Dengan turunnya Hasan dari kursi kekhalifahan maka Mu'awiyah naik ke tampuk kekuasaan, kekuasaan yang didambakanya, yang diperoleh melalui kekerasan, diplomasi, tipu daya dan tanpa melalui suksesi suara terbanyak. Dengan demikian secara resmi berdirilah Bani Umayyah dengan khalifah yang pertama Mu'awiyah bin Abu Sufyan. [1]
Nama Umayyah sendiri diambil dari nama Umayyah bin 'Abd asy-Syams. Umayyah bin 'Abd asy-Syams sendiri adalah kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Mu'awiyah bin Abu Sufyan. Kekuasaan atau masa Bani Umayyah ini tidak berlangsung begitu lama, hanya kurang lebih selama 90 tahun saja. [2] Setelah Hasan dipaksa turun oleh Mu'awiyah, maka jadilah Mu'awiyah sebagai khalifah pengganti dari Hasan, cucu Nabi Muhammad SAW yang merupakan anak dari Ali bin Abi Tholib R.A. juga Fatimah R.A. Hasan yang merupakan pengganti sementara dari ayahnya, Ali kesulitan untuk menghadapi Mu'awiyah karena kalah dari segi keuangan, dukungan, dan lain sebagainya. Mu'awiyah sejatinya sudah mengincar kekuasaan sejak jam Ali bin Abi Tholib sendiri. Setelah kekhalifahan Ali telah berakhir dengan terbunuhnya Ali, kekuasaan dilimpahkan kepada Hasan, putranya.
Namun ternyata kepemimpinan Hasan tidak dapat bertahan lama karena kurangnya dukungan, keuangan, dan lain sebagainya. Akhirnya, untuk menghindari pertempuran saudara dan terpecah belahnya kaum muslimin, Hasan memilih mengalah kepada Mu'awiyah. Hasan memberikan tampuk kekuasaannya kepada Mu'awiyah namun dengan beberapa syarat. Meskipun syarat yang diberikan oleh Hasan tergolong berat untuk dilakukan, namun Mu'awiyah tetap tidak bergeming dan mau menerima semua persyaratan yang diberikan kepadanya meskipun itu berat untuk dilakukan.
Pada masa kepemimpinan Mu'awiyah ini, pemerintahan yang sebelumnya bersifat demokratis, langsung berubah total menjadi system pemerintahan monarki (kerajaan turun temurun). Sistem pemerintahan monarki ini mulai dijalankan Mu'awiyah saat dia mewajibkan seluruh masyarakatnya untuk menyatakan sumpah setia kepada Yazid anaknya. [3]
Secara garis besar perluasan kekuatan politik bani Umayyah meliputi tiga front yaitu: Front Asia Kecil, Front Afrika Utara dan Front Timur. Perluasan kekuatan politik bani Umayyah ini diikuti pula kemajuan - kemajuan di bidang kenegaraan dan peradabannya. [4]
Sebagai khalifah pertama Dinasti Bani Umayyah, Mu'awiyah merupakan orang yang pertama yang melanjutkan ekspansi - ekspansi yang telah dilakukan oleh khalifah Arrosidin. Setelah Mu'awiyah selesai memadamkan pembrontakan di dalam negeri, mulailah ia mengarahkan kembali perhatiannya mengekspansi imperium Bizantium. Pada masa Daulah Umayyah yang menjadi ibu kota pemerintahannya adalah kota Damaskus di kota tersebut dekat sekali letaknya dengan batas kerajaan Bizantium. [5]
Mu'awiyah yang merupakan pemimpin pertama sekaligus pendiri dari masa Bani Umayyah tidak tinggal diam setelah berhasil mendapatkan kursi kekuasaan . Mu'awiyah melakukan perluasan - perluasan yang sangat berpengaruh bagi kehidupan masa depan. Perluasan pertama adalah perluasan ke Asia Kecil yang dilakukan Mu'awiyah dengan ekspansinya ke imperium Bizantium dengan menaklukkan pulau Rhodes dan pulau Kreta pada tahun 54 H. [6]
Dalam masa pemerintahan Mu'awiyah beberapa kemajuan diperoleh di kawasan panglima Qais Ibnu Hatsam juga sebagai gubenur di Khurasan. Masa ini berhasil menaklukkan Badqis, Harah (Heart) dan Balklh. Penaklukan ini berawal dari penghianatan mereka terhadap perjanjian yang telah dilakukan dengan umat Islam. Setelah ditaklukan penduduk Balkh meminta damai dan disetujui oleh Qais setelah itu penduduk Baghis dan Harah meminta damai pula. [7]
Perluasan ke Asia Timur, Muawiyah dapat menaklukkan daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan bahkan Afganistan sampai Kabul pada tahun 674 M. Angkatan laut Mu'awiyah banyak melakukan serangan ke ibukota Bizantium, Konstantinopel. Setelah berhasil menguasai banyak daerah, ekspansi ke timur selanjutnya dilakukan pada zaman Al-Walid ibn Abdul Malik. Dia mengirim tentara - tentaranya menyebrangi sungai Oxus sehingga dapat menguasai daerah Balkh, Bukhara, Khawarizan, Ferghana, Samarkand, dan juga sebagian dari wilayah India, yaitu : Balukhistan, Sind, Punjab dan Multan. [8]
Karena kemahiran dan keberanian Uqbah dapat mengalahkan armada Bizantium di daerah pantai, demikian pula bangsa Barbar di pedalaman maka daerah Tripoli dan Fazzan dikuasai kembali selanjutnya terus ke selatan sampai ke Sudan. Penyerbuan pada saat ini bukan dimaksud untuk mengamankan Mesir lagi tetapi menyapu bersih satuan Romawi dan untuk memasukkan negeri-negeri itu seluruhnya ke dalam Daulah Islamiyah. [9]
Perluasan ke Afrika Utara atau lebih singkat disebut perluasan ke barat, pada zaman Al-Walid ibn Abdul Malik mampu menaklukkan Jazair dan Maroko pada tahun 89 H. Lalu, tiga tahun setelahnya, tepatnya pada tahun 92 H Thariq bin Ziyad sampai di Giblaltar atau Jabal Thariq. Lalu pada tahun 95 H, Spanyol berhasil dikuasai. Cordova berhasil dengan cepat untuk dikuasai, karena pasukan islam mendapat dukungan dari rakyat Cordova sendiri yang sudah lama menderita diakibatkan kekejaman penguasa sebelumnya. Hal ini menjadikan Cordova terpilih menjadi ibukota propinsi wilayah Islam di Spanyol. [10]
Dengan keberhasilan tersebut pintu gerbang memasuki Spanyol semakin terbuka lebar, kota Toledo, Malaga, Elvira, Granada dapat dikuasai sementara Cordova jatuh ke tangan umat Islam setelah dua bulan dikepung. Selanjutnya dengan pasukan 18.000 orang Musa berhasil menaklukkan Carmona, Sidonia dan penaklukan daerah Seville yang dahulunya menjadi ibukota Spanyol. [11]
Sehingga dapat kita ketahui bahwa dengan keberhasilan ekspansi - ekspansi yang dilakukan pada masa Bani Umayyah membuat wilayah kekuasaan Islam menjadi sangat luas. Baik dari ekspansi timur, asia, maupun barat menghasilkan luas wilayah yang sangat luas. Wilayah tersebut diantaranya adalah, Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, jazirah Arab, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, Pakistan, Purkmenia, Uzbekistan, dan Kirgis di Asia Tengah. [12]
Keberhasilan Dinasti Bani Umayyah ini bukan hanya di bidang perluasan kekuasaan Islam tetapi juga membawa intonasi-intonasi di bidang politik, ekonomi, kebudayaan dan lain-lain sehingga terbukti dengan keberhasilannya dalam membangun imperium sekaligus menempatkan dirinya sebagai negara adi kuasa pada masanya. [13]
Selain kemajuan - kemajuan di bidang perluasan wilayah, kekuasaan masa Bani Umayyah juga banyak mengalami kemajuan - kemajuan di bidang yang lainnya. Seperti di bidang, politik, ekonomi, administrasi pemerintahan, dan lain -lain. Hal ini semakin memperkuat fakta bahwa masa Bani Umayyah adalah benar - benar masa kekuasaan islam yang sangat maju.
Pada masa Khulafa al-Rasyidin pemerintahan dapat dikatakan pemerintahan yang bersifat demokratis, sedangkan pada masa dinasti Bani Umayyah sifat demokratis tidak kelihatan lagi. Selanjutnya pada masa khulafa al-Rasyidin seperti yang dikatakan sejarawan, bahwa belum terpisah antara urusan agama dengan urusan pemerintahan. [14]
Pengembangan ilmu - ilmu agama pada masa Mu'awiyah, sudah mulai dikelompokkan dan dibedakan menurut kelompok atau perbedaannya masing - masing. Adanya pengelompokan dan pembedaan ini dilakukan oleh Mua'wiyah karena banyak sekali penduduk di luar jazirah Arab yang masih belum paham betul akan ilmu - ilmu keislaman. Seperti ilmu dalam hukum fiqh, ilmu dalam melaksanakan muamalah, dan berbagai ilmu - ilmu yang lain. [15]
Dalam praktik ketatanegaraan pada masa Bani Umayyah, khalifah - khalifah Bani Umayyah bukanlah seorang yang pintar atau mengerti dengan betul tentang ilmu agama. Meskipun ada juga beberapa khalifah yang paham atau mengerti dengan betul tentang ilmu agama, namun hal tersebut tetap tidak berpengaruh banyak karena adanya sistem yang dibuat oleh Mu'awiyah. Sebuah sistem dimana unsur pemerintahan tidak disatukan lagi dengan unsur keagamaan. Sistem penyatuan ini sebelumnya berlaku pada masa Khulafa Ar-Rasyidin, sedangkan pada masa Bani Umayyah, unsur pemerintahan dengan undur keagamaan dipisah. Sehingga, hal tersebut mengakibatkan masalah - masalah pemerintahan diatasi oleh khalifah - khalifah dari Bani Umayyah. Sedangkan untuk masalah keagamaan diserahkan kepada Qadhi atau Hakim. Pada umumnya, Qadhi atau Hakim menjalankan tugas - tugas keagamaan dengan bersumber pada Al-Qur'an dan juga Al-Hadits sebagai sumber acuan hukum pertama mereka dalam menghadapi masalah - masalah keagamaan. [16]
Selain pemisahan antara unsur pemerintahan dan keagamaan, Bani Umayyah juga membentuk Diwan (departemen) guna membantu jalannya pemerintahan. Diwan - diwan tersebut antara lain:
1. Diwan Rasail : diwan ini mempunyai fungsi untuk mengurus surat - menyurat kenegaraan, diwan ini terbagi lagi menjadi dua macam, yaitu:
a. Sekretariat negara pusat
b. Sekretariat propinsi
2. Diwan al-Kharaj : diwan ini memiliki tugas untuk mengurus tentang hal - hal mengenai pajak. Diwan ini dibentuk di masing - masing provinsi yang diketuai oleh Shahib al-Kharaj
3. Diwan al-Barid : diwan al-barid merupakan badan intelejen yang bertugas untuk menyampaikan rahasia pemerintahan daerah kepada pemerintahan pusat
4. Diwan al-Khatam : diwan terakhir adalah diwan al-khatam. Diwan ini dibentuk oleh Mu'awiyah yang merupakan orang pertama yang mendirikan Diwan al-khatam ini sebagai departemen pencatatan. Setiap peraturan yang dikeluarkan oleh khalifah harus ditulis dan disalin dalam suatu register, kemudian yang asli harus di segel dan juga dikirim ke alamat yang dituju. [17]
Selain membentuk diwan - diwan sebagai pendamping atau pembantu jalannya pemerintahan, khalifah Bani Umayyah juga dibantu oleh beberapa orang al-Kutta (sekretaris) untuk membantu pelaksaman tugas. Sekretaris - sekretaris tersebut mempunyai tugas yang berbeda - beda, yang meliputi :
1. Katib ar-Rasail: merupakan sekretaris yang bertugas untuk menyelenggarakan administrasi dan surat menyurat dengan pimpinan - pimpinan daerah setempat
2. Katib al-Kharraj: sekretaris yang bertugas menyelenggarakan penerimaan dan juga pengeluaran negara
3. Katib al-Jundi: sekretaris yang bertugas menyelenggarakan hal - hal yang berkaitan dengan bidang kemiliteran.
4. Katib as-Syurtah: sedangkan sekretaris as-syurtah adalah sekretaris yang bertugas menyelenggarakan pemeliharaan keamanan dan ketertiban umum.
5. Katib al-Qudat: adalah sekretaris yang bertugas menyelenggarakan tertib hukum melalui badan-badan peradilan dan hakim - hakim setempat. [18]
Berbicara tentang kondisi ekonomi pada masa Dinasti Bani Umayyah, keberadaan Baitul Mal merupakan bukti adanya perkembangan ekonomi pada masa itu. Eksistensi Baitul mal pada masa Dinasti Bani Umayyah sangat berperan sekali di sebabkan penaklukkan yang di lakukan sangat luas sekali, ke Barat sampai ke Afrika Utara Andalusia dan ke timur sampai ke India dan ke perbatasan Cina. Daerah yang ditaklukkan ini terkenal dengan kekayaan dan kesuburan tanahnya. [19]
Pada masa ke khalifahan Bani Umayyah, petinggi - petinggi dan para khalifah dari Bani Umayyah banyak memperoleh harta rampasan perang dan tanah - tanah yang subur. Harta rampasan perang dan juga tanah - tanah subur yang jumlahnya banyak tadi, didapatkan Bani Umayyah dari tuan - tuan rumah kerajaan Bizantium karena Bizantium sendiri sudah berhasil diruntuhkan oleh Bani Umayyah. Banyaknya petinggi - petinggi dari kerajaan Bizantium yang melarikan diri meninggalkan harta benda mereka begitu saja. Hal inilah yang semakin memudahkan Bani Umayyah dalam memperoleh harta - harta milik kerajaan Bizantium.
Pemerintahan Bani Umayyah menarik pajak dari daerah - daerah yang telah berhasil ditaklukkan. Sedangkan pemasukan keuangan negara yang lain adalah berupa Kharaj, Jizyah, Usyur , zakat dan lain - lainnya. Dan sumber pemasukan pokok keuangan negara adalah berasal dari tanah yang disewakan atau diolah oleh para petani. Abdul Malik bin Marwan, salah satu khalifah dari Bani Umayyah mencetak uang sebagai alat tukar yang terbuat dari emas dan perak, serta dihiasi dengan tulisan ayat Al-Qur'an. Mata uang yang dicetak oleh Abdul Malik ini berbeda dari mata uang kerajaan Bizantium ataupun dirham kerajaan Persi. Percetakan uang yang dilakukan pada masa Abdul Malik ini, sebagai ciri khas bagi khalifah Bani Umayyah, ini menunjukkan banyaknya orang kaya yang berada di kota bahkan di padang pasir sekalipun. Melihat kondisi keuangan yang demikian dapat dikatakan, bahwa kondisi keuangan pada saat itu sangatlah baik dan maju.
Dengan gambaran yang diberikan di atas, kita tahu begitu besarnya kemajuan di bidang ekonomi masa Bani Umayyah yang menjadikan Islam sebagai kekuatan adi daya di masa itu. [20]
Islam dikatakan kekuatan adi daya karena memang pada saat itu kondisi perekonomian, pemerintahan, dan lain - lain sangatlah maju. Dari segi keuangan sendiri, Bani Umayyah banyak sekali mendapatkan uang dari berbagai segi kehidupan. Mulai dari zakat, pajak, sistem sewa, dan masih banyak lagi. Ketika perekonomian suatu negara tersebut bersifat baik, atau bahkan sangat baik, maka bisa diambil kesimpulan bahwa negara tersebut adalah pasti negara yang maju karena dapat mengurusi keuangan dengan baik.
Pada masa Dinasti Bani Umayyah merupakan benih yang ditebarkan atas pohon ilmu dan peradaban Islam, tetapi ia berbunga dan berbuah pada masa Daulah Abasiyyah. Pada masa Dinasti Bani Umayyah umumnya mempunyai perkumpulan kultur yang berbeda dari daerah yang ditaklukkan dan dikuasai, kemudian beragama kultur tersebut mempengaruhi kultur Islam pada bagian terbesar abad XIV sejarah Islam, menjadi bukti sepanjang periode daulah Bani Umayyah Umat Islam telah menyadari elemn-elemn yang bermanfaat dan sehat dari kultur yang bersumber dari Persia, Yunani dan Siria, ditambah dengan daerah-daerah besar pada saat itu yang telah ditaklukkan. [21]
Dalam bidang peradaban islam, Bani Umayyah telah mengembangkan dengan sangat baik berbagai bidang ilmu pengetahuan. Baik itu pengetahuan dalam bidang ke islaman bahkan dalam bidang lmu pengetahuan sekalipun. Ilmu - ilmu tersebut dikembangkan dan diperluas oleh Bani Umayyah dengan menggunakan bahasa Arab sebagai media Bahasa utamanya.
Menurut Jurji Zaidan, kemajuan dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan pada masa Bani Umayyah, terdapat dalam beberapa bidang. Bidang - bidang tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Pengembangan Bahasa Arab
2. Marbad Kota Pusat Kegiatan Ilmu
3. Ilmu Qiraat
4. Ilmu Tafsir
5. Ilmu Hadis
6. Ilmu Fiqih
7. Ilmu Nahwu
8. Ilmu Jughrafi dan Tarikh
9. Usaha Penerjemahan [22]
Realitas sejarah mengatakan bahwa selama 91 tahun kekuasaan Bani Umayyah telah memantapkan kedudukan Negara Islam sebagai Negara adikuasa yang merupakan "pelanjut" dari kekuasaan Nabi Muhammad dan Khulafaur Rosyidin. [23]
Masa kekuasaan Bani Umayyah berkuasa dalam sejarah islam cukup singkat. Bani Umayyah berkuasa hampir satu abad, tempatnya selama 90 tahun, dengan 14 orang kholifah yang memimpin jalannya pemerintahan. Khalifah yang pertama sekaligus sebagai pendiri adalah Mu'awiyah bin Abu Sufyan, sedangkan kholifah yang terakhir adalah Marwan bin Muhammad. Diantara kepemimpinan para kholifah pada masa Bani Umayyah ada pemimpin - pemimpin besar yang berjasa kepada Bani Umayyah maupun bagi umat islam di masa - masa setelahnya. Jasa - jasa yang diberikan oleh khalifah - khalifah hebat tersebut mencakup berbagai bidang sesuai dengan kehendak zamannya. Ketika ada khalifah yang berpengaruh, tentunya ada beberapa khalifah yang kurang memiliki pengaruh dan juga lemah dalam hal pemerintahannya. Adapun urutan khalifah - khalifah Bani Umayyah adalah sebagai berikut:
Muawiyah I bin Abi Sufyan : 41 - 60 H/ 661 - 679 M
Yazid bin Muawiyah : 60 - 64 H/ 679 - 683 M
Muawiyah II bin Yazid : 64 H / 683 M
Marwan I bin hakam : 64 - 65 H/ 683 - 684 M
Abdul Malik bin Marwan : 65 - 86 H/ 683 - 705 M
Al Walid I bin Abdul Malik : 86 - 96 H/ 705 - 714 M
Sulaiman bin Abdul Malik : 96 - 99 H/ 714 - 717 M
Umar bin Abdul Aziz : 99 - 101 H/ 717 - 719 M
Yazid II bin Abdul Malik : 101 - 105 H/ 719 - 723 M
Hisyam bin Abdil Malik : 105 - 125 H/ 723 - 742 M
Al Walid II bin Yazid II : 125 - 126 H/ 742 - 743 M
Yazid bin Walid bin Malik : 126 H/ 743 M
Ibrahim bin Walid : 126 - 127 H/ 743 - 744 M
Marwan bin Muhammad : 127 - 132 H/ 744 - 750 M
Para sejarawan, pada umumnya sependapat bahwa para khaliafah terbesar pada masa Bani Umayyah adalah Mu'awiyah, Abdul Malik dan Umar bin Abdul Aziz. [24]
Pada awal pembentukannya, Bani Umayyah sangat memiliki pengaruh besar dalam hal politiknya yaitu dengan memindahkan ibukota kekuasaan Islam yang sebelumnya berada di Madinah ke Damaskus. Kebijakan itu dilakukan tidak hanya sekadar untuk menunjukan kuatnya eksitensi Bani Umayyah yang telah mendapat legitimasi politik dari masyarakat Syiria, namun lebih dari itu, pemindahan kekuasaan juga memiliki tujuan adalah untuk pengamanan dalam negeri yang sering mendapat serangan-serangan dari lawan politiknya.
a. Sistem Penggantian kepala Negara bersifat Monarchi. Pemindahan sistem kekuasaan juga dilakukan Muawiyyah, sebagai bentuk pengingkaran demokrasi yang dibangun masa Nabi dan Khalifah yang empat. dari kekhalifahan yang berdasarkan pemilihan atau musyawarah menjadi kerajaan turun menurun (monarch/ heridetis).
b. Sistem Sosial (Arab dan Mawali). Pada masa Nabi dan khalifah yang empat, keanggotaan masyarakat secara umum dalam segala hal hanya dibatasi berdasarkan keagamaan, sehingga masyarakat secara garis besar terdiri Muslim dan non Muslim, dan dalam memperlakukan orang Islam sebagai mayoritas dapat dibedakan menurut dua kriteria, pertama yang menjurus kepada hal-hal yang praktis dan seringkali diterapkan pada kelompok, dan kreteria kedua berupa tindakan pengabdian kepada masyarakat yang sifatnya tebih personal. Sebagai tambahan atas kedua kriteria itu, pada Dinasti Umayyah syarat keanggotaan masyarakat harus berasal dari orang Arab, sedangkan orang non-Arab setelah menjadi Muslim harus mau menjadi pendukung (mawali) bangsa Arab. Dengan demikian masyarakat Muslim pada masa Dinasti Umayyah terdiri dari dua kelompok, yaitu Arab dan Mawali.
Dikalangan kaum Mawali lahirlah satu gerakan rahasia yang terkenal dengan nama Asy-Syu'ubiyyah yang bertujuan melawan paham yang membedakan derajat kaum Muslimin yang sebetulnya mereka bersaudara, dan yang membedakan hanyalah ketaqwaan mereka serta banyak kaum Mawali yang bersikap membantu gerakan Bani Hasyim turunan Alawiyah, bahkan juga memihak kaum Khawarij.
c. Kebijaksanaan dan Orientasi Politik. Selama lebih kurang 90 tahun Dinasti Bani Umayyah ini memerintah, banyak terjadi kebijaksanaan politik yang dilakukan pada masa ini, seperti:
1) Pemisahan Kekuasaan. Terjadi dikotomi antara kekuasaan agama (spiritual power) di tunjuklah qadhi/ hakim dan kekuasaan politik (temporal power). Dapatlah dipahami bahwa Mu'awiyah bukanlah seorang yang ahli dalam keagamaan sehingga diserahkan kepada para Ulama.
2) Pembagian wilayah. Khalifah bin Khattab terdapat 8 Provinsi, maka pada masa Bani Umayyah menjadi 10 Provinsi Wilayah kekuasaan terbagi dalam 10 provinsi, yaitu:
a) Syiria dan Palestina;
b) Kuffah dan Irak;
c) Basrah, Persia, Sijistan, Khurasan, Bahrain, Oman, Najd dan Yamamah;
d) Arenia;
e) Hijaz;
f) Karman dan India;
g) Egypt (Mesir);
h) Ifriqiyah (Afrika Utara);
i) Yaman dan Arab selatan, dan
j) Andalusia. [25]
Setelah mencermati uraian tersebut di atas, ternyata faktor-faktor yang menjadikan Islam menjadi Negara besar di masa pemerintahan Bani Umayyah adalah sebagai berikut:
1. Faktor Internal
Yakni faktor-faktor yang timbul dari daam diri (pemerintahan Bani Umayyah) sebagai negara Islam, yang meliputi:
a. Luasnya Wilayah
Setelah memperoleh hasil dari penaklukan-penaklukan, maka pemerintahanbani Umayyah mempunyai wilayah yang sangat luas, dibandingkan pada Umayyah mempunyai wilayah yang sangat luas, dibandingkan pada Nabi Muhammad dan Khulafar Rasyidin. [26]
2. Faktor Eksternal
Faktor dari luar yang menjadikan negara Islam besar di masa pemerintahan Bani Umayyah adalah sebagai berikut:
a. Kelemahan dan kemunduran kekuasaan akibat hancurnya negara Persia dan terporsirnya Bizantium, akibat peperangan kedua negara secara terus menerus barang tentu akan membawa pengorbanan dan kerugian yang besar bagi kedua belah pihak baik aspek militer, ekonomi, dan sosial kemsyarakatan. [27]
Sebagaimana diketahui bahwa kaum khawarij adalah pengikut pengikut Ali bin Abu Thalib yang meninggalkan barisannya karena tidak setuju dengan sikap Ali dalam menerima tahkim sebagai jalan untuk menyelesaikan persengketaan kekhalifahan dengan Mu'awiyah bin Abi Sufyan. Menurut khawarij, tahkim itu suatu putusan yang tidak sesuai dengan Al Qur'an, sehingga orang yang mengadakan ataupun menerima tahkim tersebut berarti telah berbuat dosa dan kafir. [28]
Golongan Syiah adalah pengikut-pengikut setia Ali bin Abu Talib, yang berkeyakinan, bahwa Ali-lah sebenarnya yang harus (berhak) menggantikan Nabi Muhammad untuk menjadi Khalifah Umat Islam. [29]
Sebagaimana diketahui, bahwa Dinasti Bani Umayyah mendasarkan pemerintahnnya atas warna ke-Arabian yang keras dan murni, sehingga persamaan hak antara kaum muslimin yang berkebangsaan Arab dengan non Arab nyaris lenyap. Kekuasaan Islam yang telah dibangun oleh Rasululllah atas dasar persamaan dan persaudaraan telah ditinggalkan oleh pemerintahan Dinasti Umayyah pada masa-masa akhir pemerintahannya. [30]
Pada masa pemerintahan Dinasti Bani Umayyah, kefanatikan kesukuan (tribal spirit) sebagai masalah lama muncul kembali dan hidup dengan subur. Suku-suku Arabia terbagi ke dalam dua kelompok, yaitu suku bangsa Arab Utara yang disebut Mudhaiya (suku Qays) , yang pada umumnya bertempat tinggal di Irak, dan suku bangsa Arab Utara yang disebut Mudhariyah (suku Qays), yang pada umumnya bertempat tinggal di Syiria. Khalifah-khalifah Bani Umayyah mendukung salah satu kelompok bangsa Arab (suku) tersebut, menurut mana yang cocok bagi mereka. Kebijaksanaan ini mengguncangkan seluruh wilayah kekuasaan Dinasti Bani Umayyah ke dalam rangkaian pertikaian atau pertengkaran berdarah di antara kedua kelompok tersebut. [31]
Sebagian dari sejarah perjalanan kekuasaan Bani Umayyah diwarnai oleh dekadensi dan demokralisasi sebagian khalifah. Diceritakan bahwa Yazid Ibn Abdul Malik adalah seorang yang buruk akhlaknya. Ia lebih banyak menggunakan waktunya untuk berfoya-foya, minum - minuman keras, bercanda dan bercumbu dengan dayang-dayangnya dari pada mengurusi pemerintahannya. [32]
Ketika Umar bin Abdul Aziz menjabat sebagai khalifah, waktu itulah disusun secara diam-diam propaganda untuk menegakkan Dinasti Abasiyyah (Bani Abbas). Sikap toleransi Umar Ibn Abdul Aziz dalam memerintah menyebabkan suburnya propaganda-propaganda tersebut. Pelopor gerakan ini adalah Ali Ibn Abdillah Ibn Abdul Abbas dan puteranya yang bernama Muhammad Ibn Ali. [33]
Serangan terhadap kekuasaan Bani Umayyah dimulai dari Khurasan, suatu daerah di Persia kemudian dilanjutkan ke Kufah, Irak. Dalam pertempuran antara kekuatan Bani Abbas dengan kekuatan Bani Umayyah yang terjadi pada tahun pada tahun 750 M. Di Irak, Bani Umayyah mengalami kekalahan dan khalifah Marwan Ibn Muhammad lari ke Mesir. Tetapi kemudian ia terbunuh di sana pada tahun 132 H./750 M. Tak lama kemudian Damaskus jatuh. Dengan terbunuhnya Marwan Ibn Muhammad (Marwan II) dan jatuhnya Damaskus sebagai pusat pemerintahan Dinasti Bani Umayyah, maka berakhirlah sudah riwayat kekuasaan Dinasti Bani Umayyah. Digantikan oleh Dinasti Bani Abbas. [34]
Ada beberapa faktor yang menyebabkan Daulah Bani Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran. Faktor-faktor itu antara lain adalah:
1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidakjelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.
2. Latar belakang terbentuknya Daulah Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali. Kelompok Syi'ah (para pengikut Ali) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.
3. Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Di samping itu, sebagian besar golongan mawali (non Arab), terutama di Irak dan wilayah bagian timur lainnya, merasa tidak puas karena status mawali, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah.
4. Lemahnya pemerintahan daulah Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan.
5. Kelemahan pemerintahan pusat dalam mengendalikan dan mengontrol wilayah yang amat luas.
6. Penyebab lain dari tergulingnya kekuasaan Daulah Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Abbas bin Abdul Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi'ah, serta dukungan dari kaum mawali yang merasa dikelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah. [35]
DAFTAR PUSTAKA
Fu'ad, Ah. Zakki. Sejarah Peradaban Islam Paradigma Teks, Reflektif, dan Filosofis. UIN Sunan Ampel Press. Surabaya. 2016
Fu'ad, Ah. Zakki. Sejarah Peradaban Islam. UIN Sunan Ampel Press. Surabaya. 2014
Mas'ud, Sulthon. Sejarah Peradaban Islam. UIN Sunan Ampel Press. Surabaya. 2014
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II. Rajawali Pers. Jakarta. 2013
Munir, Samsul. Sejarah Peradaban Islam. Amzah. Jakarta. 2010
Sudarsono, Noventi Dwi Ariyanti. Fenomena Hedonisme Dalam Pemerintahan Bani Umayyah (41-132 H/ 661-750 M) . UIN Sunan Ampel Press. Surabaya. 2015
https://tomymuhlisin.blogspot.com/2015/08/makalah-peradaban-islam-pada-masa-bani.html . Diakses pada tanggal 3 Oktober 2018
https://www.rangkumanmakalah.com/dinasti-umaiyah/ . Diakses pada 30 September 2018
[1] Ah. Zakki Fu'ad, Sejarah Peradaban Islam Paradigma Teks, Reflektif, dan Filosofis , (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press,2016), hal. 78-79.
[2] Sulthon Mas'ud, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya:UIN Sunan Ampel Press, 2014), hal. 83.
[3] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hal. 42.
[4] Ah. Zakki Fu'ad, Sejarah Peradaban Islam Paradigma Teks, Reflektif, dan Filosofis , (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press,2016), hal. 79.
[5] Ah. Zakki Fu'ad, Sejarah Peradaban Islam Paradigma Teks, Reflektif, dan Filosofis , (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press,2016), hal. 80.
[6] https://www.rangkumanmakalah.com/dinasti-umaiyah/ diakses pada 30 September 2018 pukul 21.45
[7] Ah. Zakki Fu'ad, Sejarah Peradaban Islam Paradigma Teks, Reflektif, dan Filosofis , (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press,2016), hal. 81.
[8] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hal. 43.
[9] Ah. Zakki Fu'ad, Sejarah Peradaban Islam Paradigma Teks, Reflektif, dan Filosofis , (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press,2016), hal. 82-83.
[10] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hal. 44.
[11] Ah. Zakki Fu'ad, Sejarah Peradaban Islam Paradigma Teks, Reflektif, dan Filosofis , (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press,2016), hal. 84.
[12] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hal. 44.
[13] Ah. Zakki Fu'ad, Sejarah Peradaban Islam Paradigma Teks, Reflektif, dan Filosofis , (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press,2016), hal. 84-85.
[14] Ah. Zakki Fu'ad, Sejarah Peradaban Islam Paradigma Teks, Reflektif, dan Filosofis , (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press,2016), hal. 85.
[15] Noventi Dwi Ariyanti Sudarsono, Fenomena Hedonisme Dalam Pemerintahan Bani Umayyah (41-132 H/ 661-750 M), (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press 2015), hal. 37.
[16] Ah. Zakki Fu'ad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), hal. 119.
[17] Ah. Zakki Fu'ad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), hal. 119.
[18] Ah. Zakki Fu'ad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), hal. 121.
[19] Ah. Zakki Fu'ad, Sejarah Peradaban Islam Paradigma Teks, Reflektif, dan Filosofis , (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press,2016), hal. 86.
[20] Ah. Zakki Fu'ad, Sejarah Peradaban Islam Paradigma Teks, Reflektif, dan Filosofis , (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press,2016), hal. 88.
[21] Ah. Zakki Fu'ad, Sejarah Peradaban Islam Paradigma Teks, Reflektif, dan Filosofis , (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press,2016), hal. 88.
[22] Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah,2010), hal. 136.
[23] Ah. Zakki Fu'ad, Sejarah Peradaban Islam Paradigma Teks, Reflektif, dan Filosofis , (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press,2016), hal. 90.
[24] Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah,2010), hal. 121-122
[25] https://tomymuhlisin.blogspot.com/2015/08/makalah-peradaban-islam-pada-masa-bani.html diakses pada tanggal 3 Oktober 2018 pukul 23.20
[26] Ah. Zakki Fu'ad, Sejarah Peradaban Islam Paradigma Teks, Reflektif, dan Filosofis , (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press,2016), hal. 92.
[27] Ah. Zakki Fu'ad, Sejarah Peradaban Islam Paradigma Teks, Reflektif, dan Filosofis , (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press,2016), hal. 94.
[28] Harun Nasution, Teologi Islam; Aliran-aliran Sejarah dalam Ah. Zakki Fu'ad, Sejarah Peradaban Islam Paradigma Teks, Reflektif, dan Filosofis , (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press ,2016), hal. 94.
[29] Harun Nasution, Teologi Islam; Aliran-aliran Sejarah dalam Ah. Zakki Fu'ad, Sejarah Peradaban Islam Paradigma Teks, Reflektif, dan Filosofis , (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press ,2016), hal. 95.
[30] K. Ali, A. Study of Islamic History dalam Ah. Zakki Fu'ad, Sejarah Peradaban Islam Paradigma Teks, Reflektif, dan Filosofis , (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press,2016), hal. 98.
[31] Ah. Zakki Fu'ad, Sejarah Peradaban Islam Paradigma Teks, Reflektif, dan Filosofis , (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press,2016), hal. 100.
[32] Ah. Zakki Fu'ad, Sejarah Peradaban Islam Paradigma Teks, Reflektif, dan Filosofis , (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press,2016), hal. 102.
[33] Ah. Zakki Fu'ad, Sejarah Peradaban Islam Paradigma Teks, Reflektif, dan Filosofis , (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press,2016), hal. 104.
[34] Ah. Zakki Fu'ad, Sejarah Peradaban Islam Paradigma Teks, Reflektif, dan Filosofis , (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press,2016), hal. 104 - 105.
[35] Sulthon Mas'ud, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya:UIN Sunan Ampel Press, 2014), hal. 88-89.
Download File Dinasti Umaiyyah/Khilafah Bani Umaiyyah (Format Docx.)
*Note !! : Format penulisan dalam file telah diatur berdasarkan ketentuan yang berlaku
ConversionConversion EmoticonEmoticon