DINASTI BANI UMAYYAH
(Islam Kekuatan Politik dan Kemajuannya)
A. Pembentukan Bani Umayyah
Kontroversi yang terjadi pada masa pergantian khalifah Ali bin Abi Thalib kepada Mu'awiyah bin Abi Sufyan menimbulkan beberapa kontroversi berupa peristiwa pahit yang disebut sebagai lembaran hitam sejarah Islam. Melalui tahkim, Mu'awiyah telah terangkat menjadi khalifah yang tidak resmi, sedangkan Ali bin Abi Thalib juga turun dari kedudukan khalifah secara tidak resmi pula, sehingga terjadilah dua kekuasaan khalifah, Ali bin Abi Thalib di wilayah Irak dan Mu'awiyah di wilayah Damaskus.
Terbunuhnya Ali bin Abi Thalib digunakan sebagai titik dari berakhirnya masa kekhalifahan Bani Hasyim tersebut, akan tetapi kedudukan khalifah dilanjutkan kembali oleh anaknya yang bernama Hasan. Kedudukan Hasan sebagai khalifah mempunyai titik kelemahan yang dikarenakan Hasan tidak memiliki kemampuan yang setara dengan Ali bin Abi Thalib.
Kelemahan inilah yang dimanfaatkan oleh Mu'awiyah untuk mengamankan posisinya sebagai khalifah dengan berbagai tawaran dan diplomasi. Akhirnya Hasan pun bersedia mengundurkan diri dari jabatan kekhalifahannya apabila Mu'awiyah mau menerima syarat-syarat yang dijanjikan. [1]
Bagi Mu'awiyah, seberat apapun syarat yang diberikan tidak perlu dipertimbangkan lagi karena Mu'awiyah bersedia menjanjikan apa saja asalkan Hasan bersedia mengundurkan diri dari jabatan kekhalifahan seperti yang telah disebutkan dalam perjanjian. Perjanjian ini membawa dampak yang positif dalam sejarah peradaban Islam dengan kembalinya umat muslim dalam satu kepemimpinan. Tahun itu dikenal dalam sejarah sebagai 'Am Al-Jama'ah (tahun persatuan).
Setelah Hasan turun dari kursi kekhalifahan, maka Mu'awiyah naik ke kursi kekuasaan yang didambakannya melalui jalan kekerasan, diplomasi, tipu daya dan tanpa melalui suara terbanyak. Dengan demikian, berdirilah Bani Umayyah secara resmi dengan khalifahnya yang pertama bernama Mu'awiyah bin Abu Sufyan.
Dalam sejarah, Dinasti Bani Umayyah bertahan selama 90 tahun dengan 14 khalifah, semuanya diangkat berdasarkan keturunan Bani Umayyah. Pada masa pemerintahan Bani Umayyah ini terkenal dengan perubahan sistem pemerintahan dari baiat ke sistem kerajaan, dan Mu'awiyah juga menganut kebijakan yang kuat. Perluasan kekuasaan muslim yang besar terjadi di bawah kepemimpinannya. Dia adalah organisator yang sangat ulung bagi kemenangan-kemenangan Islam. [2]
Menurut Philip K. Hitti, pemerintahan Dinasti Bani Umayyah ini tidak hanya membuktikan konsolidasi, akan tetapi juga mencakup perluasan wilayah kekhalifahan. Perluasan yang dilakukan oleh Dinasti Bani Umayyah ini merupakan lanjutan ekspansi-ekspansi yang telah dilakukan oleh Usman dan Ali bahkan angkatan lanjutannya mampu melakukan penyerangan ke ibu kota Bizantium dan Konstantinopel yang selanjutnya akan dikuasai oleh khalifah-khalifah dari Dinasti Bani Umayyah.
Secara garis besar perlu perluasan kekuatan politik Bani Umayyah yang meliputi tiga front yaitu: Front Asia Kecil, Front Afrika Utara, dan Front Timur. Perluasan kekuatan politik Bani Umayyah ini diikuti pula oleh kemajuan-kemajuan di bidang kenegaraan dan peradabannya.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa saat terbentuknya dinasti Bani Umayyah terdapat beberapa peristiwa-peristiwa seperti adanya dua kekuasaan khalifah yang dikenal dalam sejarah sebagai lembaran hitam sejarah Islam, terbunuhnya Ali yang digunakan sebagai titik berakhirnya masa kekhalifahan Bani Hasyim, kedudukan khalifah Ali yang dilanjutkan kembali oleh anaknya yang bernama Hasan, turunnya Hasan dari kedudukannya yang terjadi akibat Hasan memiliki kelemahan yang akhirnya dimanfaatkan oleh Mu'awiyah, diangkatnya Mu'awiyah sebagai khalifah secara resmi tanpa melalui pemilihan suara terbanyak, kembalinya umat Islam dalam satu kepemimpinan yang disebut sebagai 'Am Al-Jama'ah (tahun persatuan), perubahan sistem dari baiat ke kerajaan, dan juga perluasan kekuasan wilayah muslim yang besar.
B. Perluasan Wilayah Islam
Perluasan daerah dan penaklukan-penaklukan baru dilaksanakan apabila stabilitas dalam negeri sudah ada dan mempunyai kekuatan. Perluasan wilayah ini banyak dilakukan oleh khalifah Dinasti Bani Umayyah terutama pada masa khalifah Abdul Malik, Al-Wahib, dan sedikit pada masa Khalifah Sulaiman. Dalam masa Khalifah inilah terlaksananya perluasan dan penaklukan yang gemilang.
Gerakan perluasan kekuatan politik yang dilakukan ini meliputi tiga front yang terpenting, yaitu :
- Front Asia Kecil yaitu pertempuran melawan bangsa Romawi di Asia Kecil, termasuk pada pengepungan terhadap Konstantinopel dan penyerangan beberapa pulau di laut tengah.
- Front Afrika Utara, front ini sampai ke Pantai Atlantik, kemudian menyebrang ke Selat Jabal Tariq dan sampai ke Spanyol, kedua front ini dinamakan Front Barat.
- Front timur, front ini meluas dan terbagi kepada dua cabang, yang satu menuju ke utara yaitu ke daerah-daerah di seberang sungai Jihun, kemudian cabang kedua menuju ke selatan meliputi daerah Sind. [3]
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa perluasan wilayah umat Islam pada saat Dinasti Bani Umayyah Banyak dilakukan oleh khalifah yang terutama Abdul Malik, Al-Wahib, dan sedikit di masa khalifah Sulaiman. Pada masa inilah terjadi perluasan wilayah yang gemilang. Perluasan ini dilakukan melalui tiga front yaitu Front Asia Kecil, Afrika Utara, dan Front Timur.
- Perluasan ke Asia Kecil
Sebagai khalifah pertama Dinasti Bani Umayyah, Mu'awiyah merupakan orang pertama yang melanjutkan ekspansi-ekspansi yang telah dilakukan oleh khalifah Ar-Rosyidin. Setelah Mu'awiyah selesai memadamkan pemberontakan dalam negeri, mulailah ia mengarahkan kembali perhatiannya dengan mengekspansi imperium Bizantium. Pada masa Daulah Umayyah, yang menjadi ibu kota pemerintahannya adalah kota Damaskus. Kota tersebut dekat sekali letaknya dengan batas kerajaan Bizantium.
Ketika terjadinya kekacauan-kekacauan sebelum berdirinya Bani Umayyah, pasukan Romawi ketika itu telah merebut kembali beberapa daerah di Armenia, yang sebelumnya itu telah ditaklukan oleh kaum muslimin. Untuk mengembalikan daerah yang telah ditaklukan itu, Mu'awiyah mempersiapkan armada lautnya yang terdiri dari 1700 kapal lengkap dengan perbekalan dan persenjataannya, lalu diserangnya pulau-pulau di laut tengah sehingga ia berhasil menduduki pulau Rhades pada tahun 53 H, dan pulau Sincilia dan juga pulau Arwad yang letaknya tidak jauh dari kota Konstantinopel.
Pulau-pulau ini semuanya dekat dengan pulau Cyprus yang telah ditaklukkan Mu'awiyah pada masa khalifah Usman. Dalam penyerangan terhadap kebanyakan pulau-pulau tersebut, armada Islam dipimpin oleh Janadah Ibnu Abi Umayyah.
Setelah berhasil menguasai beberapa pulau tersebut, Mu'awiyah mulai pula bergerak mengarahkan angkatan lautnya yang lebih besar untuk mengepung kota Konstantinopel di bawah pimpinan Yazid Ibnu Mu'awiyah dan didampingi oleh pahlawan-pahlawan islam yang gagah berani, pengepungan ini tidak berhasil meskipun sudah berlangsung selama 7 tahun, tanpa diketahui secara pasti mengapa armada itu mengundurkan diri dari pengepungan itu, asumsi-asumsi yang berkembang armada itu terbakar, ada yang mengatakan dibakar tetapi pengunduran itu terjadi pada akhir-akhir masa pemerintahan Mu'awiyah atau masa awal pemerintahan anaknya yaitu Yazid. Kemudian pada masa pemerintahan Al-Wahid timbul kembali untuk menaklukan Konstantinopel tetapi tidak berhasil, juga diteruskan pada masa pemerintahan Sulaiman dan tidak juga berhasil dikarenakan penghianatan Leon Mar'asy yang berbalik menyerang kaum muslimin.
- Perluasan ke Timur
Masa pemerintahan Mu'awiyah beberapa kemajuannya diperoleh di kawasan panglima Qais Ibnu Hatsam yang juga sebagai gubernur di Khurazan. Masa ini berhasil menaklukkan Badqis, Harah (Heart) dan Balkh. Penaklukan ini berawal dari pengkhianatan mereka terhadap perjanjian yang telah dilakukan agar dengan umat Islam. Setelah ditaklukan, penduduk Balkh meminta damai dan disetujui oleh Qais, setelah itu penduduk Baghis dan Harah meminta damai pula.
Kemudian penaklukan juga diarahkan ke Ghazna, Kandahar, serta kawasan lainnya. Di timur jauh pasukan muslim sampai ke sungai Indus dan berhasil menaklukkan Dainabul dan Al-Nirun.
Dengan demikian penaklukan Mu'awiyah sudah mencapai kawasan Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Ekspansi ke Timur diteruskan selanjutnya oleh penggantinya Walid bin Malik yang dipimpin oleh Qutaibah bin Muslim. Setelah menyebrangi sungai Oxus dan melakukan peperangan dari tahun 706-709, Bukhara berhasil ditaklukkan, dua tahun kemudian Samarkan dapat dikuasai. Kemudian pada masa Abd. Al-Malik di bawah pimpinan Al-Hajjaj Ibn Yusuf tentara yang dikirimnya menyebrangi sungai Oxus dan Balkh, Bukhara, Khawajim, Ferghana, dan Samarkan tentaranya juga sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind, dan daerah Punjab sampai ke Multan. [4]
- Perluasan ke Afrika Utara
Ekspansi Islam selanjutnya diarahkan ke daerah pantai Afrika Utara yang dulunya takluk ke bawah kekuatan Romawi dan diperintah oleh satuan-satuan tentara Romawi yang ditempatkan pada tempat tersebut. Penaklukan islam ini terus berlanjut sampai ke Bargah dan Tripoli. Kaum muslimin menaklukkan Bargah dan Tripoli untuk menjaga keamanan daerah Mesir dari serangan kerajaan Bizantium. Akan tetapi pada akhirnya kerajaan Bizantium memperkuat kembali kubu-kubu pertahanan mereka di pantai dan mengirimkan satuan-satuan tentara yang ditempatkan di kubu-kubu tersebut. Tugas itu dipercayakan kepada Uqbah Ibnu Nafi Al-Fihri. [5]
Karena kemahiran dan keberanian Uqbah dapat mengalahkan armada Bizantium di daerah pantai, demikian pula bangsa Barbar di pedalaman maka daerah Tripoli dan Fazzan dikuasai kembali selanjutnya terus ke selatan sampai ke Sudan. Penyerbuan pada saat ini bukan dimaksud untuk mengamankan Mesir lagi, tetapi menyapu bersih satuan Romawi dan untuk memasukkan negeri-negeri itu seluruhnya ke dalam Daulah Islamiyah.
Di sebuah lembah yang terletak jauh dari pantai, Uqbah membangun kota Qairawan tahun 670 M (50 H), dimana di dalam kota ini dibangun masjid, asrama-asrama militer, gedung-gedung pemerintah, serta perumahan-perumahan perwira. Pada masa pemerintahan Yazid di bawah pimpinan Uqbah juga berhasil untuk memajukan penaklukan sampai ke pantai lautan Atlantik, tetapi kemenangan ini tidak berlangsung lama karena tewasnya Uqbah dan kalahnya satuan-satuan mereka, maka kembalilah ke tangan Romawi daerah pantai tersebut.
Khalifah Umayyah mulai bangun kembali pada masa pemerintahan Abdul Malik. Ia mengirimkan satuan yang besar di bawah pimpinan Ibnu Nu'am Al-Ghassani. Satuan ini berhasil menumpas satuan-satuan Romawi dan menghalau mereka dari Afrika Utara. Begitu pula mereka berhasil menindas perlawanan bangsa Barbar.
Dengan demikian maka negeri-negeri itu sampai ke pantai lautan Atlantik kembali bagian dari alam Islam. Hasan berusaha pula mengatur urusan-urusan pemerintahan, keuangan, pajak, dan yang lainnya.
- Perluasan ke Barat
Ekspansi ke Barat terjadi pada zaman Al-Walid (705-715). Pasuka Islam yang dipimpin oleh Musa Ibn Nusair dapat menaklukkan Jazair dan Maroko (89 H). Setelah dapat ditundukkannya dia dapat mengangkat Thariq Ibn Ziad sebagai wakil pemerintahan daerah tersebut pada tahun 92 H (711 M). Perluasan dikembangkan ke Eropa, dimana Thariq menyebrangi selat antara Maroko dengan benua Eropa. Beliau mendarat di suatu tempat yang dikenal dengan namanya Gibraltar (Jabal Thariq).
Pendaratan ini merupakan perencanaan untuk menaklukkan Spanyol. Thariq dilengkapi dengan 7.000 orang pasukan (kebanyakan orang Barbar), di Jabal Thariq ini meyusun siasat, namun sebelum pertempuran berlangsung Thariq meminta tambahan pasukan kepada Musa Nushair (Gubernur Afrika Utara), ini dilakukan setelah mengetahui raja Roderich telah mempersiapkan satu pasukan yang cukup besar sekitar 100.000 orang. Musa mengirimkan pasukan tambahan sebesar 5000 orang, dengan dikirim jumlah pasukan Thariq seluruhnya berjumlah 17.000 orang. Thariq dan pasukannya berhasil mengalahkan Roderick, sementara Roderick mungkin melarikan diri dari penyerangan itu atau mungkin juga mati dalam penyerangan itu sehingga tidak diketahui lagi beritanya. [6]
Dengan keberhasilah tersebut pintu gerbang memasuki Spanyol semakin terbuka lebar. Kota Toledo, Malaga, Elvira, dan Granada dapat dikuasai, sementara Cordova jatuh ke tangan umat Islam setelah dua bulan dikepung. Selanjutnya dengan pasukan 18.000 orang, Musa berhasil menaklukkan Carmona, Sidonia, dan penaklukan daerah Seville yang dahulunya menjadi ibukota Spanyol.
Dari penjelasan-penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kekuatan politik Dinasti Bani Umayyah meluas ke Barat dan Timur. Di Barat mencakup dari Mesir ke seluruh Afrika Utara, bahkan sampai ke Andalusia atau Spanyol Islam, dan ke daerah Timur perluasan politik sampai ke India dan perbatasan Cina.
C. Kemajuan Dinasti Bani Umayyah
Sebagaimana yang telah diurakan di atas, pada zaman Dinasti Bani Umayyah, kerajaan Islam Mencapai perluasan yang terbesar, merentang dari pantai-pantai lautan Atlantik dan pegunungan Pirenia hingga ke sungai Indus dan perbatasan Cina, seluas hamparan yang sulit ditemukan bandingannya pada zaman dahulu dan yang tersusul pada masa kini hanya oleh kerajaan Inggris dan Rusia.
Keberhasilan Dinasti Bani Umayyah bukan hanya di bidang perluasan kekuasaan Islam saja, tetapi juga membawa intonasi-intonasi di bidang politik, ekonomi, kebudayaan, dan lain-lain sehingga terbukti dengan keberhasilannya dalam membangun imperium sekaligus menempatkan dirinya sebagai negara adi kuasa pada masanya.
- Bidang Administrasi Pemerintahan
Pada masa Khulafa Ar-Rosyidin, pemerintahan dapat dikatakan pemerintahan yang bersifat demokratis, sedangkan pada masa Dinasti Bani Umayyah sifat demokratis sudah tidak terlihat lagi. Selanjutnya pada masa Khulafa Ar-Rosyidin seperti yang dikatakan sejarawan, bahwa belum terpisah antara urusan agama dengan urursan pemerintahan.
Pada masa Dinasti Bani Umayyah mengalami penafsiran baru. Hal ini dapat dipahami karena kebanyakan khalifah Bani Umayyah bukan orang yang ahli dalam soal-soal agama walaupun ada beberapa orang khalifah yang ahli soal agama tetapi masih merujuk dengan sistem yang telah dilaksanakan oleh khalifah yang pertama yaitu Mu'awiyah. Maka dari itu masalah keagamaan diserahkan kepada ulama' yang terdiri dari Qadhi dan Hakim. Pada umumnya para Qadhi dan Hakim tersebut menjadikan Al-Qur'an dan Hadist Nabi sebagai sumber pertama. [7]
Saat Mu'awiyah berada pada puncak pemerintahan, bentuk pemerintahannya diubah sebagaimana yang Mu'awiyah katakan: " There is not room for to stallions in one thicket". [8] Sejak Mu'awiyah menunjuk anaknya sebagai penggantinya menjadi khalifah, maka lahirlah bentuk kerajaan dalam Islam yang seterusnya berlanjut pada khalifah-khalifah selanjutnya.
Kemudian dalam hal administrasi pemerintahan dibentuklah beberapa Diwan (departemen) yang terdiri dari antara lain:
a) Diwan Rasail, berfungsi mengurus surat-surat tugas negara, Diwan ini ada dua macam yaitu Sekretariat negara pusat dan Sekretariat provinsi.
b) Diwan Al-Kharaj. Berfungsi mengurus pajak. Diwan ini dibentuk di tiap provinsi yang dikepalai oleh Shahib Al-Kharaj.
c) Diwan Al-Barid, merupakan badan intelijen yang bertugas menyampaikan rahasia daerah pada pemerintahan pusat.
d) Diwan Al-Khatam. Mu'awiyah merupakan orang pertama yang mendirikan Diwan Al-Khatam ini sebagai departemen pencatatan. Setiap peraturan yang dikeluarkan khalifah harus disalin dalam suatu register, kemudian yang asli harus disegel dan dikirim ke alamat yang dituju. [9]
- Bidang Ekomomi
Berbicara tentang kondisi ekonomi pada masa Dinasti Bani Umayyah, keberadaan Baitul Mal merupakan bukti adanya perkembangan ekonomi pada masa itu. Eksistensi pada masa Dinasti Bani Umayyah sangat berperan sekali disebabkan oleh penaklukan yang dilakukan sangat luas sekali, ke Barat sampai ke Afrika Utara Andalusia dan ke Timur sampai ke India dan ke perbatasan Cina. Daerah yang ditaklukkan ini terkenal dengan kekayaan dan kesuburan tanahnya.
Khalifah dan para pejabat negara serta militer waktu itu banyak memperoleh harta rampasan perang dan tanah-tanah yang subur dari tuan-tuan tanah besar Bizantium yang telah melarikan diri bersama tentara kerajaan yang telah dilumpuhkan. Pemerintahan memperoleh pajak-pajak dari daerah-daerah yang ditaklukkan tersebut. Pemasukan keuangan negara berupa Kharaj, Jizyah, Usyur, Zakat dan yang lainnya. Ada tanah yang diolah dengan memakai tenaga buruh dari para petani, ini termasuk sumber pemasukan pokok keuangan negara. Sistem sewa ini ditirukan dari sistem emphyteusis dari Bizantium. [10] Sistem ini dikenal dengan sebutan Qatasi dan Sawafi. Cara pengolahan sewa tanah ini diserahkan pada Diwan Sawafi yang telah dibentuk pada masa Bani Umayyah ini.
Jumlah Qatasi dan Sawafi ini berkembang cepat, kemudian hak sewa tersebut dijual kepada para famili penguasa saat itu, oleh karena itu lahirlah para borjuis yang Islami atau orang kaya Islam baru. Perkembangan ini dapat mempengaruhi investasi pemasukan negara yang berkembang dari pertanian kepada perdagangan, kondisi seperti ini akan berpengaruh besar bagi perekonomia rakyat dan negara.
Pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan dicetak uang sebagai alat tukar yang dibuat dari emas dan perak, serta dihiasi dengan khat ayat Al-Qur'an. Mata uang ini berbeda dengan kerajaan Bizantium ataupun dirham kerajaan Persi. Percetakan uang kembali sebagai ciri khas bagi khalifah Bani Umayyah pada masa pemerintahan Abdul Malik ini menunjukka banyaknya orang kaya melimpah ruah di kota-kota bahkan di padang pasir. [11]
Melihat kondisi perekonomian yang demikian dapt dikatakan bahwa perekonomian pada saat itu sangat baik dan maju. Hal seperti yang dikatakan oleh Philip K. Hitti sebagai berikut : "Suatu kenyataan yang dapat dikatakan bahwa suasana dan corak umum dari kehidupan kota Damsik dalam abad kedelapan, tidak banyak berbeda dengan kehidupan yang didapati sekarang, dapat dilihat dari seorang penduduk Damsik yang berpakaian celana yang longgar, sepatu merah yang lancip, dan serban yang besar, yang berjalan di atas lorong-lorong yang sempit dan tertutup dari atas, di sana sini, dapat dilihat seseorang yang menunggangi kuda, berpakaian sutra putih yang bernama "aba" dan bersenjatakan pedang dan tombak. Para penjual limun dan jaudah-jaudah bersitegang urat leher untuk menyaingi hingar yang disebabkan oleh orang-orang yang berlalu lalan dan keledai unta yang membawa muatan berbagai hasil gurun pasir dan tanah-tanah subur. Nama Ahallah (Bani) Umayyah tersebut mengadakan suatu sistem pembagian air dalam kota Damsik, yang pada zaman itu tidak mempunyai bandingan di dunia Timur yang kini masih terpakai. [12]
Dengan pejelasan dari gambaran-gambaran diatas, kita bisa mengetahui begitu besarnya kemajuan di bidang ekonomi pada masa Bani Umayyah yang menjadikan Islam sebagai kekuatan adi daya di masa itu.
- Bidang Sains dan Peradaban
Pada masa Dinasti Bani Umayyah merupakan benih yang ditebarkan atas pohon ilmu dan peradaban islam, akan tetapi ia berbunga dan berbuah pada masa daulah Abbasiyah. Pada masa Bani Umyyah umumnya mempunyai perkumpulan kultur yang berada dari daerah yang ditaklukkan dan dikuasai, kemudian beragaman kultur tersebut mempengaruhi kultur pada bagian terbesar abad XIV sejarah islam. Sumber kultur kemajuan islam sesungguhnya adalah dengan cara menekuni dengan asyik akan ilmu-ilmu agama Lexikografi (menyusun kampus MJI).
Diantara ilmu pengetahuan yang bukan ilmu keagamaan juga di kembangkan seperti ilmu pengobatan, ilmu hisab dan sebagainya mereka mengususkan dan menterjemahkan buku-buku yang berbahasa latin yang berkembang dari Yunani diterjemahkan berbahasa Arab.
Dinasti Bani Umayyah mempunyai perkumpulan yang dinamakan kultur, kemudian macam beragama kultur sehingga kultur tersebut mempengaruhi kepada keagamaan islam sehingga kultur islam bagian terbesar pada abad XIV, islam sebagai bukti sepanjang periode Bani Umayyah sampai saat ini ummat islam menyadari kebaikan yang bermanfaat. Kultur islam berkembang dan maju pada masa Dinasti bani Umayyah dengan metode selalu menekuni ilmu-ilmu agama dengan senang hati untuk menambahkan intelektual pada masa Bani Umayyah. [13]
- Bidang Politik dan Kenegaraan
Realitas sejarah mengatakan bahwa selama 91 tahun kekuasaan Bani Umayyah telah memantapkan kedudukan negara islam sebagai negara Adikuasa yang merupakan pelanjut dari kekuasaan Nabi Muhammad dan Khulafaur Rasyidin. Sedangkan peristiwa paling penting dalam bidang politik dalam kenegaraan yang terjadi pada masa Bani Umayyah yang merupakan pangkal dari kemajuan selanjutnya adalah peristiwa yang dikenal dengan sebutan "Tuhan persatuan ummat islam" (Ammul Jama'ah). Ammul Jama'ah adalah bersatunya ummat islam kepada kekuasaan Mu'awiyah sehingga peristiwa ini pembuka jalan untuk menyusun kekuasaan baru ummat islam setelah terjadi perpecahan antara Ali dan Mu'wiyah.
Dengan semua ini telah terbukti bahwa peradaban islam pada masa Umaiyah ini telah berkembang. Juga dengan asyiknya masyarakat islam dalam menekuni ilmu-ilmu agama, Lexikografi, Pramasastra dan penulisan sejarah. Dan nantinya hasil-hasil dari penekunan-penekunan tersebut akan menjadi titik tumpuan intelektual pada masa yang akan datang.
Kemajuan-kemajuan tersebut dapat diraih oleh Dinasti Umaiyah dalam peradabannya yang maju pada masa itu juga salah satunya dengan penaklukan-penaklukan berbagai wilayah yang menyebabkan unggulnya umat islam dalam bidang ekonomi. Dan juga dengan sistem sewa yang diambil dari sistem emphyteusis dari Bizantium dan dibarengi dengan pengolahan tanah oleh para petani dapat memberikan pengaruh besar kepada perekonomian islam pada masa itu. Dan dimasa ini pula pada pemerintahan Abdul Malik dibuatnya uang untuk alat tukar pengganti alat tukar dari emas dan perak. [14]
Oleh karena itu, dengan adanya pemerintahan masa-masa Dinasti Umaiyah ini membawa kemajuan besar pada Umat Muslim baik dari segi wilayah, ilmu pengetahuan, ekonomi, peradaban, dan sebagainya. Umat Muslim pada saat ini sangat di takuti dan tak seorangpun dari negara-negara lain yang mampu menggulingkan kekhalifahan Bani Umaiyah ini.
Kemajuan-kemajuan tersebut tanpa disadari sudah mengangkat derajat Kaum Muslimin di mata dunia. Salah satunya pada bidang politik kenegaraan. Sistem pemerintahan pada masa ini berubah dari Baiat menjadi Kerajaan. Kemajuan atas politik di masa ini dapat di lihat dengan melihat keberhasilan-keberhasilan nya dalam menaklukkan berbagai negara dan dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam negri yang dibarengi dengan ancaman dari luar. Juga dengan kemajuan politiknya dapat mempersatukan umat Muslim pada saat itu yang sedang terpecah belah dari pihak Mu'awiyah dan pihak Ali bin Abi Thalib.
Dimasa Dinasti Umayyah ini juga terjadi gerakan-gerakan ilmiah diantaranya Pembagian ilmu (Ilmu baru (Ulum Islamiyah dan Ulum Dakhiliyah) dan ilmu lama), Penyempurnaan tulisan Al-Qur'an, Penulisan dan pembukuan hadits, Kemunculan teologi Islam, Madrasah Hasan Al-Basri, Gerakan Ijtihad. [15]
Sehingga dapat kita ketahui bahwa memang tidak di ragukan lagi sistem pemerintahan pada masa Dinasti Umaiyah ini, akan tetapi pada masa ini tak luput juga akan pemberontakan-pemberontakan dari sebagian pihak yang diantara salah satunya adalah dari kalangan Syi'ah, Khawarij, dan sebagainya.
D. Konflik-konflik Pada Masa Pemerintahan
- Perlawanan Kaum Khawarij
Kaum Khawarij merupakan pengikut Ali yang keluar dari barisan (berpaling dari Ali) karena peristiwa Tahkim. Mereka beranggapan bahwa siapa saja yang mengadakan dan menerima Tahkim tersebut berarti telah berbuat dosa dan kafir.
Mereka juga bersepakat untuk membunuh 4 orang yang dianggap memiliki peran dalam peristiwa tersebut. Kaum Khawarij ini tidak hanya memusuhi dan memerangi Ali. Akan tetapi mereka juga memerangi Mu'awaiyah yang mungkin karena peristiwa Tahkim tadi menimbulkan rasa benci kaum Khawarij kepada pihak Ali dan Khawarij.
Pemberontakan tidak hanya berlangsung di masa Ali bin Abi Thalib dan masa Dinasti Umaiyah saja. Bahkan sampai pemerintahan Abasiyah pun masih terdengar pergerakan-pergerakan Syi'ah tersebut. Pemberontakan ini pernah mereda ketika kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz pada masa Dinasti Umaiyah. Namun bergejolak lagi ketika Umar wafat. [16]
Hal ini menunjukkan bahwa mereka kaum Khawarij benar-benar membenci pemerintahan pada saat itu, yang tidak lain penyebab adanya Tahkim tersebut. Bahkan Ali pun yang dulunya menjadi panutan mereka mejadi musuh mereka yang dengan keras mereka perangi. Begitu juga Mu'awiyah yang kemudian berkelanjutan sampai masa Abasiyah.
- Perlawanan Kaum Syi'ah
Syi'ah merupakan salah satu golongan dari perpecahan golongan dari golongan Ali yang mereka membela Ali dan meninggikan Ali. Mereka berpendapat bahwa seharusnya Ali lah yang berhak menggantikan Rasulullaah SAW menjadi khalifah.
Gerakan pemberontakan ini muncul karena tertarik oleh bujukan-bujukan orang-orang irak yang tidak mengikuti kekhalifahan Yazid bin Mu'awiyah pada tahun 680H. Pemberontakan ini sendiri dipelopori oleh Husain Ibnu Ali.
Telah melalui sebuah perundingan untuk menyelesaikan masalah ini. Namun Husain tetap teguh kepada pendiriannya yang akhirnya menyebabkan pertempuran. Namun kaum Syi'ah pada saat ini mengalami kekalahan dengan tewasnya juga Husain. Namun pergerakan Syi'ah tidak hanya sampai disitu. Bahkan setelah kejadian itu, semakin keras saja perlawanan Syi'ah. [17]
- Perlawanan Abdullah Ibnu Zubair
Perlawanan ini berawal dari keinginan Abdullah Ibnu Zubair yang ingin menjadi khalifah. Ketidak senangannya atas pengangkatan Mu'awiyah merupakan salah satu bukti bahwa ia menginginkan jabatan sebagai khalifah tersebut.
Abdullah begitu menginginkan jabatan ini sehingga pada suatu saat ia memproklamirkan dirinya sebagai khalifah setelah kematian Yazid. Sehingga pada saat diangkatnya Marwan Ibnu Hakam menjabat sebagai khalifah, Marwan tidak dianggap sebagai khalifah, melainkan sebagai pemberontak dan Abdullah lah yang dianggap sebagai khalifah.
Dan setelah diangkatnya Abdul Malik Ibnu Marwan sebagai khalifah, Ia menumpas habis kekuasaan Abdullah sehingga Abdullah hanya dapat bertahan di Masjidil Haram saja. Sampai akhirnya ia terbunuh di dalam peperangan. [18]
E. Faktor-faktor Kemunduran Dinasti Bani Umayyah
- Diskriminasi Rasial
Dalam masa pemerintahan Bani Umaiyah mereka terlalu mementinkan kekuasaan dan kejayaan negrinya akan tetapi sangat kurang dalam hal kemanusiaan dan hak-hak asasi rakyatnya. Serta dengan hal itu juga mereka tanpa disengaja telah sedikit melenceng dari ajaran islam yang menganjurkan akan hal kebaikan (perdamaian dan persaudaraan) dengan hanya mementingkan perluasan kekuasaan tanpa memperhatikan hak-hak dan harapan para muslim-muslim baru ketika masuk islam. [19]
- Separatisme Arab Utara dan Arab Selatan
Permasalahan ini timbul karena kefanatikan antar dua suku Arab ini (Utara dan Selatan) yang menimbulkan berbagai pertikaian diantara keduanya. Permasalahan ini timbul pada masa pemerintahan Yazid, namun. Hal ini bisa terselesaikan pada masa kepemimpinan Umar. Dan timbul lagi setelah Umar wafat. [20]
- Persaingan Jabatan
Hal ini terjadi karena tidak adanya undang-undang yang mengatur dalam pemilihan khalifah baru. Terjadinya peristiwa ini diawali ketika Marwan menjadi khalifah yang sebenarnya dari beberapa pihak kurang menyetujui atas terpilihnya menjadi khalifah. Hal ini juga dipengaruhi oleh 2 suku di arab yaitu Utara dan Selatan yang masing-masing memiliki calon tersendiri untuk dijadikan khalifah.
- Dekadensi dan Demoralisasi Khalifah
Tidak seperti pada masa Khulafaur Rasyidin yang semua khalifahnya memiliki akhlak yang baik meski masih jauh dari sempurna. Khalifah-khalifah pada masa pemerintahan Dinasti Umaiyah ini, tidak semua khalifahnya memiliki akhlak yang baik. Sehingga khalifah pada saat itu tidak dapat dijadikan panutan bagi rakyatnya. Seperti Yazid Ibnu Malik ia memiliki hobi suka berfoya-foya, minum-minuman keras, dan sebagainya. Demikian juga anaknya Al-Walid Ibn Yazid memiliki sifat sama seperti ayahnya (Yazid). [21]
- Gerakan Penyerbuan Bani Abbasiyah Terhadap Bani Umayyah
Hal ini berkatan dengan terambil alihnya kekuasaan kepada Bani Abbas. Hal ini mulai terjadi pada masa pemerintahan Umar Ibnu Abdul Aziz. Dengan diam-diam disusunnya propaganda Dinsati Abbasiyah namun disamarkan dengan menggunakan nama Bani Hasyim. Pembentukan ini dilaksanakan di Hunainah yang bertempat di sebelah Laut Mati.
Dengan ditunjuknya Abu Muslim putra dari Muhammad ibn Ali untuk memimpin penyerangan. Terjadilah sebuah penyerangan yang dimulai dari Khurasan, dan dilanjut ke Kuffah, Irak. Peristiwa ini terjadi pada tahun 750M. Dan diperistiwa ini pula Bani Umaiyah mengalami kekalahan sehingga kabur Marwan Ibn Muhammad ke Mesir dan terbunuh disana pada tahun 132 H. Dengan jatuhnya Damaskus juga berakhirlah masa-masa Dinasti Umaiyah yang kemudian digantikan oleh Dinasti Abbasiyah.
Dapat dimengerti bahwa setiap permasalahan di Dinasti Umaiyah ini berawal dari cara kepemimpinan nya sendiri dan dari kefanatikan berbagai suku yang membuat wilayah-wilayah arab tidak akur. Sehingga timbul permasalahan-permasalahan dikalangan umat Muslim. Yang kemudian dapat membawa Dinasti Umaiyah pada ambang keruntuhan. [22]
F. Faktor Penunjang Keberhasilan Dinasti Bani Umayyah
Dinasti Umaiyah dapat mudah disebut sebagai peradaban yang maju dikarenakan beberapa factor diantaranya karena Luasnya Wilayah akibat penaklukan-penaklukan atas beberapa wilayah pada masanya. Dan juga dari kekuatan militernya yang dengan bala tentara yang tidak takut mati dengan berbekal iman jihad Fi-Sabilillah dan disertai juga dengan kebiasaan berperang yang membuat pasukan umat Muslimin sulit untuk dikalahkan meski dengan jumlah pasukan yang lebih banyak.
Juga dengan faktor ekonomi dan politik. Hal ini dikarenakan ahlinya Bani Umaiyah dalam percaturan politik dan dengan berbagai rampasan perang di waktu penaklukan-penaklukan wilayah. Adapun yang menjadi faktornya diantaranya :
- Luasnya Wilayah
Sesudah memperoleh hasil dari penaklukan-penaklukan, pemerintahan Bani Uamyyah memiliki wilayah yang begitu luas, dibandingkan pada masa Nabi Muhammad dan Khulafar Rasyidin. Kekuasaan yang luas itu dimulai dari negeri Sind dan berakhir di Spanyol.
- Kekuatan Militer
Kekuatan militer kaum muslim ini disebabkan antara iman dan kebiasaan berperang bagi orang arab, watak suka berperang ini dianjurakan di dalam islam untuk berjihad di jalan Allah.
Dari kekuatan mileter ini untuk mendorong semangat di dalam melakukan ekspansi dan perluasan wilayah dari negara-negara yang boleh diperangi dan dijajah oleh agama islam, maka dipilah lah mereka yang terbiasa didalam berperang agar tidak ada didalam jiwa mereka ketakutan kepada musuh yang ingin diperangi.
- Ekonomi dan Politik
Pada masa pembangunan ekonomi ini ditujukan kepada masyarakat-masyarakat "baru" yang telah ditaklukan maupun masyarakat yang tidak ditaklukan, baik dimulainya dari pembangunan sarana-sarana ekonomi seperti sarana pertanian, pengairan, tranportasi, dan lain-lain, juga didapatkan melalui rampasan perang (Qhanimah), yang dimana rakyat merasa puas dengan kinerja dan kebijakan dari pemerintah.
Dari sekian hal penunjangnya ada hal lain yang membuat Dinasti Umaiyah dapat menjadi kekhalifahan yang maju yaitu dengan kemundurannya negara Persia dan Byzantium akibat terus-menerus berperang sehingga sedikit demi sedikit terkikis kejayaannya. Kedua yaitu dengan timbulnya kebencian orang-orang jajahan Byzantium akibat tindakan semena-mena terhadap mereka. [23]
G. Peruntuhan Dinasti Umayyah
Pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz muncullah gerakan - gerakan yang berniat untuk menjatuhkan kekuasaan tersebut yang di pelopori oleh Ali ibn Abdillah Ibn Abdul Abbas dan juga putranya Muhammad ibn Ali. Gerakan ini di lakukan secara diam-diam dan di laksanakan di daerah kampung kecil yang bernama Hunainah yang semua ini berasal dari Bani Abbas.
Pada masa Ibrahim ibn Muhammad anak dari Muhammad ibn Ali yang setelah kematiannya, dia melaksanakan gerakannya dengan menunjuk seseorang yaitu Abu Muslim Al-khurasan sebagai pemimpin pasukannya untuk menyerang dinasti umayyah. Yang penyerbuan itu di mulai dari daerah khurasan kemudian di lanjutkan ke daerah Kufah sampai ke Irak.
Pada tahun 750 M terjadilah pertempuran antara Bani Abbas dengan Bani Umayyah yang akhirnya dapat di menangkan oleh Bani Abbas dan Bani Umayyah mengalami kekalahan. Tak lama setelah peperangan itu, Damaskus jatuh di tangan Bani Abbas dan terbunuhnya Marwan ibn Muhammad di Mesir yang dikarenakan kabur saat akhir dari perang tersebut. [24]
Dari diatas dapat kita tahu bahwa berakhirnya masa Marwan ibn Muhammad khalifah Dinasti Umayyah berada di tangan Bani Abbas yang ibu kotanya berada di Damaskus.
H. Prosesi Pergantian Dinasti Bani Umayyah ke Dinasti Abbasiyah
Pada saat masa suksesi yang dilakukan Bani Abbas terhadap kekhalifahan Bani Umayyah ini sejak masa khalifah Umar bin Abdul Aziz berkuasa. Dengan gerakan yang didahului oleh saudara Bani Abbas, seperti Ali bin Abdullah bin Abbas dan lain lainnya. Dengan upaya merebutkan kekuasaan, Bani Abbasiyah merasa lebih berhak daripada Bani Umayyah atas kekhalifah Islam, sebab mereka adalah dari cabang Bani Hasyim yang secara nasab lebih dekat dengan Nabi SAW. Untuk itu mereka melakukan pergerakan yang luar biasa dalam meruntuhkan kekhalifahan Bani Umayyah, dengan melakukan pemberontakan terhadap Bani Umyyah.
Pergantian suksesi kekuasaan Dinasti Bani Umayyah oleh Dinasti Abbasiyah diwarnai dengan pertumpahan darah. Meskipun kedua dinasti ini berlatar belakang beragama Islam, akan tetapi dalam pergantian posisi pemerintahan melalui perlawanan yang panjang dalam sejarah Islam. [25]
Dari Jurji Zaydan berpendapat bahwa Abu Muslim berperan penting dalam Dinasti Abbasiyah, dalam peran tersebut Abu Muslim menggerakkan apa yang ada padanya. Abu Muslim memimpin penyerangan ke Bani Umayyah karena Abu Muslim memiliki banyak keahliaan dalam hal militer. Dalam penyerangan tersebut Abu Muslim memulai serangan dari Khurasan ke Kufah, Irak. Pada tahun 750 M termulainya peperangan antara Bani Umyyah dengan Bani Abbasiyah di Irak, kemudian Bani Abbasiyah mengalami kemenangan dalam peperangan tersebut. [26]
Dengan demikian dapat kita pahami bahwa di dalam suksesi ini terjadi karena gerakan yang didahului oleh Bani Abbas dengan tujuan meruntuhkan kekhalifahan Bani Umayyah dan merebut kekuasaan khalifah Islam karena Bani Abbasiyah merasa bahwa ia adalah cabang dari Bani Hasyim yang secara nasab dekat dengan Nabi Muhammad SAW. Dan pergantian suksesi ini juga terjadinya peperangan untuk merebutkan kekuasaan dan pemerintahan yang berujung tertumpahnya darah, yang penyerangan tersebut terjadi di Khurasan, Irak. Yang ketika itu Bani Abbas di pimpin oleh Abu Muslim dalam kekutan peperangan maka Bani Umayyah mengalami kekalahan dan Khalifah Marwan yang menjadi pemimpin Bani Mua'wiyah pada saat itu lari ke Mesir. tidak berselang waktu yang lama ia pun terbunuh. Maka berakhirlah riwayat kekuasaan dari Dinasti Bani Umayyah. Dengan digantinya Dinasti Abbasiyah.
Nama : Ahmad Zulfian Arief
NIM : D01218008
Cosma : A
[1] Philip K. Hitti, History of the Arab, (New York: Macsimillian Students Press, 1977), hal. 191, dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2015), hal. 111-112.
[2] Carl Brockelman, History of The Islamic People, (London: 1979), hal. 75, dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2015), hal. 112.
[3] Ahmad Salabi, Mausu'ah at-Thariq al-Islam al-Hadrati, al-Islamiyah, (Mesir: an-Nahdlah, tt), hal. 113, dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2015), hal. 113.
[4] Montgomery Watt, Kejayaan Islam, trj, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990), hal. 38, dalam Ah. Zakky Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2015), hal. 115-116.
[5] Ahmad Salahi, Mausu'ah………hal. 201, dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2015), hal. 116.
[6] Ameer Ali, A Story of The Saraceus, (New Delhi: Kitab Bahavan), hal. 108, dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarahb Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2015), hal. 117-118.
[7] Ali Ibrahim Hasan, Studies in Islamic History, (Bandung: al-Ma'arif, 1987), hal. 42, dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2015), hal. 119.
[8] DS. Margolioth, History of Islamic Civilization, (New Delhi: EJB Bibb, 1981), hal. 63, dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2015), hal. 120.
[9] Syed Mahmuddunnasir, Islam…hal. 153, dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2015), hal. 120.
[10] Bernars Lewis, Bangsa Arab dan Lintasan Sejarah, (Jakarta: PIJ Press, 1988), hal. 61, dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2015), hal. 121.
[11] Muhammad Tayyib an-Najar, Muhadarah fi al-Alam al-Islami, (Kairo: Maktabah Madani, tt.), hal. 236, dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2015), hal. 121-122.
[12] Philip K. Hitti, History…hal. 96-97, dalam Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2015), hal. 122.
[13] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam … …, hal. 110-113.
[14] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam … …, hal. 120-126.
[15] A. Syalabi, Sejarah & Kebudayaan Islam 2, (Jakarta: PT. Pustaka Al-Husna Baru, 2003), hal. 81.
[16] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2015), hal. 130-131.
[17] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam … …, hal. 132-133.
[18] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam … …, hal. 133-135.
[19] Darmawati, Sepak Terjang Demokrasi Dalam Masyarakat Islam, (Makassar: Sulesana, 2013), hal. 29.
[20] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2015), hal. 136-137.
[21] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam … …, hal. 138-141.
[22] Journal. Uin-Alauddin.ac.id/index.php/sls/article/viewFile/1277/1244,. 17-10-2018, hal. 15.
[23] Fuad Mohd. Fachruddin, Perkembangan Kebudayaan Islam, (Jakarta, Bulan Bintang, 1985), hal. 41.
[24] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2015), hal. 142.
[25] Darmawati, Sepak Terjang Demokrasi Dalam Masyarakat Islam, (Makassar: Sulesana, 2013), hal. 15.
[26] Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2015), hal. 142.
Download File Dinasti Umaiyyah/Khilafah Bani Umaiyyah
*Note !! : Format penulisan dalam file telah diatur berdasarkan ketentuan yang berlaku