DINASTI BANI UMAIYYAH
A. Pembentukan dan Asal-Usul Dinasti Umayyah
Kontroversi penggantian khalifah Ali kepada Mu'awiyah bin Abi Sufyan mengundang beberapa peristiwa pahit yang disebut dengan lembaran hitam sejarah Islam. Mu'awiyah melalui tahkim telah terangkat menjadi khalifah yang tidak resmi, sedangkan Ali turun dari kedudukan khalifah secara tidak resmi pula, sehingga terjadi dua kekuasaan khalifah, Ali di Irak dan Mu'awiyah di Damaskus. Terbunuhnya Ali digunakan menjadi titik berakhirnya kekhalifahan Bani Hasyim tersebut,namun kedudukan khalifah dijabat oleh anaknya Hasan. Kedudukan Hasan sebagai khalifah mempunyai kerapuhan disebabkan Hasan tidak punya kemampuan setara dengan Ali bin Abi Thalib.
Kelemahan Hasan ini dimanfaatkan oleh Muwiyah untuk mengamankan posisinya sebagai khalifah dengan tawaran-tawaran dan diplomasi. Akhirnya Hasan bersedia mengundurkan diri dari jabatan kekhalifaan bila Mu'awiyah mau menerima syarat-syarat yang dijanjikan. [1]
Bagi Mu'awiyah syarat-syarat seberat apapun tidak perlu dipertimbangkannya, iabersedia menjanjikan apa saja asalkan Hasan bersedia mengundurkan diri darikekhalifahan yang dituangkan dalam perjanjian. Perjanjian ini membawa dampakpositif dalam sejarah Islam dengan kembalinya umat Islam dalam satukepemimpinan. Tahun itu dikenal dalam sejarah sebagai tahun persatuan ('Am al-jama'ah).
Dengan turunnya Hasan dari kursi kekhalifahan maka Mu'awiyah naik ke tampuk kekuasaan, kekuasaan yang didambakanya, yang diperoleh melalui kekerasan, diplomasi, tipu daya dan tampa melalui suksesi suara terbanyak. Dengan demikian secara resmi berdirilah Bani Umayyah dengan khalifah yang pertama Mu'awiyah bin Abu Sufyan.
Dalam panggung sejarah Dinasti Bani Umayyah ini bertahan selama 90 tahun dengan 14 khalifah, semuanya diangkat berdasarkan keturunan Bani Umayyah. Pada masa pemerintahan Dinasti Bani Umayyah ini terkenal dengan perubahan sistem pemerintahan dari Baiat ke sistem kerajaan. Dan Mu'awiyah juga menganut kebijakan yang kuat. Perluasan kekuasaan muslim yang besar terjadi di bawah kepemimpinannya. Dia adalah organisator ulung bagi kemenangan-kemenangan Islam. [2]
Menurut Philip K. Hitti, dikuasai khalifah-khalifah dinasti bani Ummayah. Secara garis besar perlu perluasan kekuatan politik bani Umayyah meliputi tiga front yaitu: Front Asia Kecil, Front Afrika Utara dan Front Timur. Perluasan kekuatan politik bani Umayyah ini diikuti pula kemajuankemajuan di bidang kenegaraan dan peradabannya.
Berdasarkan cuplikan diatas, secara garis besar perlu perluasan kekuatan politik Bani Umayyah meliputi tiga front yaitu: Front Asia Kecil, Front Afrika Utara dan Front Timur. Perluasan kekuatan politik Bani Umayyah ini diikuti pula kemajuan-kemajuan di bidang kenegaraan dan peradabannya.
B. Peta Wilayah Bani Umayyah
Setelah Bangsa Arab sudah berada dibawah naungan Islam, satu penguasa yang sama, maka tidak ada alasan bagi bagi Bangsa Arab untuk saling memerangi satu sama lain. Maka perang ofensif adalah salah satu cara untuk mengaktualisasikan kemahiran dan kecintaan Bangsa Arab akan pertempuran. Sangat wajar jika Bani Umayyah yang mampu memanfaatkan potensi Bangsa Arab, pada akhirnya dapat memperluas wilayahnya dengan sangat mengagumkan. Ekspansi Bani Umayyah dalam rangka memperluas wilayah kekuasaan merupakan lanjutan dari ekspansi yang dilakukan oleh para pemimpin Islam sebelumnya.
Gambar I. Peta Wilayah Bani Umayyah
C. Perluasan Wilayah Islam
Perluasan daerah dan penaklukan-penaklukan baru dilaksanakan apabila stabilitas dalam negeri sudah ada dan mempunyai kekuatan. Perluasan wilayah ini banyak dilakukan oleh khalifah dinasti bani Umayyah terutama pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik,khalifah al-Wahib dan sedikit pada masa khalifah Sulaiman. Dalam masa-masa khalifah inilah terlaksana perluasan dan penaklukan yang gemilang. [3]
a. Perluasan ke Asia
Sebagai khalifah pertama Dinasti Bani Umayyah, Mu'awiyah merupakan orang yang pertama yang melanjutkan ekspansiekspansi yang telah dilakukan oleh khalifah Arrosidin. Setelah Mu'awiyah selesai memadamkan pembrontakan di dalam negeri, mulailah ia mengarahkan kembali perhatiannya mengekspansi imperium Bizantium. Pada masa Daulah Umayyah yang menjadi ibu kota pemerintahannya adalah kota Damascus di kota tersebut dekat sekali letaknya dengan batas kerajaan Bizantium.
b. Perluasan ke Afrika Utara
Ekspansi Islam selanjutnya diarahkan ke daerah pantai Afrika Utara yang dulunya takluk ke bawah kekuatan Romawi dan diperintahi oleh satuan-satuan tentara Romawi yang ditempatkan pada tempat tersebut. Penaklukan Islam ini terus berlanjut sampai ke Bargah dan Tripoli. Kaum muslimin menaklukkan Bargah dan Tripoli untuk menjaga keamanan daerah Mesir dari serangan kerajaan Bizantium. Tetapi pada akhirnya kerajaan Bizantium memperkuat kembali kubu-kubu pertahanan mereka di pantai dan mengirimkan satuan-satuan tentara yang ditempatkan di kubu-kubu tersebut. Tugas itu dipercayakan kepada Uqbah Ibnu Nafi al- Fihri.
Karena kemahiran dan keberanian Uqbah dapat mengalahkan armada Bizantium di daerah pantai, demikian pula bangsa Barbar di pedalaman maka daerah Tripoli dan Fazzan dikuasai kembali selanjutnya terus ke selatan sampai ke Sudan. Penyerbuan pada saat ini bukan dimaksud untuk mengamankan Mesir lagi tetapi menyapu bersih satuan Rumawi dan untuk memasukkan negeri-negeri itu seluruhnya ke dalam Daulah Islamiyah.
c. Ekspansi ke Barat
Terjadi pada zaman al-Walid (705-715) pasukan Islam yang dipimpin Musa Ibn Nusair dapat menaklukkan Jazair dan Maroko (89 H). Setelah dapat ditundukkannya dia mengangkat Thariq Ibn Ziad sebagai wakil pemerintahan daerah tersebut pada tahun 92 H (711 M). Perluasan dikembangkan ke Eropa, dimana Tariq menyebrangi selat antara Maroko dengan benua Eropa.Beliau mendarat di suatu tempat yang dikenal dengan namanya Gibraltar (Jabal Tariq). [4]
Tariq dan pasukannya berhasil mengalahkan Roderick, sementara Roderick mungkin melarikan diri dari peperangan atau mungkin juga mati terbunuh dalam penyerangan tersebut sehingga tidak diketahui lagi beritanya.68 Dengan keberhasilan tersebut pintu gerbang memasuki Spanyol semakin terbuka lebar,kota Toledo, Malaga, Elvira, Granada dapat dikuasai sementara Cordova jatuh ke tangan umat Islam setelah dua bulan dikepung. Selanjutnya dengan pasukan 18.000 orang Musa berhasil menaklukkan Carmona, Sidonia dan penaklukan daerah Seville yang dahulunya menjadi ibukota Spanyol. Berdasarkan gambaran di atas dapat dikatakan, bahwa kekuatan politik Dinasti Bani Umayyah meluas ke Barat dan ke Timur. Barat mencakup dari Mesir ke seluruh Afrika Utara, bahkan sampai ke Andalusia atau Spanyol Islam, dan ke daerah Timur perluasan politik sampai ke India dan perbatasan Cina. [5]
D. Kemajuan-Kemajuan Bani Umayyah
Sebagaimana yang telah diuraikan diatas ,pada zaman Dinasti Bani Umayyah, kerajaan Islam mencapai perluasan yang terbesar, merentang dari pantai-pantai lautan Atlantik dan pegunungan Pyrenia hingga sungai Indus dan perbatasan Cina, seluas hamparan yang sulit ditemukan bandingannya pada zaman dahulu dan yang tersusul pada masa kini hanya oleh kerajaan Inggris dan Rusia. Keberhasilan Dinasti Bani Umayyah ini bukan hanya di bidang perluasan kekuasaan Islam tetapi juga membawa Intonasi-intonasi di bidang politik, ekonomi, kebudayaan dan lain-lain sehingga terbukti dengan keberhasilannya dalam membangun Imperium sekaligus menempatkan dirinya sebagagi negara adi kuasa pada masanya.
1) Bidang Administrasi Pemerintahan
Pada masa Khulafa al-Rasyidin pemerintahan dapat dikatakan pemerintahan yang bersifat demokratis, sedangkan pada masa dinasti Bani Umayyah sifat demokratis tidak kelihatan lagi. Selanjutnya pada masa khulafa al-Rasyidin seperti yang dikatakan sejarawan, bahwa belum terpisah antara urusan agama dengan urusan pemerintahan.
Pada masa Dinasti Bani Umayyah mengalami penafsiran baru. Hal ini dapat dipahami karena kebanyakan Khalifah Bani Umayyah bukan orang ahli dalam soal-soal agama walaupun ada beberapa orang khalifah yang ahli soal agama tetepi masih merujuk dengan sistem yang telah dilaksanakan oleh khalifah yang pertama Mu'awiyah. Maka itu masalah keagamaan diserahkan kepada ulama yang terdiri dari Qadhi atau Hakim. Pada umumnya para Qadhi atau Hakim tersebut al-Qur'an dan Hadis Nabi sebagai sumber pertama. [6]
Kemudian dalam hal administrasi pemerintahan dibentuklah beberapa Diwan (depertemen) yang terdiri dari antara lain:
a) Diwan Rasail: berfungsi mengurus surat-surat negara, Diwan ini ada dua macam (a) Sekretariat negara pusat, (b) Sekretariat propinsi.
b) Diwan al-Kharaj: Diwan ini bertugas mengurus pajak. Diwan ini dibentuk tiap propinsi yang dikepalai oleh Shahib al-Kharaj.
c) Diwan al-Barid: Diwan ini merupakan badan intelijen yang bertugas sebagai penyampai rahasia daerah pada pemerintahan pusat.
d) Diwan al-Khatam. Mu'awiyah merupakan orang perama yang mendirikan Diwan Khatam ini sebagai departemen pencatatan. Setiap peraturan yang dikeluarkan khalifah harus disalin dalam suatu register, kemudian yang asli harus di segel dan dikirim ke alamat yang dituju. [7]
2) Bidang Ekonomi
Berbicara tentang kondisi ekonomi pada masa Dinasti Bani Umayyah, keberadaan Baitul Mal merupakan bukti adanya perkembangan ekonomi pada masa itu. Eksistensi Baitul mal pada masa Dinasti Bani Umayyah sangat berperan sekali di sebabkan penaklukkan yang di lakukan sangat luas sekali, ke Barat sampai ke Afrika Utara Andalusia dan ke timur sampai ke India dan ke perbatasan Cina. Daerah yang ditaklukkan ini terkenal dengan kekayaan dan kesuburan tanahnya.
Khalifah dan para pejabat Negara serta militer waktu itu banyak memperoleh harta rampasan perang dan tanah-tanah yang subur dari tuan-tuan tanah besar Bizantium yang telah melarikan diri bersama tentara kerajaan yang telah dilumpuhkan. Pemerintahan memperoleh pajak-pajak dari daerah-daerah yang ditaklukkan tersebut. Pemasukan keuangan negara berupa Kharaj, Jizyah, Usyur , zakat dan lainnya. Ada tanah diolah dengan memakai tenaga buruh dari para petani, ini termasuk sumber pemasukkan pokok keuangan negara. Sistem sewa (leases) ini ditirukan dari sistem emphyteusis dari Bizantium. [8] Sistem ini dikenal dengan sebutan qatasi dan sawafi. Cara pengelolahan sewa tanah ini diserahkan pada diwan sawafi yang telah dibentuk pada masa Bani Umayyah ini.
Melihat kondisi perekonomian yang demikian dapat dikatakan, bahwa perekonomian pada saat itu sangat baik dan maju. Hal seperti dikatakan oleh Philip K. Hitti sebagai berikut: "Suatu kenyataan yang dapat dikatakan bahwa suasana dan corak umum dari kehidupan kota Damsik dalam abad kedelapan, tidak banyak berbeda dengan kehidupan yang didapati sekarang, dapat dilihat seseorang penduduk Damsik yang berpakaian celana yang longgar, sepatu merah yang lancip dan serban yang besar, yang berjalan di lorong-lorong yang sempit dan tertutup dari atas, di sana sini dapat dilihat seseorang penduduk yang menunggangi kuda, berpakaian sutera putih yang bernam "aba" dan bersenjatakan pedang dan tumbak. Para penjual limun dan jaudah-jaudah bersitegang urat leher untuk menyaingi hingar yang disebabkan orang-orang berlalu lalang dan keledai unta yang membawa muatan berbagai hasil gurun pasir dan tanah-tanah subur. Nama Ahallah (Bani) Umayyah tersebut mengadakan suatu sistem pembagian air dalam kota Damsik, yang pada zaman itu tidak mempunyai bandingan di dunia Timur yang kini masih terpakai.
Dalam bidang peradaban islam, Bani Umayyah telah mengembangkan dengan sangat baik berbagai bidang ilmu pengetahuan. Baik itu pengetahuan dalam bidang ke islaman bahkan dalam bidang lmu pengetahuan sekalipun. Ilmu - ilmu tersebut dikembangkan dan diperluas oleh Bani Umayyah dengan menggunakan bahasa Arab sebagai media Bahasa utamanya.
Menurut Jurji Zaidan, kemajuan dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan pada masa Bani Umayyah, terdapat dalam beberapa bidang. Bidang - bidang tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Pengembangan Bahasa Arab
2. Marbad Kota Pusat Kegiatan Ilmu
3. Ilmu Qiraat
4. Ilmu Tafsir
5. Ilmu Hadis
6. Ilmu Fiqih
7. Ilmu Nahwu
8. Ilmu Jughrafi dan Tarikh
9. Usaha Penerjemahan [9]
DAFTAR PUSTAKA
Fuad, Ah. Zakki, Sejarah Peradaban Islam, Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2015.
Fuad, Ah. Zakki, Sejarah Peradaban Islam, Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2016.
Mahasiswa Semester 1 PAI UINSA Surabaya, Sejarah Peradaban Islam, Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2017.
Munir, Samsul. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, 2010
[1] Philip K. Hitti, History of The Arab (New York: Macsimillian Students Press, 1977), h.191. Dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UINSA Surabaya, 2016).h.78.
[2] Carl Brockelman, History of The Islamic People ( London: 1979), hal. 75. Dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UINSA Surabaya, 2015).h.112.
[3] Ahmad salabi, Mausu'ah at-Thariq al-Islam al-Hadrati al-Islamiyah, dalam Zakki Fuad, modul Sejarah Peradaban Islam (Surabaya ; UIN Sunan Ampel Press, 2016) h.113
[4] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UINSA Surabaya, 2016).h.121.
[5] Mahasiswa Semester 1 PAI UINSA Surabaya, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya, 2017).
[6] Ali Ibrahim Hasan, Studies in Islamic History (Bandung: al-Ma'arif, 1987), hal. 42. Dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UINSA Surabaya, 2016).h. 85.
[7] Syed Mahmuddunnasir, Islam….hal. 153. Dalam Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UINSA Surabaya, 2016).h.86.
[8] Bernars Lewis, Bangsa Arab dalam Lintasan Sejarah (Jakarta: PIJ Press, 1988), hal. 61. DalamAh. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UINSA Surabaya, 2016).h. 86.
[9] Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah,2010), hal. 136.
Download File Dinasti Umaiyyah/Khilafah Bani Umaiyyah
*Note !! : Format penulisan dalam file telah diatur berdasarkan ketentuan yang berlaku