Loading...

Pembahasan Dinasti Umaiyyah/Khilafah Bani Umaiyyah - Sejarah Peradaban Islam (Akhsanu I'mali) C4


SEJARAH PERADABAN ISLAM

Bani Umayyah

A. Pembentukan

Muawiyah, pendiri kekhalifahan dinasti Umayyah adalah putra dari pasangan Abu Sufyan ibn Harb ibn Umayyah dan Hindun binti Utbah ibn Rabiah. Kedua orangtuanya bersambung keturunan dengan Abdu Syam ibn Abd. Manaf. Adanya nasab dari Abdu Manaf mengartikan bahwa Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ali bin Abi Thalib adalah masih dalam satu garis keturunan [1] . Tuntutan dari Muawiyah bin Abu Sufyan untuk menyelesaikan kasus pembunuhan Utsman bin Affan yang merupakan keluarga dari Bani Umayyah, tidak segera dilaksanakan oleh Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah pada saat itu. Akibatnya bahkan terdapat tuduhan yang menyebutkan bahwa Ali berada dibalik kasus pembunuhan Utsman tersebut, sehingga terjadilah perpecahan dan perang saudara yang dinamakan perang Shiffin.


Pasukan Ali berhasil memukul mundur dan hampir mengalahkan pasukan muawiyah, namun dengan siasat licik 'Amr bin Ash yang menyuruh pasukan muawiyah untuk menaruh dan melekatkan bentuk salinan Al Quran pada tombak dan kemudian mengangkatnya sebagai tanda sekaligus seruan untuk mengakhiri perang kemudian mengikuti keputusan Al Quran. Maka Ali yang memahami siasat licik tersebut masih menyerukan untuk melanjutkan penyerangan, namun sebgian pengikutnya tidak ingin berperang lagi, sehingga Ali mengambil keputusan untuk menghentikan perang dan dilanjutkan dengan perundingan [2] . Perundingan tersebut menghasilkan mekanisme untuk melengserkan kedua pimpinan masing-masing (Ali dan Muawiyah). Namun setelah Abu Musa sebagai perwakilan dari pihak Ali berdiri di hadapan hadirin yang menunggu keputusan menegaskan melengserkan Ali dari kekhalifahan, 'Amr bin Ash dari pihak Muawiyah malah menghianati keputusan dengan mengangkat Muawiyah sebagai khalifah.

Kaum Khawarij yang merupakan pengikut Ali yang ingkar tidak menyetujui adanya tahkim dan menganggap orang-orang yang terlibat berdosa besar dan boleh dibunuh. Golongan Khawarij ini kemudian mengutus orang-orangnya untuk membunuh para pimpinan yang dianggap menyebabkan perpecahan umat Islam. Tugas pembunuhan terhadap Ali yang berada di Kuffah dibebankan kepada Abdurrahman bin Muljam, pembunuhan terhadap Muawiyah yang berada di Syam dibebankan kepada Al-Baraq ibn Abdillah at-Tamimi, kemudian pembunuhan terhadap 'Amr bin 'Ash yang berada di Mesir dibebankan kepada 'Amr bin Bakr at-Tamimi. Namun yang berhasil menyelesaikan tugas hanyalah Abdurrahman bin Muljam yang sukses untuk membunuh Ali bin Abi Thalib. [3]

Dengan wafatnya khalifah Ali bin Abi Thalib, dibaiatlah keturunannya yaitu Hasan bin Ali oleh Qois ibn Saad diikuti masyarakat Iraq. Pengangkatan Hasan sebagai khalifah belum bisa mempersatukan umat, sebab masih ada polemik (perdebatan sengit) akan kekhalifahan dengan Muawiyah. Maka Hasan bin Ali kemudian mengundurkan diri demi kepentingan umat dengan beberapa syarat [4] . Maka pengunduran diri dari Hasan bin Ali tersebut membuat Muawiyah secara resmi berkuasa penuh terhadap pemerintahan Islam, hal ini terjadi pada 25 Rabiul Tsani 41 H. Pembaiatan sebagai khalifah terhadap Muawiyah bin Abu Sufyan di kuffah oleh kaum muslimin disaksikan pula oleh hasan dan Husein. Peristiwa ini disebut sebagai 'Am al Jama'ah yang memiliki arti tahun persatuan.

Dinasti bani Umayyah yang didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan merupakan Kekhalifahan Islam setelah masa Khulafaur Rasyidin, penamaan bani Umayyah sendiri diambil dari nama Umayyah bin 'Abd asy-Syams yang merupakan kakek buyut khalifah pendirinya [5] . Disebut dengan pemerintahan bani Umayyah karena selama 91 tahun berkuasa, tercatat 14 khalifah atau pemimpin yang semuanya diangkat dari keturunan bani Umayyah. Muawiyah memimpin seperti halnya pemimpin-pemimpin suku Arab pada masa Pra-Islam, yakni menggunakan hubungan keluarga, kode kehormatan tak tertulis serta hadiah demi melancarkan politiknya. Ayahnya yang merupakan petinggi suku Quraisy telah memberikan inspirasi kepemimpinan kepada Muawiyah muda ketika ia tinggal di Makkah, tak heran tradisi lama tersebut tertanam dalam gaya politik Muawiyah [6] . Pada masa pemerintahan Dinasti Bani Umayyah ini terkenal dengan perubahan sistem pemerintahan dari Baiat ke sistem kerajaan. Dan Mu'awiyah juga menganut kebijakan yang kuat. Perluasan kekuasaan muslim yang besar terjadi di bawah kepemimpinannya. Dia adalah organisator ulung bagi kemenangan kemenangan Islam [7] .

Perubahan sistem pergantian kepala pemerintahan yang dulu adalah musyawarah dan baiat seperti yang dilakukan oleh khulafaur rasyidin berubah menjadi sistem pemerintahan kerajaan seperti yang dilakukan oleh Muawiyah, maka Muawiyah adalah khalifah islam pertama kali setelah pemerintahan khulafaur rasyidin yang menggunakan sistem kerajaan. Padahal menurut salah satu syarat yang ditetapkan oleh Hasan bin Ali ketika menyerahkan kepemimpinannya, Hasan meminta agar ketika Muawiyah selesai berkuasa jabatan kekhalifahan selanjutnya harus diputuskan melalui musyawarah diantara kaum muslimin. Namun hal tersebut tidak ditepati berdasarkan bukti bahwa khalifah setelah Muawiyah adalah keturunannya Yazid bin Muawiyah. Dengan system kerajaan yang dianut, Muawiyah menganut kebijakan yang kuat, perluasan kekuasaan islam yang besar juga berkat kepemimpinannya.

B. Perluasan Wilayah Isam

Gerakan perluasan kekuatan politik yang dilaksanakan oleh Dinasti Bani Umayyah ini melipti tiga front yang terpenting, yaitu:

1. Front Asia Kecil yaitu pertempuran melawan bangsa Romawi di Asia Kecil, termasuk padannya pengepungan terhadap Konstantinopel dan penyerangan beberapa pulau di laut tengah.

2. Front Afrika Utara, front ini sampai ke Pantai Atlantik, kemudian menyeberang ke Selat Jabal Tariq dan sampai ke Spanyol, kedua front ini dinamakan Front Barat.

3. Front timur, front ini meluas dan terbagi kepada dua cabang yang satu menuju ke utara ke daerah-daerah di seberang sungai Jihun. Kemudian cabang kedua menuju ke selatan meliputi daerah Sind [8] .

a) Asia Kecil

Muawiyah bin Abu Sufyan adalah merupakan khalifah pertama bani Umayyah sekaligus orang pertama yang meneruskan jejak ekspansi (perluasan wilayah) yang telah dilakukan oleh khulafaur rasyidin. Sehingga ia kemudian mulai melirik dan memperhatikan untuk melakukan ekspansi pada Imperium Bizantium. Muawiyah mempersiapkan sejumlah 1700 Armada laut dengan kelengkapan baik makanan maupun persenjataan yang kemudian digunakan untuk menyerang pulau-pulau di sekitar Konstantinopel, maka dengan Armada lautnya yang kuat pulau-pulau tersebut berhasil dikuasai. Maka setelah penaklukan pulau-pulau tersebut, dikerahkanlah Armada laut yang lebih besar oleh Muawiyah, armada laut tersebut dipimpin oleh Yazid ibn Muawiyah untuk mengepung kota Konstantinopel, pengepungan terhadap Konstantinopel yang berlangsung selama 7 tahun ini belum membuahkan hasil. Penaklukan Konstantinopel dilakukan pula oleh khalifah berikutnya yaitu Al Walid dan kemudian Sulaiman, namun keduanya belum berhasil melakukan penaklukan konstantinopel [9] .

b) Perluasan ke Timur

Perluasan ke timur oleh Muawiyah diarahkan menuju daerah Ghazna, khandar (daerah Afganistan) serta kawasan lainya. Maka penaklukan yang masa pemerintahan Muawiyah telah sampai pada kawasan khurasan (wilayah timur Persia kuno, meliputi wilayah yang kini merupakan bagian dari Afganistan, Iran, Tajikistan, Turkmenistan dan Uzbekistan). Ekspansi menuju wilayah timur kemudian dilanjutkan oleh penggantinya yaitu Walid bin Malik dipimpin Qutaibah bin Muslim. Setelah melakukan peperangan dari tahun 706-709, Bukhara (Uzbekistan) berhasil ditaklukan, kemudian 2 tahun berikutnya tetangga dari Bukhara yaitu Samarkand (Uzbekistan) juga berhasil dikuasai. Dilanjutkan masa Abd. Al Malik di bawah pimpinan al Hajjaj Ibn Yusuf, tentara yang dikirimnya menyeberangi sungai Oxus dan Balkh, Bukhara, Khawajim, Ferghana dan Samarkan, juga sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind (keduanya pakistan) dan daerah Punjab (India barat laut, berbatasan dengan pakistan) sampai ke Multan (pakistan) [10] .

c) Afrika

Ekspansi selanjutnya ini diarahkan ke wilayah pantai Afrika Utara yang dulu takluk oleh Romawi yang diperintah oleh satuan tentara Romawi yang ditugaskan di wilayah tersebut. Penaklukan dilanjutkan hingga Bargah dan Tripoli. Penaklukan terhadap Bargah dan Tripoli ini dimaksudkan untuk menjaga daerah Mesir dari serangan Bizantium. Namun pada akhirnya Bizantium memperkuat kubu pertahanan di pantai dan mengirimkan satuan tentara untuk ditempatkan di wilayah yang diperkuat tersebut. Tugas penaklukan oleh bani uamayyah ini dipercayakan pada Uqbah Ibnu Nafi al Fihri [11] .

Dengan kecakapan serta keberanian Uqbah, armada Bizantium di daerah pantai dapat dikalahkan, daerah Tripoli dan Fazzan dapat dikuasai kembali hingga ke selatan sampai sudan. Penyerbuan pada saat ini bukan dimaksud untuk mengamankan Mesir lagi tetapi menyapu bersih satuan Rumawi dan untuk memasukkan negeri-negeri itu seluruhnya ke dalam Daulah Islamiyah [12] .

Pada masa pemerintahan Yazid di bawah pimpinan Uqbah juga berhasil untuk memajukan penaklukan sampai ke pantai lautan Atlantik tetapi kemenangan ini tidak berlangsung lama, karea tewasnya Uqbah dan kalahnya satuan-satuan mereka, maka kembalilah ke tangan Rumawi daerah pantai tersebut, Umayyah bangun kembali masa Abdul Malik yang mengirim satuan besar di bawah pimpinan Ibnu Nu'am al-Ghassani, satuan ini berhasil menumpas satuan Romawi dan menghalau dari Afrika utara [13] .

d) Barat

Ekspansi ke Barat terjadi pada zaman al-Walid (705-715) pasukan Islam yang dipimpin Musa Ibn Nusair dapat menaklukkan Jazair dan Maroko (89 H). Setelah dapat ditundukkannya dia mengangkat Thariq Ibn Ziad sebagai wakil pemerintahan daerah tersebut pada tahun 92 H (711 M). Perluasan dikembangkan ke Eropa, dimana Tariq menyebrangi selat antara Maroko dengan benua Eropa.Beliau mendarat di suatu tempat yang dikenal dengan namanya Gibraltar (Jabal Tariq). Pendaratan ini adalah merupakan perencanaan untuk menaklukkan Spanyol.Tariq dilengkapi dengan 7.000 orang pasukan (kebanyakan orang Barbar),di Jabal Tariq ini menyusun siasat, namun sebelum pertempuran berlangsung Tariq meminta tambahan pasukan kepada Musa Nushair (Gubernur Afrika utara), ini dilakukan setelah mengetahui raja Roderich telah mempersiapkan satu pasukan yang cukup besar sekitar 100.000 orang. Musa mengirimkan pasukan tambahan sebanyak 5000 orang, dengan dikirim jumlah pasukan Tariq seluruhnya berjumlah 17.000 orang. Tariq dan pasukannya berhasil mengalahkan Roderick, sementara Roderick mungkin melarikan diri dari peperangan atau mungkin juga mati terbunuh dalam penyerangan tersebut sehingga tidak diketahui lagi beritanya [14] .

Akhirnya jalan menuju spanyol terbuka, kota Toledo, Malaga, Elvira, Granada dapat dikuasai sementara Cordova jatuh ke tangan umat Islam setelah dua bulan dikepung. Selanjutnya dengan pasukan 18.000 orang Musa berhasil menaklukkan Carmona, Sidonia dan penaklukan daerah Seville yang dahulunya menjadi ibukota Spanyol [15] .

Maka pada saat dinasti Umayyah (661-750 M) berkuasa. Islam semakin meluaskan kekuasaannya mulai dari Mesir hingga seluruh Afrika Utara, bahkan di arah barat sampai ke Andalusia atau Spanyol. Di timur daerah-daerah di seberang sungai Oxus dan Yaxartes yang mencakup Bukhara, Samarkhand dan Farghanah juga dikuasai. Ekspedisi juga dikirim ke India dan di sana Islam menguasai Balukhistan dan Sind, bahkan sampai perbatasan Cina. Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di timur maupun barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerahdaerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arabia, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, turkmenia, Uzbek, dan Kirgis di Asia Tengah [16] .

Dengan beberapa catatan sejarah diatas, dapat kita tahu bahwa kemajuan Islam dalam hal perluasan wilayah telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Maka peran dinasti bani Umayyah sebagai kekhalifahan tidak dapat dipungkiri lagi, kekhalifahan ini telah berhasil menaklukan kekuatan-kekuatan besar seperti Romawi, bahkan telah memperkuat Islam di mata dunia pada masa tersebut dan menjadikanya negara adikuasa.

C. Kemajuan-Kemajuan Bani Umayyah

Sebagai negara adikuasa pada masanya, Islam tidak hanya berhasil dalam bidang perluasan wilayah pada kekhalifahan bani Umayyah, namun dari segi internal Islam dibawah kekhaifahan Umayyah juga mampu memajukan bidang politik pemerintahan, ekonomi, budaya, dan lain sebagainya.

1. Administrasi Pemerintahan

Bentuk pemerintahan kekhalifahan islam pada masa Khulafaur Rasyidin yang demokratis, berubah pada dinasti bani Umayyah menjadi monarki (kerajaan/dinasti) setelah Muawiyah bin Abu Sufyan mengangkat anaknya Yazid bin Muawiyah menjadi penerusnya sebagai khalifah selanjutnya.

Bani Umayyah Mendirikan Berbagai Departemen, terdapat empat diwan (departemen) yang berdiri pada Daulah Bani Umayyah, yaitu:

a. Diwan Rasail

Departemen ini mengurus surat-surat negara kepada gubernur dan pegawai di berbagai wilayah

b. Diwan Kharraj

Departemen ini mengurus tentang perpajakan. Dikepalai oleh Shahibul Kharraj yang bertanggung jawab langsung kepada Khalifah

c. Diwan Jund

Departemen ini mengurus tentang ketentaraan negara. Ada juga yang menyebut dengan Departemen perperangan.

d. Diwan Khatam

Departemen ini disebut juga departemen pencatat. Setiap peraturan yang dikeluarkan disalin pada sebuah register kemudian disegel dan dikirim ke berbagai wilayah [17] .

2. Ekonomi

Baitul Mal merupakan bukti bahwa pada masa bani Umayyah perkembangan ekonomi terjadi. Keberadaan dari Baitul Mal ini sangat berperan dalam perekonomian sebab penaklukan yang dilakukan sangat luas sekali, arah barat sampai Afrika Utara, Andalusia, arah timur sampai India dan ke perbatasan Cina. Daerah yang ditaklukan tersebut terkenal dengan kesuburan tanah dan kekayaannya [18] .

Pada masa Umayyah, khususnya Umar bin Abdul Aziz, fungsi Baitul Maal terus meluas. Tidak hanya sekadar menyalurkan dana tunjangan, tetapi juga dikembangkan dan diberdayakan untuk menyalurkan pembiayaan demi keperluan pembangunan sarana dan prasarana umum. Bahkan, Baitul Maal juga dipakai untuk membiayai proyek penerjemahan buku-buku kekayaan intelektual Yunani kuno. Di sinilah gelombang intelektual Islam dimulai [19] .

Khalifah dan para pejabat Negara serta militer banyak memperoleh harta rampasan perang dan tanah-tanah yang subur dari tuan-tuan tanah besar Bizantium yang telah melarikan diri bersama tentara kerajaan yang telah dilumpuhkan. Pemerintahan memperoleh pajak-pajak dari daerah-daerah yang ditaklukkan tersebut. Pemasukan keuangan negara berupa Kharaj, Jizyah, Usyur , zakat dan lainnya. Ada tanah diolah dengan memakai tenaga buruh dari para petani, ini termasuk sumber pemasukkan pokok keuangan negara. Sistem sewa (leases) ini ditirukan dari sistem emphyteusis dari Bizantium [20] .

Pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan dicetak uang sebagai alat tukar yang dibuat dari emas dan perak, serta dihiasi dengan khat ayat Al-Qur'an. Mata uang ini berbeda dengan kerajaan Bizantium ataupun dirham kerajaan Persi. Percetakan uang kembali sebagai ciri khas bagi khalifah bani Umayyah pada masa pemerintahan Abdul Malik ini menunjukkan banyaknya orang kaya melimpah ruah di kota-kota bahkan di padang pasir [21] .

Maka dengan gambaran diatas, terlihat sekali adanya perkembangan dalam perekonomian masa pemerintahan bani Umayyah, seperti Eksistensi dan fungsi Baitul Mal, penaklukan wilayah yang begitu luas sehingga terdapat banyak pula rampasan perang, pajak daerah yang ditaklukan, tanah yang subur dari daerah yang ditaklukan serta sumber pemasukan keuangan negara lainya. Adanya percetakan uang dari bani Umayyah juga mendukung perkembangan ekonomi pada kekhalifahan dinasti bani Umayyah ini.

3. Sains dan Peradaban

Pada masa Dinasti Bani Umayyah merupakan benih yang ditebarkan atas pohon ilmu dan peradaban Islam, tetapi ia berbunga dan berbuah pada masa Daulah Abasiyyah. Pada masa Dinasti Bani Umayyah umumnya mempunyai perkumpulan kultur yang berbeda dari daerah yang ditaklukkan dan dikuasai, kemudian beragam kultur tersebut mempengaruhi kultur Islam pada bagian terbesar abad XIV sejarah Islam, menjadi bukti sepanjang periode daulah Bani Umayyah Umat Islam telah menyadari elemn-elemn yang bermanfaat dan sehat dari kultur yang bersumber dari Persia, Yunani dan Siria, ditambah dengan daerah-daerah besar pada saat itu yang telah ditaklukkan [22] .

Sains dan peradaban telah banyak dibahas dan dikembangkan pada kekhalifahan ini, ilmu-ilmu agama, ilmu pengobatan, ilmu hisab, menterjemahkan buku-buku Yunani yang berbahasa latin ke dalam bahasa Arab, dan lain sebagainya.

Kemajuan yang dimiliki oleh Dinasti Bani Umayyah dipengaruhi penaklukan-penaklukan daerah yang penuh kultur, daerah yang subur sehingga membawa dampak positif kemajuan di bidang pemerintahan dan administrasi, ekonomi dan perdaban Dinasti Bani Umayyah. Pembangunan sains dan peradaban ini banyak mengaloborasi dari daerah-daerah yang ditaklukannya, terutama dua Negara besar, bizantium (395 - 1453) dan Persia (549 SM - 641 M) [23] , yang mana kedua negara besar ini memiliki kemajuan peradaban, ilmu pengetahuan, pemerintahan, dan lain sebagainya yang dapat diambil nilai positif peradabannya oleh Islam pada masa itu.

4. Politik Kenegaraan

Sistem politik pada daulah Bani Umayyah merupakan kombinasi antara sistem Islam dengan sistem Bizantium - Persia, sistem kombinasi ini ternyata membawa kemajuan Islam. Prestasi yang dicapai Bani Umayyah, dapat dikatakan sebagai kemampuannya dalam menanamkan dan memadukan Chauvimisme dan militerisme dalam aspek pemerintahan. Kecakapan dalam politik dan militer adalah sangat luar biasa. Oleh karena militer dan tentara bani Umayyah dikenal sebagai tentara yang paling disiplin dalam sejarah peperangan Islam [24] .

Pemerintahan bani Umayyah dapat mengambil hal-hal penting dan berguna dari Persia maupun Romawi sehingga terwujudlah sistem politik Islam, Persia-Bizantium yang baik dan maju, terbukti dengan adanya penguasaan dan penaklukan wilayah yang luas seperti yang dijelaskan sebelumnya.

5. Pendidikan

Selain melakukan ekspansi ke berbagai wilayah, pemerintahan bani Umayyah juga memerhatikan bidang pendidikan. Sarana dan prasarana diberikan untuk mendorong kemajuan dunia pendidikan. Tujuannya adalah agar para ilmuan, ulama', seniman mau mengembangkan bidang yang ditekuni. Diantara ilmu pengetahuan yang berkembang masa ini adalah :

a) Ilmu agama, seperti Al-Quran, hadits dan fiqih. Proses pembukuan hadits terjadi masa khalifah Umar ibn Abdul Aziz (99 H) hadits berkembang pesat pada masa ini.

b) Ilmu sejarah dan geografi, yaitu segala ilmu yang membahas tentang kisah, perjalanan hidup dan riwayat. Ubaid ibn Syariyah Al Jurhumi berhasil menulis berbagai peristiwa sejarah.

c) Ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu segala ilmu yang mempelajari bahasa, nahwu, shorof dan lain sebagainya.

d) Bidang filsafat, yaitu segala sesuatu yang umumnya berasal dari bangsa asing seperti ilmu mantik, kimia, astronomi, ilmu hitung dan yang berhubungan dengan ilmu-ilmu tersebut, serta ilmu kedokteran [25] .

D. Faktor Pendukung Kemajuan

Islam menjadi negara maju dan dikenal adikuasa pada masa pemerintahan bani Umayyah, kemajuan dan adikuasanya sudah pasti tidak lepas dari faktor-faktor yang mendukung kemajuan tersebut baik internal maupun eksternal. Faktor-faktor tersebut antara lain :

1. Faktor Internal (Faktor dari dalam (pemerintahan))

a. Wilayah yang Luas

Wilayah yang ditaklukan pada masa pemerintahan dinasti bani Umayyah ini terbilang sangat luas seperti yang telah digambarkan pada bagian "Perluasan Wilayah Islam" diatas, yakni mulai dari negeri Sind dan berakhir di Spanyol. Sehingga dengan wilayah penaklukan yang luas tersebut, bani Umayyah memiliki wilayah kekuasaan dan otoritas yang luas pula. Sehingga Islam juga menjadi negara kuat pada masanya.

b. Kekuatan Militer

Kekuatan militer kaum muslimun ini disebabkan adanya pertemuan (kombinasi) antara iman dan kebiasaan berperang bagi orang Arab (termasuk juga yang baru masuk Islam). Watak suka berperang ini dibarengi dengan hakekat ajaran Islam yang menganjurkan berjihad Fi-Sabilillah [26] . Kedua unsur ini ditopang juga oleh semangat dan kepentingan memperoleh rampasan bila menang dan syahid bila gugur di medan pertempuran [27] .

Dengan adanya semangat dan motivasi tersebut, para tentara dan pejuang umat islam menjadi berani serta tidak gentar dalam menghadapi musuh-musuhnya, walau seberapa kuat dan banyaknya musuh yang dihadapi, selama dalam hati kaum muslimin terdapat keyakinan kuat untuk berjihad di jalan Allah mereka akan terus maju dalam medan perang.

c. Ekonomi dan Politik

Pembangunan ekonomi pada masa ini ditujukan bagi masyarakat-masyarakat "baru" (taklukan) maupun masyarakat bukan taklukan, baik melalui pembangunan sarana-sarana ekonomi seperti sarana untuk pertanian, transportasi, pengairan dan lain-lain, juga melalui perolehan rampasan perang (Qhanimah), oleh karena itu rakyat merasa puas dengan kerja dan kebijakan pemerintah [28] .

Yang berarti pada masa pemerintahan dinasti bani Umayyah, telah dicukupi fasilitas-fasilitas baik untuk masyarakat baru (masyarakat pada negeri yang ditaklukan) maupun masyarakat bukan taklukan, sehingga masyarakat puas akan kinerja dan kebijakan pemerintah tersebut sehingga masyarakat diharapkan mendukung pemerintah.

Dalam bidang politik, Bani Umayyah adalah golongan ahli dalam percaturan politik. Sistem yang dipakai adalah sistem perpaduan Islam dengan Bizantium Persia yang disandarkan pada Chauvinism dan militersm. Perpaduan ini ternyata membawa perkembangan yang pesat bagi pemerintahannya, yakni negara Adikuasa Islam [29] .

Sistem perpaduan yang diambil dan digunakan adalah sistem yang dipakai oleh negara hebat pula yaitu Bizantium dan Persia, yang mana sistem tersebut dipakai dan telah dibuktikan di negara hebat tersebut. Maka ketika sistem tersebut diadopsi dan dipadukan dengan Islam sudah seharusnya bisa berhasil, dan hasilnya menjadikan Islam menjadi negara adikuasa pada masanya.

2. Faktor Eksternal (Faktor dari luar)

a. Kelemahan serta Kemunduran 2 negara besar

Negara Persia dan Bizantium berperang terus menerus yang berakibat kerugian dan pengorbanan bagi keduanya baik dalam bidang militer, ekonomi dan social kemasyarakatan. Hal itu berakibat hancurnya Persia dan terforsirnya Bizantium.

b. Kebencian Daerah yang Dijajah Bizantium

Timbulnya kebencian orang-orang daerah jajahan Bizantium akibat sikap dan perlakuan semena-semena dhalim pihak penjajah terhadap orang-orang terjajah. Maksudnya, Islam ke daerah-daerah tersebut (bekas jajahan Bizantium dan Persia), mereka seakan memperoleh "angin segar" sebagai sikap kompensasi dari pemerintahan lama [30] .

Daerah-daerah yang berada dibawah kekuasaan dan penaklukan Bizantium sebelumnya merasakan bahwa pemerintahan Islam jauh lebih baik daripada saat daerahnya dikuasai Bizantium.

E. Konflik Masa Pemerintahan

1. Perlawanan Kaum Khawarij

Sebagaimana diketahui bahwa kaum khawarij adalah pengikut-pengikut Ali bin Abu Thalib yang meninggalkan barisannya karena tidak setuju dengan sikap Ali dalam menerima tahkim sebagai jalan untuk menyelesaikan persengketaan kekhalifahan dengan Mu'awiyah bin Abi Sufyan. Menurut khawarij, tahkim itu suatu putusan yang tidak sesuai dengan Al Qur'an, sehingga orang yang mengadakan ataupun menerima tahkim tersebut berarti telah berbuat dosa dan kafir [31] .

Barisan yang keluar ini (Khawarij) tidak menerima keputusan tahkim dan menghukumi orang-orang yang terlibat berdosa besar dan kafir sehingga boleh dibunuh. Ali telah dibunuh oleh kaum khawarij, yang tersisa adalah satu kubu, yaitu Muawiyah. Sehingga bani Umayyah menjadi target penghancuran oleh kaum Khawarij.

Perlawanan kaum Khawarij terhadap Bani Umayyah dimulai oleh Farwah Al Asja'i. Perlawanan ini dapat dilumpuhkan oleh penduduk Kufah. Perlawanan tersebut kemudian dilanjutkan oleh generasigenerasi selanjutnya di antaranya adalah Syahib Ibn Yazid Al Syaibini, Nafi' Ibn Al Azrak, Qathari Ibn Al-Fujjah, Abd. Rabih AlKabir dll [32] .

Perlawanan Khawarij agak mereda ketika kekuasaan Dinasti Umayyah dipegang oleh Umar bin Abdul Aziz. Namun setelah Umar meninggal dunia perlawanan kaum khawarij muncul kembali. Perlawanan terakhir Kaum Khawarij terhadap Bani Umayyah adalah gerakan oleh Abu Hamzah Al Khariji di Makkah pada tahun 129 H [33] .

Pada tahun 130 H, mereka dapat menguasai kota Madinah, namun kemudian mereka dapat dihancurkan oleh pasukan yang dipimpin oleh Marwan Ibn Muhammad. Perlawanan mereka kemudian menjadi lumpuh dan hanya tersisa kelompok-kelompok kecil yang pada gilirannya nanti juga mengadakan perlawanan/pemberontakan terhadap Dinasti Bani Abasiyyah [34] .

Perlawanan kaum khawarij ini dikarenakan adanya keputusan tahkim antara Muawiyah dan Ali bin Abi Thalib, Kaum khawarij dapat diredam sehingga tidak menyebabkan kehancuran pemerintahan bani Umayyah.

2. Pembangkangan Kaum Syiah

Golongan Syiah adalah pengikut-pengikut setia Ali bin Abu Talib, yang berkeyakinan, bahwa Ali-lah sebenarnya yang harus (berhak) menggantikan Nabi Muhammad untuk menjadi Khalifah Umat Islam [35] .

Pemberontahan dimulai Husain Ibn Ali. Oleh karena tertarik oleh bujukan-bujukan orang-orang Irak yang tidak mau mengikuti kekhalifahan Yazid bin Mu'awiyah pada tahun 680 H.

Husain pindah bersama keluarga dan kelompok kecil pengikutnya dari Madinah menuju Irak (Kufah). Yazid bin Mu'awiyah yang khawatir adanya penyerangan dari Husain memerintahkan Ubaidillah Ibn Yazid (Gubernur Basrah dan Kufah) untuk melumpuhkannya. Untuk melaksanakan tugas tersebut disusunlah stategi penghadapan terhadap rombongan Husain bin Ali dengan mengusahakan pasukan dibawah pimpinan Al-Husain Ibn Tarmimi, al-Hur Ibn Yazid dan Umar Ibn Sa'ad [36] .

Diadakan semacam perundingan pada saat itu, namu Husain yang tetap pada pendiriannya menjadikan peperangan tak terelakan lagi. Pertempuran tersebut terjadi di Karbala yaitu suatu tempat di dekat Kufah, pasukan Husain akhirnya kalah dan Husain meninggal dunia pula.

Dalam pertempuran tersebut Umar Ibn Sa'ad sebagai panglima pasukan Bani Umayyah dengan sombong memperlihatkan perlakuannya di luar batas kemanusiaan. Ia perintahkan pasukannya untuk menginjak-injak mayat Husain dengan kuda-kuda mereka, sehingga mayat Husain remuk dada dan punggungnya. Kepalanya di penggal dan dikirim ke Damaskus, sedangkan badan/tubuhnya di kuburkan di karbala. Peristiwa ini membuat Husain dalam pandangan Syi'ah menjadi syahid dan Karbalah kemudian menjadi tempat suci senantiasa dikunjungi atau diziarahi kaum Syi'ah sampai sekarang [37] .

Dalam versi dan riwayat lain, Ahlussunnah mengatakan Husain Radhiyallahu 'anhuma bukanlah pemberontak. Sebab, kedatangannya ke Irak bukan untuk memberontak. Seandainya mau memberontak, beliau Radhiyallahu 'anhuma bisa mengerahkan penduduk Mekah dan sekitarnya yang sangat menghormati dan menghargai beliau Radhiyallahu 'anhuma. Karena, saat beliau Radhiyallahu 'anhuma di Mekah, kewibaannya mengalahkan wibawa para Sahabat lain yang masih hidup pada masa itu di Mekkah. Beliau Radhiyallahu 'anhuma seorang alim dan ahli ibadah. Para Sahabat sangat mencintai dan menghormatinya. Karena beliaulah Ahli Bait yang paling besar.

Jadi Husain Radhiyallahu 'anhuma sama sekali bukan pemberontak. Oleh karena itu, ketika dalam perjalanannya menuju Irak dan mendengar sepupunya Muslim bin 'Aqîl dibunuh di Irak, beliau Radhiyallahu 'anhuma berniat untuk kembali ke Mekkah. Akan tetapi, beliau Radhiyallahu 'anhuma ditahan dan dipaksa oleh penduduk Irak untuk berhadapan dengan pasukan 'Ubaidullah bin Ziyâd. Akhirnya, beliau Radhiyallahu 'anhuma tewas terbunuh dalam keadaan terzhalimi dan mati syahid [38] .

Setelah peristiwa Karbala tersebut, perlawanan kaum Syiah menjadi semakin gencar, Gerakan-gerakan kaum Syi'ah untuk merebut kekuasaan pada masa dinasti Bani Umayyah menurut Prof. Dr. Ahmad Syalabi adalah merupakan gerakan Syi'ah yang paling kuat dan paling kompak. Gerakan tersebut terus berlanjut sampai jatuhnya dinasti bani Umayyah ke tangan Bani Abbas [39] .

F. Faktor Kemunduran Bani Umayyah

1. Diskriminasi Rasial (ashabiyah qaumiyah)

Diskriminasi/ Ashabiah Qaumiyyah, Sepeninggal Marwan, 'Abdul Malik menjabat sebagai khalifah (66- 86 H). Pada masa ini terjadi perbedaan antara Arab dan Non Arab, yaitu kaum 'Ajam Ahluzzimmah yang memeluk agama Islam banyak datang ke kota. Oleh al-Hajjaj Ibn Yusuf mereka semua diusir supaya kembali ke kampung masing-masing, tetapi mereka tetap dipungut jizyah seperti sebelum menjadi muslim sehingga timbul pandangan negatif kaum Ajam terhadap orang Arab. Diskriminasi rasial ini semakin terlihat pada waktu mempromosikan seseorang untuk menjadi pejabat, Amir, Sulthan, Hakim, sampai pada Imam sholat. Jabatan tersebut hanya diberikan kepada orang Arab saja [40] .

Dengan adanya perbedaan perlakuan terhadap Non Arab baik dalam bidang ekonomi dan sosial, yang mana Non Arab diperlakukan dan dipandang sebagai masyarakat bawah. Maka sudah sepantasnya mereka (kaum Mawali (Non Arab)) membenci pemerintahan bani Umayyah yang tidak memperlakukan umat islam secara adil. Akibatnya mereka menentang pemerintah dan arabisme.

kaum Mawali (Non-Arab) menaruh kebencian terhadap Dinasti Bani Umayyah dan mencari kesempatan untuk menjatuhkannya. Untuk mewujudkan keinginannya ini, maka sekali waktu dia bergabung dengan kaum Syi'ah demikian pula dengan kaum Khawarij dan ketika gerakan Abasiyyah nampak ke permukaan, mereka menggabungkan diri dengan gerakan ini dengan maksud untuk mengembalikan hak-hak insaniyah mereka yang telah direnggut oleh kekuasaan Dinasti Bani Umayyah [41] .

2. Separatisme Arab Utara dan Arab Selatan

Separatisme Arab utara dan Arab selatan, pada masa Yazid juga menimbulkan pertentangan tradisionil antara suku Arab utara dan suku Arab selatan. Yazid disokong oleh Bani Kalb (suku Arab selatan) dan ketika ia meninggal dunia, anaknya Mu'awiyyah II tidak disokong oleh Bani Qays (suku Arab Utara). dan ketika Marwan bin al-Hakam menjadi Khalifah sebagai pengganti Mu'awiyyah II, pertempuran terjadi antara Bani Kalb dan Bani Qays di tahun 684 M. Dalam pertempuran itu Bani Kalb mengalami kekalalahan. Peristiwa peristiwa seperti ini selalu terjadi sampai ke masa - masa terakhir Bani Umayyah [42] .

Keadaan demikian berhenti untuk sementara ketika Umar Ibn Abdul Aziz menjadi khalifah. Ia berpendapat bahwa kedua golongan baik yang lemah maupun yang kuat akan membawa kepada kehancuran. Oleh karena itu ia merubah taktik dalam pemerintahannya. Ia membenahi tindakan-tindakan rusak yang telah dilakukan oleh khalifah-khalifah yang lalu, sehingga pemberontakan bisa dicegah dan hilanglah permusuhan antara suku yang satu dengan yang lainnya. Ia mengangkat mereka tanpa membedakan apakah dari suku Qays ataukah dari suku Kalb [43] .

Setelah wafatnya khalifah dinasti bani Umayyah Umar Ibn Abdul Aziz, masalah tersebut muncul kembali dan membuat kondisi pemerintahan dinasti bani Umayyah menjadi lemah. Sehingga konflik internal keluarga istana ini menyebabkan kehancura internal kekhalifahan dinasti bani Umayyah.

3. Dekadensi dan Demoralisasi Khalifah

Sebagian dari sejarah perjalanan kekuasaan Bani Umayyah diwarnai oleh dekadensi dan demokralisasi sebagian khalifah. Diceritakan bahwa Yazid Ibn Abdul Malik adalah seorang yang buruk akhlaknya. Ia lebih banyak menggunakan waktunya untuk berfoya-foya, minum-minuman keras, bercanda dan bercumbu dengan dayang-dayangnya dari pada mengurusi pemerintahannya [44] .

Peristiwa lain adalah Yazid Ibn Abdul Malik ingin mengangkat putrananya, Al Walid Ibn Yazid. Namun karena masih kecil dan sebab desakan berbagai pihak, diagkatlah Hasyim Ibn Abdul Malik. Setelah meninggalnya Hasyim (125 H.), Al-Walid Ibn Yazid segera naik tahta kekhalifahan. Sebagaimana bapaknya, ia memiliki akhlak yang jelek, apalagi ia ditemani oleh Abd. Shamad adalah seorang yang tercela akhlaknya. Faktor inilah barang kali yang ikut menendorong Walid Ibn Yazid (Walid II) menguburkan rasa pilu dan sedihnya ke dalam gelas minuman keras dan dalam pelukan dayang-dayang serta bergelimang dosa dan maksiat [45] .

Karena alasan-alasan inilah kemudian rakyat melakukan pemberontakan dan membunuh Walid IbnYazid kemudian membaiat Yazid Ibn Walid (Yazid III) sebagai khalifah. Menurut M.A. Shaban, pemberontakan atau lebih tepatnya coup d'etat tersebut dilakukan oleh para Jenderal pasukan Syiria itu sendiri yang bekerja sama dengan para anggota keluarga Bani Marwan karena kecewa terhadap kebijakan-kebijakan Walid Ibn Yazid. Dn pembunuhnya sendiri adalah warga yang dikenal paling setia dari kalangan Bani Umayyah, yaitu pasukan (Jund) Syiria [46] .

Dekadensi dan Demoralisasi khalifah ini sudah sepantasnya menjadikan mundurnya suatu sistem pemerintahan, sebab pimpinan yang buruk sedikit banyak akan berdampak terhadap apa yang dipimpinnya. Khalifah atau pimpinan seharusnya memiliki moral, wibawa dan kecakapan memimpin yang digunakan untuk memimpin dan menjalankan roda pemerintahan dengan baik.

G. Gerakan Bani Abbas Menggulingkan Bani Umayyah

Ketika Umar bin Abdul Aziz menjabat sebagai khalifah, waktu itulah disusun secara diam-diam propaganda untuk menegakkan Dinasti Abasiyyah (Bani Abbas). Sikap toleransi Umar Ibn Abdul Aziz dalam memerintah menyebabkan suburnya propaganda-propaganda tersebut. Pelopor gerakan ini adalah Ali Ibn Abdillah Ibn Abdul Abbas dan puteranya yang bernama Muhammad Ibn Ali. Gerakan ini mulai dilaksanakan di Hunainah, sebuah kampung kecil di selatan laut mati. Meskipun yang melakukan propaganda ini Bani Abbas, namun nama Bani Abbas itu tidaklah begitu ditonjolkan, dan justru yang dipopulerkan adalah Bani Hasyim. Hal ini dilakukan supaya pengikut Ali Ibn Abu Thalib dan pengikut Bani Abbas tidak terpecah. Dengan menyebut Bani Hasyim maka tersimpullah di dalamnya keturunan Ali dan Bani Abbas [47] .

Penyebutan bani hasyim juga untuk memperoleh dukungan dari Umat Islam yang merindukan kepemimpinan Rasulullah SAW. Sehingga dengan munculnya gerakan bani Hasyim akan memberikan sentuhan kepemimpinan terhadap pemerintahan Islam.

Serangan terhadap kekuasaan Bani Umayyah dimulai dari Khurasan, suatu daerah di Persia kemudian dilanjutkan ke Kufah, Irak. Dalam pertempuran antara kekuatan Bani Abbas dengan kekuatan Bani Umayyah yang terjadi pada tahun pada tahun 750 M. Di Irak, Bani Umayyah mengalami kekalahan dan khalifah Marwan Ibn Muhammad lari ke Mesir. Tetapi kemudian ia terbunuh di sana pada tahun 132 H./750 M. tak lama kemudian Damaskus jatuh [48] .

H. Proses Suksesi (Pergantian Kekuasaan)

Para khalifah setelah Hisyam Ibn Abdul Malik dirasa tidak dapat diandalkan untuk mengurus serta mengendalikan pemerintahan juga menjaga keamanan, Terbukti dengan adanya demoralisasi khalifah yang telah dijelaskan sebelumnya. Para khalifah tersebut dinilai tidak dapat menjaga keutuhan dan persatuan keluarga istana, sehingga sering terjadi pertikaian. Ditambah dengan adanya banyak pemberontakan yang ditujukan terhadap kekhalifahan bani Umayyah mengakibatkan terancamnya pemerintahan. Hal-hal tersebut menjadikan semakin melemahnya bani Umayyah.

Munculnya gerakan Abbasiyah yang kemudian memenangkan pertempuran terhadap bani Umayyah, Dengan terbunuhnya Marwan Ibn Muhammad (Marwan II) sebagai khalifah penutup pemerintahan dinasti bani Umayyah dan jatuhnya Damaskus sebagai pusat pemerintahan Dinasti Bani Umayyah, maka berakhirlah sudah riwayat kekuasaan Dinasti Bani Umayyah. Yang selanjutnya digantikan oleh Dinasti Bani Abbas.



Daftar Pustaka
Alkhateeb, Firas. Sejarah Islam yang Hilang. Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2018.
el-Fikri, Syahruddin, dkk. "Lahirnya Baitul Mal". 2017. Diakses dari https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/17/01/06/ojc8f8313-lahirnya-baitul-mal , pada tanggal 1 Oktober 2018.
Fathoni, Rifai Shodiq. "Perang Shiffin (657 M)". 2017. Diakses dari http://wawasansejarah.com/perang-shiffin/ , pada tanggal 26 September 2018.
Fuad, Ah. Zakki. Sejarah Peradaban Islam. Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014.
Hakim, Abdul. 2009. "Peristiwa Karbala Dalam Pandangan Ahlussunnah Wal Jama'ah". Diakses dari https://almanhaj.or.id/2606-peristiwa-karbala-dalam-pandangan-ahlussunnah-wal-jamaah.html , pada tanggal 3 Oktober 2018.
Intan, Salman. 2016. "Islam Sebagai Adikuasa". Jurnal Rihlah Vo. V No. 2/2016. Diakses dari http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/rihlah/article/view/2832 , pada tanggal 29 September 2018.
Mas'ud, Sulthon. Sejarah Peradaban Islam. Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014.
Muttaqin. "Kemajuan Bani Umayyah di Bidang Administrasi Pemerintahan, Sosial Kemasyarakatan, dan Budaya". 2017. Diakses dari https://www.muttaqin.id/2016/05/kemajuan-bani-umayyah-administrasi-pemerintahan-sosial-kemasyarakatan-seni-bidaya.html , pada tanggal 26 September 2018.
Nizar, Samsul. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Prenadamedia Group, 2007.
Yusra, Nelly. 2012. "Diambang Kemunduran dan Kehancuran Dinasty Bani Umayyah". Jurnal Pemikiran Islam. Vol. 37, No. 2, (Juli-Desember 2012). Diakses dari http://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/Anida/article/view/319/302 , pada tanggal 3 Oktober 2018.


[1] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta : Prenadamedia Group, 2007), h. 54-56.
[2] Rifai Shodiq Fathoni, "Perang Shiffin (657 M)", 2017, Diakses dari http://wawasansejarah.com/perang-shiffin/ , pada tanggal 26 September 2018.
[3] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2007), h. 55.
[4] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2007), h. 55.
[5] Sulthon Mas'ud, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h. 83.
[6] Firas Alkhateeb, Sejarah Islam yang Hilang, (Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2018), h. 68.
[7] Carl Brockelman ,History of The Islamic People, dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h. 112.
[8] Ahmad Salabi, Mausu'ah at-Thariq al-Islam al-Hadrati al-Islamiyah, dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h. 113.
[9] Ahmad Salabi, Mausu'ah at-Thariq al-Islam al-Hadrati al-Islamiyah, dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h. 114-115.
[10] Ahmad Salabi, Mausu'ah at-Thariq al-Islam al-Hadrati al-Islamiyah, dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h. 116.
[11] Ahmad Salabi, Mausu'ah at-Thariq al-Islam al-Hadrati al-Islamiyah, dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h. 116.
[12] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h. 116.
[13] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h. 117.
[14] Ameer Ali, A Sort History of The Saraceus, dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h. 118.
[15] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h. 118.
[16] Salman Intan, "Islam Sebagai Adikuasa". Jurnal rihlah Vol. V No. 2, (2016), h. 66.
[17] Muttaqin, "Kemajuan Bani Umayyah di Bidang Administrasi Pemerintahan, Sosial Kemasyarakatan, dan Budaya", 2016, Diakses dari https://www.muttaqin.id/2016/05/kemajuan-bani-umayyah-administrasi-pemerintahan-sosial-kemasyarakatan-seni-bidaya.html , pada tanggal 29 September 2018.
[18] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h 120-121.
[19] Syahruddin el-Fikri, dkk. "Lahirnya Baitul Mal", 2017, Diakses dari https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/17/01/06/ojc8f8313-lahirnya-baitul-mal , pada tanggal 1 Oktober 2018.
[20] Bernars Lewis, Bangsa Arab dalam Lintasan Sejarah, dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h. 121.
[21] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h. 121-122.
[22] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h. 123.
[23] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h. 125.
[24] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h. 127.
[25] Maidir Harun, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, dalam Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2007), h. 59.
[26] L. Stoddard, The New World of Islam, dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h. 129.
[27] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h. 129.
[28] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h. 129.
[29] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h. 129.
[30] PM. Holt, The Cambridge History of Islam, dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h. 130.
[31] Harun Nasution, Teologi Islam; Aliran-aliran Sejarah, dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h. 130.
[32] At-Tabary, Tarikh al-Islam, dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h. 131.
[33] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h. 131.
[34] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h. 131.
[35] Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai Aspeknya, dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h. 132.
[36] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h. 132.
[37] Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai Aspeknya, dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h. 132.
[38] Abdul Hakim bin Amir Abdat, "Peristiwa Karbala Dalam Pandangan Ahlussunnah Wal Jama'ah", 2009, Diakses pada https://almanhaj.or.id/2606-peristiwa-karbala-dalam-pandangan-ahlussunnah-wal-jamaah.html , pada tanggal 3 Oktober 2018.
[39] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h. 132.
[40] M A. Shaban, Islamic History A New Interpretation I A.D. 600 - 750 (A.M. 132) , dalam Nelly Yusra, "Diambang Kemunduran dan Kehancuran Dinasty Bani Umayyah". Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 37, No. 2, (Juli-Desember 2012).
[41] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h. 136-137.
[42] Harun Nasution, Islam ditinjau Dari Berbagai Aspek, dalam Nelly Yusra, "Diambang Kemunduran dan Kehancuran Dinasty Bani Umayyah". Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 37, No. 2, (Juli-Desember 2012).
[43] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h. 136-138.
[44] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h. 140.
[45] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h. 141.
[46] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h. 141.
[47] Ibid., Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h. 141-142.
[48] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h. 142-143.

Download Link




Download File Dinasti Umaiyyah/Khilafah Bani Umaiyyah (Format Docx.)
*Note !! : Format penulisan dalam file telah diatur berdasarkan ketentuan yang berlaku




Gunakan Tampilan : Mode Desktop | Mode Desktop