimpinan Utsman yang tidak tegas seperti Abu Bakar dan tidak memiliki keberanian moral yang radikal seperti Umar. Sikap kasih sayang terhadap kerabat dekatnya di lain pihak menimbulkan kemalangan bagi dirinya sendiri. Dari segi ekonomi keluarga Utsman masih ada yang tergolong miskin dan membutuhkan. Namun secara politik keluarga Utsman termasuk kelompok ariskotrat di Makkah selama 20 tahun menghina, menganiaya, dan berperang melawan Rasuullah serta pengikutnya. Pada masa pemerintahannya, Utsman membagikan harta Baitul Mal sehingga pada suatu waktu Baitul Mal tidal sanggup memenuhi biaya perang, biaya administrasi pemerintahan, serta kebutuhan khalifah dan para pejabatnya. Akhirnya diambillah kebijakan wajib membayar pajak, kharaj, jizyah, dan zakat.
Dalam bidang migrasi Utsman berbeda dengan pemimpin sebelumnya yang melarang para sahabat Nabi terkemuka meninggalkan Hijaz untuk menuju ke berbagai daerah dan menahan mereka untuk tetap tinggal di Madinah, untuk menghindarkan mereka dari berbagai percobaan yang dapat merosotkan martabat mereka. Utsman menghapuskan kebijakan tersebut dan membiarkan para sahabat meninggalkan Madinah. Di tempat itu, mereka menjadi pemimpin dari golongan dan mudah mendapat kekayaan. [3]
3. Pemberontakan dalam negeri.
Protes keras rakyat timbul karena kebijakan Utsman dalam bidang politik, pengelolahan kekayaan negara dengan tidak adil merupakan sumber. Sehingga gerakan protes muncul di berbagai wilayah kekuasaan Islam. Awalnya gerakan protes dilakukan dengan cara lunak, kemudian berubah menjadi tajam dan keras setelah Utsman tidak menunjukkan perubahan dalam sikap dan kebijakan politik yang di pandang tidak adil di kalangan masyarakat. Banyak faktor terjadinya pemberontakan, namun yang lebih dominan adalah kebijaksanaan Utsman yang merugikan umat Islam secara umum, pada masalah pendayagunaan keuangan negara.
Masyarakat juga tidak senang pada penguasa yang diangkat Utsman. Pemberontakan dengan cepat menjalar ke berbagi daerah sehingga terjadi di Kuffah pada 655 M dan Mesir 656 M. Propaganda yang membuat rakyat semakin benci terhadap Utsman adalah karena Rasulullah telah berwasiat agar menunjuk Ali dan dikatakan bahwa Utsman telah merebut hak kekhalifaan dari tangan Ali hal yang tak sejalan dengan konsep Wishayah.
Puncak kebencian ditandai dengan keberangkatan 600 orang kaum muslimin Mesir menuju Madinah di dalam perjalanan mereka bertemu dengan kafilah lain yang berasal dari Bashrah dan Kuffah. Setelah menyampaikan keluhannya, Utsman berhasil memberikan pengertian kepada kafilah Bashrah dan Kuffah. Sedangkan kepada pemberotak, Utsman memberi janji untuk mengganti Abdullah Ibn Sa'ad yang menjabat sebagai gubernur dengan Muhammad Ibn Abi Bakar.
Namun di tengah perjalanan pulang, mereka mendapati sepucuk surat berstempel khalifah yang berisi memerintahkan kepada Abdullah Ibn Sa'ad (Gubernur) untuk membunuh kafilah ini samai Mesir. [4]
Saat itu juga kafilah Mesir kembali ke Madinah untuk meminta pertanggungjawaban Utsman mengenai isi surat tersebut. Beliau mengatakan tidak tahu menahu perihal surat tersebut. Ternyata surat tersebut ditulis oleh Marwan Ibn Hakam tanpa sepengatahuan Utsman. Ketika Utsman diminta menyerahka Marwan Ibn Hakam kepada kaum pemberontak, Utsman menolak. Oleh karena itu, kaum pemberontak mengepung rumah Utsman, yang ternyata telah ditinggalkan oleh sanak keluarganya.
Ali dan dua putranya, Hasan dan Husen beserta kawan-kawannya berusaha membendung tindakan kaum pemberontak, namun jumlah mereka kalah dengan jumlah kaum pemberotak yang cukup besar dengan sikap brutalnya. Maka, pemberontak berhasil memasuki rumah Utsman dan berhasil membunuh Utsman yang sedang dalam keadaan membaca Al-Qur'an pada tanggal 17 Juni 656 M. [5]
Dapat diambil kesimpulan bahwa pada periode pertama masa pemerintahannya ia berhasil memperluas wilayah Islam hingga ke beberapa wilayah bahkan hingga wilayah laut, juga memperluas Masjidil Haram dan Masjiid Nabawi dikarenakan mulai banyaknya orang yang melakukan ibadah haji. Keadaan sosial pada masa itu terbilang cukup kondusif karena Utsman masih belum seberapa terpengaruh kerabat dekatnya.
Sedangkan pada periode kedua kepemimpiannya, ketidak sukaan rakyat terhadap kepemimpinan Utsman mulai nampak dikarenakan beliau mengangkat para pejabat dari kalangan kerabatnya dan cenderung lebih mementingkan urusan keluarganya. Utsman tidak mampu mengendalikan pengaruh keluarga dan disebut tidak tegas dan disebut melakukan nepotisme. Utsman juga melakukan penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan memberikan tunjangan pada para kerabat yang menjadi pejabat dan untuk memenuhi kepentingan sendiri. Sehingga rakyat menganggapnya boros dan senang menghambur-hamburkan uang rakyat.
Ali bin Abi Thalib.
1. Biografi
Ali adalah orang yang populer di kalangan sejarah Islam karena prestasi dan jasa-jasa yang di ukirnya selama hidup. Lahir di Makkah sekitar 13 Rajab 23 Pra-Hijrah atau 599 M. Nama lengkapnya ialah Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qusay bin Khilab Al-Quraisyi. Ibunya bernama Fatimah binti Asad bin Abdul Manaf. Ali adalah orang pertama dalam Bani Hasyim oleh karena itu sifat-sifat mulia terkumpul padanya, seperti kecerdasan, kemurahan, keberanian, dan kewibawaan. [6] Ali di rawat oleh Nabi dan di didik seperti halnya anak sendiri. Hidup bersama Nabi memberi pengaruh baik terhadap tingkah laku dan kepribadian Ali. Ali beriman saat ia masih berumur 9 tahun, dan termasuk orang pertama yang beriman dari golongan remaja dan anak-anak.
Ali merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara: Aqil dan Thalib yang masing-masing mereka berselang 10 tahun. Sedari kecil, Ali sudah di didik dengan adab dan budi pekerti Islam. Lidahnya yang amat fasih dalam berbicara, serta pengetahuan agamanya yang sangat luas.
2. Proses pembai'atan.
Setelah Utsman wafat, tujuh hari kemudian pada tanggal 24 Juni 645 M, masyarakat Islam memproklamirkan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah keempat yang bertempat di Masjid Nabawi. Pembai'atan Ali tidak semulus seperti tiga khalifah sebelumnya. Ada sebagian kecil sahabat yang menolak diangkatnya Ali sebagai khalifah, baik yang secara sembunyi-sembunyi ataupun terang-terangan. Ada pula yang awalnya begitu mendukung lalu berbalik menjadi tidak mendukung karena keinginannya yang tidak terpenuhi. Pembai'atan Ali adalah dari masyarakat umum, termasuk masyarakat yang menentang dan menjatuhkan Utsman. Rakyat Madinah didukung pasukan Mesir, Bashrah, dan Kuffah untuk memilih Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah.
Pada awalnya Ali menolak tawaran ini, tetapi atas desakan masa dan atas pertimbangan dewan keamanan negara serta kepentingan-kepentingan umat Islam, akhirnya Ali menerima tawaran tersebut walaupun dengan terpaksa. [7]
3. Perang melawan Mu'awiyah bin Abu Sufyan
Sejak Utsman menduduki periode kedua masa kepemimpinannya sedikit demi sedikit ia mulai menunjukkan sanak keluarganya untuk menduduki jabatan-jabatan penting serta memberikan keistimewaan lain kepada mereka hingga menimbulkan protes-protes dari rakyat.
Begitu Ali menduduki tampuk kepemimpinan, ia bertekad mengambil beberapa kebijakan yang berani, antara lain memberhentikan beberapa gubernur sejak pemerintahan Utsman yang dipandang sebagai penyebab timbulnya destabilitas, kekacauan dan keluhan rakyat di samping sebagai penghalang terbentuknya pemerintahan yang bersih dan berwibawa. [8]
Mu'awiyah bukan saja tidak mengakui Ali sebagai khalifah yang sah. Tetapi kemudian ia mengaku jabatan itu bagi dirinya, karena ia di dukung oleh orang-orang Syiria. Dia menggunakan alasan balas dendam atas kematian khalifah Utsman terhadap Ali. Ia memanfaatkan peristiwa pembunuhan untuk menjatuhkan nama baik Ali di mata umat Islam. Mu'awiyah mengeksploitir baju Utsman yang berlumuran darah serta jari-jari isterinya di mimbar masjid Damaskus. Dan menuntut Ali menemukan dan menghukum pembunuh Utsman. Mu'awiyah mampu menyulut kemarahan masa terhadap pembunuh Utsman, termasuk mereka yang melindungi, sekaligus mencemarkan nama baik Ali di mata rakyat. Mu'awiyah semakin mantap manakala orang-orang bani Umayyah banyak meninggalkan Madinah untuk hijrah ke Syiria. [9]
Pada dasarnya Ali menghhindari pertumpahan darah dengan pasukan Mu'awiyah, apalagi sesama kaum muslimin. Dengan mengutus Jarir bin Abdulah Al Bujali dengan sepucuk surat pada Mu'awiyah yang berisi nasehat agar patuh terhadap khalifah yang telah disepakati umat. Namun usaha Utsman selalu gagal. Karena jalan damai tak tercapai maka ia menggerakkan 50.000 prajurit untuk menumpas pemberontakan yang maju dengan pasukan besar pula. Kedua pasukan bertemu di suatu tempat bernama Shiffin di tepi barat sungai Furath. Pertempuran besar antar sesama muslim tidak bisa terbendung lagi, pasukan Ali terus mendesak pasukan Mu'awiyah hingga banyak korban berjatuhan dari kedua belah pihak, terutama Mu'awiyah yang terus terdesak mundur dan kemenangan pasukan Ali sudah di depan mata.
4. Perang melawan Thalhah, Zubair, dkk.
Setelah Ali memegang pimpinan, mulailah Ali membuat kebijakan baru. Di antara lain adalah:
a. Memecat kepala daerah angkatan Utsman. Mengganti dengan pejabat baru dan pejabat lama wajib kembali ke Madinah.
b. Mengambil kembali tanah-tanah yang dibagikan Utsman pada famili-famili dan kerabatnya tanpa jalan yang sah.
Sebenarnya tindakan ini dicegah kerabat Ali dengan maksud menunggu hingga keadaan stabil. Akibatnya Ali mendapat tantangan dari keluarga Bani Umayyah. Gerakan oposisi terhadap Ali mulai timbul, dimulai dari Aisyah, Thalhah dan Zubair. Mereka bergabung dan menuntut bela atas kematian Utsman. Dipelopori oleh kepala-kepala mereka. Seluruhnya disuruh berkumpul dan diberi seruan agar bersatu menuju Bashrah, di Syiria telah ada pasukan tentara yang dipimpin oleh Mu'awiyah dan siap menentang Ali.
Setelah mendengar kabar bahwa pasukan yang dipimpin Aisyah akan datang. Ia mengutus dua orang utusan untuk menyambut mereka di luar kota dan menanyakan maksud kedatangannya. Mereka menjawab kedatangannya untuk menuntut pembelaan terhadap pembunuh-pembunuh Utsman. Setelah mendengar hal ini, Ali mengutus bala tentaranya menuju Bashrah. Dan terjadilah perang Jamal, dikarenakan Aisyah mengendarai unta ketika memimpin pertempuran. Dalam perang ini pasukan Aisyah, Thalhah, dan Zubair dapat dikalahkan oleh pasukan Ali.
[1] Ibnu Atsir, al-Kamil fi at-Tarikh, Jilid III, (Beirut: Dar Sadr, 1965), hal. 79. Dalam buku Sejarah Peradaban Islam. Hal. 83.
[2] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, hal. 83. Diakses di diglib.uinsby pada tanggal 2 Oktober 2018.
[3] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam..... hal. 85.
[4] Jurji Zaidan, History of Islamic Civilization (New Delhi: Kitab Bayan, 1981), hal. 38. Dalam buku Ah. Zakki Fuad, Sejarah Perabadan Islam. Hal. 89. Diakses di diglib.uinsby pada tanggal 2 Oktober 2018.
[5] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, hal. 90. Diakses di diglib.uinsby pada tanggal 2 Oktober 2018.
[6] Abbas Mahmud al-Aqqad, Abqariyatul al-Imam Ali, Trj. Bustani A. Gani, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hal. 14. Dalam buku Ah. Zakki Fuad, Sejarah Perabadan Islam, hal. 94. Diakses di diglib.uinsby pada tanggal 2 Oktober 2018.
[7] Syed Mahmuddunnasir, Islam Concept.....hal. 195. Dalam buku Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, hal. 96. Diakses di diglib.uinsby pada tanggal 3 Oktober 2018.
[8] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, hal. 98. Diakses di diglib.uinsby pada tanggal 3 Oktober 2018.
[9] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Perabadan Islam..... hal. 100.
Download File ARAB PRA ISLAM - SEJARAH PERADABAN ISLAM
*Note !! : Format penulisan dalam file telah diatur berdasarkan ketentuan yang berlaku
ConversionConversion EmoticonEmoticon