DINASTI BANI UMAYYAH
Pembentukan Bani Umayyah
Kontroversi penggantian khalifah Ali kepada Mu'awiyah bin Abi Sufyan mengundang beberapa peristiwa pahit yang disebut dengan lembaran hitam sejarah Islam. Mu'awiyah melalui tahkim telah terangkat menjadi khalifah yang tidak resmi, sedangkan Ali turun dari kedudukn khalifah secara tidak resmi pula, sehingga terjadi dua kekuasaan khalifah, Ali di Irak dan Mu'awiyah di Damaskus. Terbunuhnya Ali digunakan menjadi titik berakhirya kakhalifahan Bani Hasyim tersebut, namun kedudukan khalifah dijabat oleh anaknya Hasan. Kedududkan Hasan sebagai khalifah mempunyai kerapuhan disebabkan Hasan tidak punya kemampuan setara dengan Ali bin Abi Thalib. [1]
Muawiyah, pendiri kekhalifahan dinasti Umayyah adalah putra dari pasangan Abu Sufyan ibn Harb ibn Umayyah dan Hindun binti Utbah ibn Rabiah. Kedua orangtuanya bersambung keturunan dengan Abdu Syam ibn Abd. Manaf. Adanya nasab dari Abdu Manaf mengartikan bahwa Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ali bin Abi Thalib adalah masih dalam satu garis keturunan. [2]
Kelemahan Hasan ini dimanfaatkan oleh Muwiyah untuk mengamankan posisinya sebagai khalifah dengan tawaran-tawaran dan diplomasi. Akhirnya Hasan bersedia mengundurkan diri dari jabatan kekhalifaan bila Mu'awiyah mau menerima syarat-syarat yang dijanjikan. [3]
Jadi, dapat dipahami dari keterangan diatas bahwa penggantian kekuasaan khalifah Ali kepada Mu'awiyah yakni pendiri Dinasti Bani Umaiyyah menimbulkan kontroversi yang menyebabkan beberapa peristiwa pahit dalam lembaran sejarah Isalm. Awal kepemimpinan Mu'awiyah adalah pada masa kekhalifahan Umar. Ia diangkat menjadi walikota Damsyik oleh khalifah Umar. Kemudian pada masa kekhalifahan Usman Mu'awiyah diangkat menjadi gubernur Syiria dan juga diberi keistimewaan oleh khalifah Usman selama 12 tahun untuk memimpin kawasan Syiria. Sehingga Mu'awiyah mempunyai pengaruh yang sangat kuat di daerah kekuasaannya, ditambah kepiawaiannya dalam memerintah dan mengambil simpati rakyat.
Setelah Usman wafat, masyarakat Islam membai'at Ali menjadi khalifah yang menimbulkan beberapa kontroversi antara para Sahabat Nabi. Dalam tampuk kekuasaan Ali, ia bertekad mengambil beberapa kebijakan yang berani, antara lain menggantikan posisi beberapa gubernur sejak masa pemerintahan Usman yang pada masa pemeritahannya banyak diduduki oleh sanak keluarganya, sehingga menjadi penyebab timbulya destabilitas kekhalifahan. Pejabat pemerintahan yang diberhentikan Ali ada yang tidak mengindahkan, bahkan menentang kebijakan tersebut, diantaranya adalah Mu'wiyan bin Abi Sufyan, gubernur Syiria, yang tidak mau menerima keputusan tersebut dan ia tidak mau mengakui Ali sebagai khalifah yang sah. Kemudian menimbulkan pemberontakan yang dipimpin olah Mu'awiyah terhadap khalifah Ali yang tidak bisa dicegah dengan jalan damai, sehingga Ali mengirim 50.000 prajurit untuk menumpas pemberontakan yang dipimpin Mu'awiyah.
Pada tahun 37 H pertempuran besar antar sesama muslim tidak bisa terelakkan lagi. Pasukan Ali terus mendesak pasukan Mu'awiyah, sehingga banyak berjatuhan korban terutama dari pihak pasukan Mu'awiyah. Pasukan Mu'awiyah terus terdesak yang nyaris saja diambang kekalahan.
Melihat situasi seperti itu, Mu'awiyah, atas inisiatif Amr bin Ash memerintahkan pasukannya untuk mengikat Al Qur'an diujung tombak agar peperangan diselesaikan menurut Al Qur'an yang dikenal dengan peristiwa tahkim. Pada dasarnya Ali menyadari bahwa semua itu hanya tipu muslihat belaka. Ali berniat untuk melanjutkan pertempuran, akan tetapi sebagian prajuritnya menghendaki agar Ali menerima ajakan damai tersebut.
Akhirnya pertempuran antar dua kubu berhenti, dan diputuskan untuk mengirim salah satu wakil dari kedua belah pihak agar menjadi penengah dari pertikaian tersebut. Pihak Mu'awiyah mengirim Amr bin Ash sedangka dari pihak Ali mengirim Abu Musa Al-Asy'ari. Dari kedua perwakilan itu mengajukan calon pengganti masing-masing, tetapi tidak terdapat kesepakatan antar keduanya. Lalu Abu Musa menurunkan Ali untuk pertama kali sebagai khalifah akan tetapi, Amr bin Ash melakukan sebaliknya, tidak menurunkan Mu'awiyah justru mengangkatnya menjadi khalifah, karena Ali telah diturunkan oleh Abu Musa Al-Asy'ari. Cara penyelesaian yang seperti ini sangat merugikan pihak Ali dan menguntungkan bagi pihak Mu'awiyah. Bukan hanya itu saja tetapi juga menimbulkan perpecahan dalam pasukan Ali, yaitu Syi'ah(pendukung Ali) dan Khawarij(penentang Ali).
Setelah Ali wafat, Hasan bin Ali diangkat menjadi khalifah oleh pendukungnya, namun kedudukan Hasan sebagai khalifah mempunyai kerapuhan. keadaan seperti ini dimanfaatkan oleh Mu,awiyah untuk mendapatkan posisi sebagai khalifah dengan tawaran-tawaran dan diplomasi. Akhirnya Hasan setuju untuk mengundurkan diri jika M'awiyah mau menerima syarat yang dijanjikan. Dengan begitu turunlah Hasan dari kekhalifahan dan Mu'awiyah diangkat menjadi khalifah yang diperoleh dengan tipu daya dan tanpa adanya suksesi suara teranyak. Demikianlah Dinasti Bani Umayyah resmi berdiri dengan khalifah pertama yaitu, Mu'awiyah bin Abi sufyan.
Dinasti bani Umayyah yang didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan merupakan Kekhalifahan Islam setelah masa Khulafaur Rasyidin, penamaan bani Umayyah sendiri diambil dari nama Umayyah bin 'Abd asy-Syams yang merupakan kakek buyut khalifah pendirinya. [4]
Dinasti Bani Umayyah bertahan selama 90 tahun lamanya dengan 14 khalifah. Pada masa pemerintahan Dinasti Bani Umayyah merubah sistem pemerintahan yang asalnya bersifat demokrasi ke sistem kerajaan. Mu'awiyah juga mempunyai pengaruh dan kebijakan yang sangat kuat dalam memimpin kekhalifahan. Dan pada masa ini terjadilah perluasan wilayah muslim dari Asia, Afrika, dan juga Eropa.
Perluasan Wilayah Islam
Perluasan daerah dan penaklukkan-penaklukkan baru dilaksanakan apabila stabilitas dalam negeri sudah ada dan mempunyai kekuatan. Perluasan wilayah ini banyak dilakukan oleh khalifah Dinasti Bani Umayyah terutamapada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik, khalifah al-Wahib dan sedikit pada masa khalifah Sulaiman. Dalam masa-masa khalifah inilah terlaksana perluasan dan penaklukan yang gemilang.
Gerakan perluasan kekuatan politik yang dilakukan Dinasti Bani Umayyah ini meliputi tiga front yang terpenting, yaitu:
1. Front Asia Kecil yaitu pertempuran melawan bangsa Romawi di Asia Kecil, termasuk padannya pengepungan terhadap Konstatinopel dan penyerangan beberapa pulau di laut tengah.
2. Front Afrika Utara, front ini sampai ke Pantai Atlantik, kemudian menyeberang ke Selat Jabal Tariq dan sampai ke Spanyol, kedua front ini dinamakan Front Barat.
3. Front Barat, front ini meluas dan terbagi kepada dua cabang yang satu menuju ke utara ke daerah-daerah di seberang sungai Jihun. Kemudian cabang kedua menu ke selatan meliputi daerah Sind. [5]
Jadi menurut pemaparan paragraph diatas bisa kita pahami bahwa, perluasan Daulah Bani Umayyah ada empat front, yaitu:
a. Front Asia Kecil
Khalifah pertama Dinasti Bani Umayyah yang melanjutkan perluasan wilayah Islam sebagaimana yang dilakukan para khalifah sebelumnya adalah Mu'awiyah bin Abi Sufyan. Pada masa ini pusat pemerintahan Bani Umayyah adalah kota Damaskus dikarenakan letak kota ini dekat dengan batas kerajaan Bizantium. Ekspansi pada pemerintahan Mu'awiyah dilakukan setelah berhasil memadamkan pemberontakan di dalam Negeri.
Sebelum Dinasti Umayyah berdiri banyak terjadinya kekacauan yang disebabkan oleh pasukan Romawi dengan merebut kembali wilayah-wilayah yang telah ditaklukkan oleh umat Islam. Salah satunya adalah daerah Armenia. Untuk merebut kembali wilayah yang di taklukkan oleh pasukan Romawi, Mu'awiyah memulai penyerangan dengan mempersiapkan armada laut yang terdiri dari 1700 kapal sehingga ia berhasil menaklukan pulau Rhades pada tahun 53 H, kemudian pulau Sincilia dan pulau Arwad yang tidak dari kota Konstitopel.
Setelah itu Mu'awiyah bergerak untuk menguasai kota Konstitopel dengan mengerahkan armada lautnya yang lebih besar dari sebelumnya untuk mengepung kota itu dibawah pimpinan Yazid bin Mu'awiyah. Pengepungan ini berlangsung selama 7 tahun lamanya dan pasukan Yazid gagal dalam penaklukan kota Konstatinpel. Kemudian pasukan itu ditarik mundur tanpa diketahui pasti penyebab mengapa pasukan Muslim mengundurkan diri dari pengepungan kota tersebut, itu terjadi pada akhir pemerintahan Umayyah. Kemudian pada masa kekhalifahan al-Malik bin Abdul Malik timbul kembali ambisi untuk menklukan Konstatinopel akan tetapi ia juga tidak berhasil, begitu juga pada masa kekhalifahan Sulaiman, dikarenakan Leon Mar'asy berhianat dan juga menyerang balik pasukan Islam.
b. Front Timur
Panglima Qais bin Hatsam yang menjadi gubernur di wilayah Khurasan pada masa kekhalifahan Mu'awiyah banyak memperoleh kemajuan diantaranya adalah, berhasil menaklukkan wilayah Balqis, Harah dan Balkh.
Kemudian ekspansi dilanjutkan ke Ghazna, Kandahar serta daerah sekitarnya. Setelah itu pasukan Muslim menuju ke timur dan berhasil menaklukkan al-Nirun dan Dainabul. Khalifah Abdul Malik melanjutkan ekspansinya dan berhasil menguasai Bukhara, Khawarizm, Ferghana, dan Samarkand, bahkan pasukannya mengarah ke India dan berhasil menguasai Balukhistan, Sind, dan daerah Punjab sampai ke Multan.
c. Front Afrika Utara
Ekspansi selanjutnya terus mengarah ke Afrika Utara yang dulunya di kuasai oleh kerajaan Romawi sampai di daerah Bargah dan Tripoli. Penaklukkan kedua wilayah ini bertujuan untuk memperkuat keamanan daerah Mesir dari kerajaan Bizantium yang dipimpin oleh Uqbah bin Nafi al-fihri.
Uqbah yang mempunyai kemahiran dan keberanian bisa mengalahkan pasukan lawan dan berhasil menaklukan bangsa Barbar yang ada dipedalaman. Selanjutnya pasukan Uqbah bergerak ke selatan sampi ke Sudan yang bertujuan untuk menghapus bersih kekuasaan Rumawi dan menjadikan seluruh wilayah ke dalam Daulah Umayyah.
Pada masa kekhalifahan Abdul Malik di bawah pimpinan Hasan bin Nu'am al-Gassani. Ia mengerahkan pasukan yang besar untuk menyerang satuan-satuan Romawi dan berhasil menumpas pemberontakan bangsa Barbar.
d. Front Barat
Ekspansi secara besar-besaran terjadi pada masa kekhalifahan al-Walid. Pada masa ini ia melakukan ekspedisi pada tahun 711 M dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa. Setelah menaklukan Jazair dan Maroko yang dipimpin Musa bin Nusair, al-Walid mengangkat Thariq bin Ziyad sebagai wakil pemerintahan di wilayah tersebut.
Selanjutnya perluasan mengarah ke Eropa yang dipimpin Thariq bin Ziyad yng melewati selat antara Maroko dengan benua Eropa dan mendarat di gunung Gibraltar yang biasa kita kenal dengan Jabal Thariq. Disinilah merupakan rencana penaklukkan Spanyol dan menyusun siasat, tetapi sebelum melakukan penyerangan Thariq meminta tambahan pasukan kepada Musa gubernur Afrika Utara, karena ia mengetahui bahwa raja Roderich mempersiapkan pasukan yang besar sekitar 100.000 orang. Pasukan tambahan yang dikirim oleh Musa sebanyak 5000 orang, dengan begitu keseluruhan pasukan pimpinan Thariq seluruhnya sekitar 17.000 orang. Denagan pasukan yang lebih sedikit dibanding jumlah pasukan lawan, Thariq dan pasukannya berhasil mengalahkan pasukan raja Roderich.
Dengan begitu gerbang memasuki Spanyol terbuka lebar,seperti kota Toledo,Malaga, Elvira, Granada dapat dikuasai oleh pasukan Muslim. Sementara itu kota Cordova dapat dikuasai setelah dikepung selama dua bulan. Kemudian pasukan Muslim berhasil menaklukkan Carmona, Sidonia dan Seville yang dahulunya ibukota Spanyol.
Kemajuan Dinasti Umayyah
Keberhasilan Dinasti Bani Umayyah ini bukan hanya dibidang perluasan kekuasaan Islam tetapi juga membawa intonasi-intonasi di bidang politik, ekonomi, administrasi pemerintahan, kebudayan dan sains peradaban. Sehingga terbukti dengan keberhasilannya dalam membangun Imperium sekaligus menempatkan dirinya sebagai nagara adi kuasa pada masanya. [6]
Jadi pada masa ini tidak hanya perluasan wilayah saja yang berhasil tetapi ada banyak bidang-bidang yang juga berhasil sehingga pada masanya Dinasti Bani Umayah diaanggap sebagai Negara adi kuasa. Bidang-bidang kemajuan pada Dinasti Umayyah diantaranya:
1. Bidang Administrasi Pemerintahan
Sebelum adanya Dinasti Umayyah pengangkatan khalifah dilakukan secara demokrasi, tetapi pada masa ini tidak berlaku lagi. Selanjutnya khalifah harus ahli dalam urusan agama dan pemerintahan, dalam hal ini dapat dipahami karena kebanyakan khalifah Bani Umayyah tidak ahli dalam urusan agama meskipun ada beberapa khalifah yang ahli dalam urusan agama. Oleh karena itu urusan keagamaan dipasrahkan kepada Qadhi atau Hakim yang pada umumnya menggunakan al-Qur'an dan Hadis sebagai sumber utama.
Bani Umayyah Mendirikan Berbagai Departemen, terdapat empat diwan (departemen) yang berdiri pada Daulah Bani Umayyah, yaitu:
a. Diwan Rasail
Departemen ini mengurus surat-surat negara kepada gubernur dan pegawai di berbagai wilayah
b. Diwan Kharraj
Departemen ini mengurus tentang perpajakan. Dikepalai oleh Shahibul Kharraj yang bertanggung jawab langsung kepada Khalifah
c. Diwan Jund
Departemen ini mengurus tentang ketentaraan negara. Ada juga yang menyebut dengan Departemen perperangan.
d. Diwan Khatam
Departemen ini disebut juga departemen pencatat. Setiap peraturan yang dikeluarkan disalin pada sebuah register kemudian disegel dan dikirim ke berbagai wilayah [7]
2. Bidang Ekonomi
Baitul Mal merupakan bukti bahwa pada masa bani Umayyah perkembangan ekonomi terjadi. Keberadaan dari Baitul Mal ini sangat berperan dalam perekonomian sebab penaklukan yang dilakukan sangat luas sekali, arah barat sampai Afrika Utara, Andalusia, arah timur sampai India dan ke perbatasan Cina. Daerah yang ditaklukan tersebut terkenal dengan kesuburan tanah dan kekayaannya. [8]
Sehingga investasi pemerintahan didapatkan dari pajak-pajak wilayah tersebut. Tanah yang dikuasai oleh para pejabat pemerintahan diolah dengan tenaga buruh, ini merupakan sumber pokok pemasukan keuangan Negara. Sistem ini meniru apa yang pernah dilakukan oleh kerajaan Bizantium yang dikenal dengan Qatasi dan Sawafi. Cara pengelolahannya diserahkan pada Diwan Sawafi yang sangat berkembng cepat dan karena itu muncullah para borjuis islam yang dapat mempengaruhi investasi pemasukan Negara dan meningkatkan perekonomian rakyat.
Digunakannya uang sebagai alat tukar yang terbuat dari emas dan perak pertama kali dicetak pada masa kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan. Mata uang ini beda dengan kerajaan Bizantium yang mana mata uang ini dihiasi dengan khat ayat al-Quran. Percetakan uang sebagai alat tukar yang sah dikarenakan banyaknya orang-orag kaya pada masa itu.
Jadi bisa kita pahami bahwa perekonomian pada masa Dinasti Bani Umayah sangat terkenal maju dan menjadikan Daulah Islam sebagai kekuatan adi daya di masanya.
3. Bidang Sains dan Peradaban
Benih dan peradaban Islam tumbuh di masa Dinasti Bani Umayyah akan tetapi berbunga dan berbuah pad Daulh Abbasiyah. Pada masa ini banyak sekali wilayah-wilayah yang ditaklukan sehingga mempunyai kultur yang berbeda yang kemudian mempengaruhi kultur Islam di masa mendatang.
Pada masa dinasti Bani Umayyah kota yang menjadi pusat keilmuan adalah Damaskus, Kufah, Basrah, Makkah, Madinah, Mesir dan ditambah lagi dengan pusat yang baru seperti kota Kairawan, Kordoba, Granada dan yang lainnya.
Kemudian pada masa Dinasti ini mulailah penulisan Hadis, dikarenakan banyaknya beredar Hadis palsu yang menyulitkan untuk memahami al-Qur'an. Sehingga pada masa itu banyak Ulama' yang mulai mengarang kitab tentang ilmu Hadis. Diantara para Muhaddisin yang terkenal waktu itu adalah, Abu Bakar Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Abdullah bin Syihab az-Zuhry, Abdullah bin Abi Malikah, al-Auza'I Abdur Rahman bin Amr, dan Hasan Basri.
Selain ilmu pengetahuan di bidang Agama ada juga ilmu pengetahuan umum yang dikembangkan pada masa Dinasti Bani Umayyah. Seperti ilmu kedokteran, ilmu astronomi, dan lainnya dan menterjemahkan buku yang berbahasa latin ke bahasa Arab yang dulunya berkembang dari Yunani. Dan sesuatu yang paling penting dalam periode ini adalah mengalihkan bahasa catatan dari bahasa latin ke bahasa Arab dan juga pencetakan uang bertulisan Arab. Walaupun hal ini tampak seperti Arabisasi, tetapi hal ini sangat mempengaruhi perrkembangan kemajuan peradaban Umat Islam pada masa tersebut. Sehingga kemajuan ini banyak di pengaruhi oleh kultur-kultur dari daerah yang ditaklukkan Dinasti Umayyah, terutama dua negra besar yaitu Bizantium(395-1453 M) dan Persia (549 SM-641 M).
4. Bidang Politik Kenegaraan
Dalam kemajuan di bidang politik kenegaraan yang terjadi pada masa Dinasti Umayyah ada peristiwa yang menjadi titik pangkal kemajuan selanjutnya yang dikenal dengan "Tahun Persatuan Umat Islam" ('Amul Jama'ah). 'Amul jama'ah adalah bersatunya umat Islam kepada kekuasaan Mu'awiyah, sehingga peristiwa ini merupakan pembuka jalan untuk menyusun kekuasaan baru umat Islam setelah terjadi perpecahan antara Ali dan Mu'awiyah. Dan pada saat inilah Mu'awiyah dipercaya umat Islam (secara mayoritas) untuk menyebarkan Islam ke penjuru dunia. Dengan peristiwa ini Mu'awiyah berhasil mengkondisikan situasi dalam negeri dan setelah berhasil Mu'awiyah segera berusaha melakukan ekspansi dan perluasan wilayah.
Faktor Pendukung Kemajuan Dinasti Bani Umayyah
Faktor-faktor pendukung kemajuan pada Dinasti Bani Umayyah yang menjadikan Islam sebagai Negara yang adidaya pada masa itu dikarenakan ada dua faktor yaitu, internal dan eksternal.
Berikut yang menjadi faktor internal dari kemajuan Dinasti Bani Umayyah yaitu dikarenakan, sangat luasnya wilayah yang ditaklukkan. Kekuasaan yang sangat luas itu dimulai dari negeri Sind sampai ke Spanyol, yang mana pada masa kekhalifahan sebelumnya belum bisa memperluas ekspansi Islam yang sangat besar pada masa itu.
Bukan hanya perluasan wilayah saja yang menjadi faktor kemajuan Dinasti Bani Umayyah, yakni kekuatan militer yang dimilikinya. Kekuatan militer ini disebabkan adanya kombinasi antara iman dan kebiasaan berperang bagi orang Arab yang telah menjadi kebiasaan mereka, sehinga karakter ini dan dibarengi dengan hakikat berjihad dijalan Allah yang membuat pasukan militer Bani Umayyah menjadi pengaruh besar bagi ekspansi-ekspansi wilayah Islam yang sangat luas di masanya.
Adapun pengaruh kemajuan Dinasti ini juga dipengaruhi dengan faktor pembangunan ekonomi dan politik yang cukup terbilang maju. Salah satunya dalam pembangunan ekonomi dengan membangun sarana-sarana dalam sektor pertanian, transportasi, perairan dan lain-lain, juga perolehan harta rampasan perang, oleh karena itu rakyat yang dibawah kekhalifahan Bani Umayyah merasa puas dengan kinerja dan kebijakan pemerintah. Juga dalam bidang politik, Bani Umayyah adalah golongan yang ahli dalam prcaturan politik dengan menggunakan sistem politik yang memadukan antara Islam dengan bizantium Persia yang bersandar pada Chauvinism dan Militersm, sehingga menjadikan perkembangan yang pesat bagi pemerintahan Daulah Islam yang menjadi Negara Adikuasa pada zamannya.
Factor eksternal yang menjadikan Negara Islam besar pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah dikarenakan, melemahnya pengaruh dua kerajaan besar, yakni Persia dan Bizantium, akibat perang yang berkepanjangan sehingga menyebabkan kerugian besar di kedua belah pihak baik aspek militer, ekonmi, dan social. Kemudian timbullah kebencian dari daerah yang dijajah akibat tindakan yang semena-mena dari pihak pemerintah. Sehinga masuknya Islam di wilayah tersebut menjadi sebuah solusi untuk melawan kekejaman pemerintahan Bizantium.
Konflik Politik Masa Bani Umayyah
1. Perlawanan Kaum Khawarij
Sebagaimana diketahui bahwa kaum khawarij adalah pengikut-pengikut Ali bin Abu Thalib yang meninggalkan barisannya karena tidak setuju dengan sikap Ali dalam menerima tahkim sebagai jalan untuk menyelesaikan persengketaan kekhalifahan dengan Mu'awiyah bin Abi Sufyan. Menurut khawarij, tahkim itu suatu putusan yang tidak sesuai dengan Al Qur'an, sehingga orang yang mengadakan ataupun menerima tahkim tersebut berarti telah berbuat dosa dan kafir. [9]
Dari kutipan diatas kita dapat mengetahui bahwa kaum Khawarij dulunya adalah pasukan Ali yang keluar karena menolak tahkim sebagai penyelesaian persengketaan dengan Mu'awiyah. Sehingga mereka berpendapat orang yang mengadakan atau menerima tahkim itu telah melakuka dosa dan kafir.
Oleh karena itu mereka sepakat untuk membunuh 4 orang yang mempunyai peran dengan peristiwa tersebut. Salah satunya yang berhasil terbunuh oleh kaum Khawarij adalah Ali bin Abi Thalib. Walaupun berhasil membunuh Ali mereka masih belum merasa puas hingga bisa membunuh Mu'awiyah dikarenakan bencinya Khawarij terhadap Mu'awiyah yang disebabkan peristiwa tahkim.
Pelawanan kaum Khawarij terhadap Bani Umayyah dimulai oleh Farwah al-Asja'i akan tetapi bisa dilumpuhkan oleh penduduk Kufah. Perlawanan ini kemudian diteruskan dari generasi ke generasi antara lain adalah Syahib bin Yazid, Nafi' bin Al-Azrak, Qathari bin Al-Fujjah dan lain-lain. [10]
Ketika tampuk kekuasaan dipegang oleh Umar bin Abdul Aziz pemberontakan kaum Khawarij bisa diredam. Namun setelah wafat kaum Khawarij kembali melakukan perlawanan akan tetapi bisa dilumpuhkan oleh pasukan yang dipimpin Marwan bin Muhammad dan perlawanan terkhir ini dipimpin oleh Abu Hamzah Al Kharij pada tahun 129 H di kota Makkah.
2. Pembangkangan Kaum Syiah
Golongan Syiah adalah pengikut-pengikut setia Ali bin Abu Talib, yang berkeyakinan, bahwa Ali-lah sebenarnya yang harus (berhak) menggantikan Nabi Muhammad untuk menjadi Khalifah Umat Islam. Setelah beberapa masa keadaan umat Islam tenteram dalam satu kesatuan pemerintahan di bawah Dinasti Bani Umayyah, mulailah kaum Syi'ah mengadakan pemberontakan. Gerakan ini dimulai oleh Husain Ibn Ali. Oleh karena tertarik oleh bujukan-bujukan orang-orang Irak yang tidak mengikuti kekhalifahan Yazid bin Mu'awiyah pada tahun 680 H. [11]
Seperti kita ketahui sebelumnya bahwa Kaum Syi'ah adalah pengikut setia Ali bin Abi Thalib, yang beranggapan bahwa Alilah yang berhak menggantikan Rasulullah untuk menjadi Khalifah. Mereka melakukan perlawanan karena ketidak setujuan mereka terhadap kekhalifahan Yazid bin Mu'awiyah. Geakan ini dimulai oleh Husain bin Ali yang dibujuk oleh orang-orang yang tidak mau mengakui Yazid sebagai pengganti Mu'awiyah pada tahun 680 H.
Sebelum melakukan perlawanan Husain beserta keluarganya pidah dari Madinah menuju ke Kufah. Karena kekhawatiran Yazid terhadap perlawanan Husain yang akan melakukan penyerangan, maka Yazid memerintahkan Ubaidillah bin Yazid yang menjabat sebagai gubernur Kufah pada waktu itu, untuk melumpuhkan pergerakan Husain bin Ali. Untuk melakukan tugas tersebut disusunlah strategi denagn menghadang pasukan Husain yang dibawah pimpinan al-Husain bin Tarmimi, al-Hur bin Yazid dan Umar bin Sa'ad.
Dalam pertempuran tersebut Umar Ibn Sa'ad sebagai panglima pasukan Bani Umayyah dengan sombong memperlihatkan perlakuannya di luar batas kemanusiaan. Ia perintahkan pasukannya untuk menginjak-injak mayat Husain dengan kuda-kuda mereka, sehingga mayat Husain remuk dada dan punggungnya. Kepalanya di penggal dan dikirim ke Damaskus, sedangkan tubuhnya di kuburkan di karbala. Peristiwa ini membuat Husain dalam pandangan Syi'ah menjadi syahid dan Karbalah kemudian menjadi tempat suci senantiasa dikunjungi atau diziarahi kaum Syi'ah sampai sekarang.
Setelah peristiwa tersebut, perlawanan kaum Syi'ah semakin bertambah agresif dan mempunyai pengikut yang banyak. Perlawana terbesar yang dilakukan oleh kaum Syi'ah adalah dibawah pimpinan al-Muktar yang mempunyai banyak pengikut dari kaum Mawali, yakni umat Islam yang berasal dari Persia, Armenia dan lain-lain. Gerakan kaum inilah yang sangat berdampak bagi runtuhnya Dinasti Bani Umayyah dan melahirkan Dinasti Abbasiyah.
3. Perlawanan Abdullah bin Zubair
Abdullah berambisi untuk menjadi khalifah. Keinginan tersebut dapat terlihat ketika ia menolak permintaan Mu'awiyah sebagai putra mahkota. Setelah Yazid meninggal ia lebih memperlihatkan keinginannya itu dengan cara memproklamirkan dirinya sebagai khalifah. Upaya itu rupanya tidak sia-sia, sebab dengan serta merta segera memperoleh pengakuan, baik dari penduduk Hijaz, Irak, Yaman, Khurasan dan lain-lain. Bahkan sebuah riwayat menyatakan bahwa setelah Mu'awiyah meletakkan jabatannya kekhalifahannya tanpa menunjuk penggantinya, Marwan Ibn Hakam yang waktu itu belum menjabat sebagai khalifah, hampir saja pergi menemui Abdullah Ibn Zubair untuk membaitnya. Namun niat itu di urungkan karena teguran Ubaidillah Ibn Ziyad yang sekaligus sokongan terhadap Marwan untuk menduduki jabatan khalifah yang lowong.
Karena luasnya wilayah kekuasaan Abdulldh Ibn Zubair pada waktu itu, maka secara de facto Abdullah Ibn Zubair adalah khalifah yang syah pada masa itu, sedangkan Marwan Ibn Hakam sebagai pemberontak, dan tak diakui sebagai khalifah. [12]
Faktor-faktor kemunduran Dinasti Bani Umayyah
Ada beberapa faktor yang menyebabkan dinasti BaniUmayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran.Faktor-faktor itu antara lain adalah :
1. Sistem pergantian khalifah menurut garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan senioritas. Pengaturannya tidak jelas.Ketidak jelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana. [13]
2. Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidakbisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadidi masa Ali. Sisa-sisa Syi'ah dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka maupun tersembunyi. [14]
3. Diskriminasi Rasial
Sebagaimana diketahui, bahwa Dinasti Bani Umayyah mendasarkan pemerintahnnya atas warna ke-Arabian yang keras dan murni, sehingga persamaan hak antara kaum muslimin yang berkebangsaan Arab dengan non Arab nyaris lenyap. Kekuasaan Islam yang telah dibangun oleh Rasululllah atas dasar persamaan dan persaudaraan telah ditinggalkan oleh pemerintahan Dinasti Umayyah pada masa-masa akhir pemerintahannya. Di bawah naungan pemerintahan Dinasti Bani Umayyah, orang-orang non Arab (Mawali) yang baru masuk Islam dikenalkan Jizyah.Diceritakan bahwa petugas-petugas Hajjaj Ibn Yusuf mengirim surat kepadanya, bahwa kaum Ahlu dhimmah memeluk Islam secara berbondong-bondong dan kemudian mereka pindah dari kampong-kampung ke kota Bashrah dan Kufah, sehingga berkuranglah hasil Jizyah segera memerintahkan pangusiran mereka sebagaimana sebelum mereka masuk Islam. Ketika perintah Hajjaj itu diberlakukan terhadap kaum baru tersebut, maka mereka keluar dari kota Basrah seraya menangis dan meratap. [15]
4. Separatisme Arab Utara dan Arab Selatan
Pada masa pemerintahan Dinasti Bani Umayyah, kefanatikan kesukuan (tribal spirit) sebagai masalah lama muncul kembali dan hidup dengan subur. Suku-suku Arabia terbagi ke dalam dua kelompok, yaitu suku bangsa Arab Utara yang disebut Mudhaiya (suku Qays) , yang pada umumnya bertempat tinggal di Irak, dan suku bangsa Arab Utara yang disebut Mudhariyah (suku Qays), yang pada umumnya bertempat tinggal di Syiria. Khalifah-khalifah Bani Umayyah mendukung salah satu kelompok bangsa Arab (suku) tersebut, menurut mana yang cocok bagi mereka. Kebijaksanaan ini mengguncangkan seluruh wilayah kekuasaan Dinasti Bani Umayyah ke dalam rangkaian pertikaian atau pertengkaran berdarah di antara kedua kelompok tersebut.
Sebenarnya pertikaian kedua kelompok itu sudah muncul sejak masa kekhalifahan Yazid Ibn Mu'awiyah, sedangkan benih-benihnya telah ada semenjak kekhalifahan Mu'awiyah. Dikatakan, bahwa Mu'awiyah membangun takhta Dinasti Umayyah di atas kekuatan tentara-tentara Yamaniyah. Putranya, Yazid, yang juga penerusnya kawin dengan seorang wanita suku Kaib. Oleh karena itu wajarlah jika di kalangan suku Qays terjadi kecemburuan, dan karena kecemburuan tersebut, maka mereka tidak mau mengakui Mu'awiyah II (putra Yazid) sebagai khalifah, tetapi mereka menyatakan kekhalifahan Abdullah Ibn Zubair di Hijaz sebagai khalifah tandingan. Dan ketika Marwan Ibn Hakam menjadi khalifah menggantikan Mu'awiyah II, pertempuran terjadi antara suku Qays dan suku Kalb pada tahun 684 M. Dalam pertempuran tersebut suku Kalb mengalami kekalahan. [16]
Keadaan demikian berhenti untuk sementara ketika Umar Ibn Abdul Aziz menjadi khalifah. Ia berpendapat bahwa kedua golongan baik yang lemah maupun yang kuat akan membawa kepada kehancuran. Oleh karena itu ia merubah taktik dalam pemerintahannya. Ia membenahi tindakan-tindakan rusak yang telah dilakukan oleh khalifah-khalifah yang lalu, sehingga pemberontakan bisa dicegah dan hilanglah permusuhan antara suku yang satu dengan yang lainnya. Ia mengangkat mereka tanpa membedakan apakah dari suku Qays ataukah dari suku Kalb.
5. Gerakan Bani Abbas dan Penyerbuannya
Ketika Umar bin Abdul Aziz menjabat sebagai khalifah, waktu itulah disusun secara diam-diam propaganda untuk menegakkan Dinasti Abasiyyah (Bani Abbas). Sikap toleransi Umar Ibn Abdul Aziz dalam memerintah menyebabkan suburnya propaganda-propaganda tersebut. Pelopor gerakan ini adalah Ali Ibn Abdillah Ibn Abdul Abbas dan puteranya yang bernama Muhammad Ibn Ali. Gerakan ini mulai dilaksanakan di Hunainah, sebuah kampung kecil di selatan laut mati. Meskipun yang melakukan propaganda ini Bani Abbas, namun nama Bani Abbas itu tidaklah begitu ditonjolkan, dan justru yang dipopulerkan adalah Bani Hasyim. Hal ini dilakukan supaya pengikut Ali Ibn Abu Thalib dan pengikut Bani Abbas tidak terpecah.
Dengan menyebut Bani Hasyim maka tersimpullah di dalamnya keturunan Ali dan Bani Abbas. Setelah Muhammad Ibn Ali wafat, pemimpin digantikan oleh putranya, Ibrahim Ibn Muhammad. Dalam melancarkan gerakannya, Ibrahim Ibn Muhammad menunjuk Abu Muslim al-Khurasan sebagai pemimpin penyerangan. Penunjukan ini sangat tepat, karena ternyata pada diri Abu Muslim terletak berbagai kemahiran, baik dalam gerakan-gerakan bawah tanah maupun gerakan-gerakan militer pada masa berikutnya.
Daftar Pustaka
Fuad, Ah Zakki. Sejarah Peradaban Islam, Surabaya: Cahaya Intan,2013
Mas'ud, Sulthon. Sejarah Peradaban Islam, Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014
Muttaqin. "Kemajuan Bani Umayyah di Bidang Administrasi Pemerintahan, Sosial Kemasyarakatan, dan Budaya". 2017. Diakses dari https://www.muttaqin.id/2016/05/kemajuan-bani-umayyah-administrasi-pemerintahan-sosial-kemasyarakatan-seni-bidaya.html , pada tanggal 26 September 2018.
Nizar, Samsul. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Prenadamedia Group, 2007
Rianawati. Sejarah dan Peradaban Islam, Pontianak: STAIN Pontianak Press,2010
[1] Ah Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: Cahaya Intan,2013),hal.111
[2] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta : Prenadamedia Group, 2007), hal 54-56.
[3] Philip K. Hitti, History of The Arab, dalam Ah. Zakki Fuad, Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta : Prenadamedia Group, 2007),hal 113
[4] Sulthon Mas'ud, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), hal 83.
[5] Ah Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: Cahaya Intan,2013),hal.113
[6] Ah Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: Cahaya Intan,2013),hal.119
[7] Muttaqin, "Kemajuan Bani Umayyah di Bidang Administrasi Pemerintahan, Sosial Kemasyarakatan, dan Budaya", 2016, Diakses dari https://www.muttaqin.id/2016/05/kemajuan-bani-umayyah-administrasi-pemerintahan-sosial-kemasyarakatan-seni-bidaya.html , pada tanggal 29 September 2018.
[8] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h 120-121.
[9] Harun Nasution, Teologi Islam; Aliran-aliran Sejarah, dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h. 130.
[10] At-Tabary, Tarikh al-Islam, dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h. 131.
[11] Ah Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: Cahaya Intan,2013),hal.132
[12] Ah Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: Cahaya Intan,2013),hal.134
[13] Rianawati, Sejarah dan Peradaban Islam, (Pontianak: STAIN Pontianak Press,2010),hal.139
[14] Rianawati, Sejarah dan Peradaban Islam,hal.139
[15] Ah Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: Cahaya Intan,2013),hal.135-136
[16] Ah Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: Cahaya Intan,2013),hal.137
Download File Dinasti Umaiyyah/Khilafah Bani Umaiyyah
*Note !! : Format penulisan dalam file telah diatur berdasarkan ketentuan yang berlaku