DINASTI ABBASIYAH/KHALIFAH BANI ABBAS
Pembentukan Dinasti Abbas
Dinasti Abbasiyah di nisbatkan kepada Al- Abbas, paman Rasullah Saw, sementara khalifah pertama dari pemerintahan adalah Abdullah Ash- Shaffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib. [1] Dinasti Abbasiyah di dirikan pada tahun 132H/750M, oleh Abdul Abbas Ash-Shafah, dan sekaligus sebagai khalifah pertama. Kekhalifaan Bani Abbasiyah berlangsung dalam rentang waktu yang sangat lama, yaitu lima abad dari 132-656 H (750M - 1258M). [2]
Sesuai pesan Ibrahim, Abu al-Abbas dan keluarganya pergi ke Kuffah. Mereka menuju Abu Salamah Al-Khalai, salah seorang tokoh propaganda di Kufah. Dalam hal ini Abu salamah merahasiakan kedatangan mereka karena menurut riwayat Abu Salamah hendak mengalihkan khilafah kepada Bani Ali. Dengan demikian, tokoh lainya telah mengetahui kedatangan Abu Abbas dan keluarganya. Abu Salamah segera membai'at Abu al-Abbas. Abu Salamah sendiri, meski terlambat, membai'at kepada Abu al-Abbas. Namun Abu al-abbas sudah mengetahui niat jahat Abu Salamah. Selanjutnya, pada tanggal 13 Rabi'al-Awwal 132 H, Abu Salamah membai'at terhadap Abu al-Abbas dilakukan di Masjid Kufah. Abu al-Abbas didampingi saudaranya, Abu Ja'far dan pamannya, Daud ibn Ali, dan dengan dibai'atnya Abu al-Abbas sebagai khalifah, maka secara de facto maupun de jure terbentuklah dinasti Bani Abbas. Dalam pidato pelantikannya Abu al-Abbas menyebut dirinya "al-Saffah". Kata ini kemudian populer sebagai gelar atau sebutan bagi dirinya. [3]
Menurut Philip K. Hitti (1970) mengartikan kata al-saffah sebagai the bloodshedder (penumpah darah), kata itu merupakan sudah menjadi julukan sekaligus ejekan bagi Abu al-Abbas. [4] Sebagian penulis mengartikan sebagai "al-Katsir al`athaya" (orang-orang yang dermawan). Pendapat pertama lebih melihat kepada pembantaian dan kekejaman yang dilakukan Abu al-Abbas terhadap lawan-lawan politiknya meskipun beliau tidak sendirian dalam kasus ini. Sementara pendapat kedua lebih menitikberatkan kepada kebaikan dan kedermawanan Abu al-Abbas terhadap masa pendukungnya.
Jadi dari pendapat diatas dapat disimpulkan, Abu Al-Abbas mendapat pesan dari Ibrahim bahwa ia dan keluarganya diperintahkan pergi ke Kufah untuk menemui Abu Salamah yang merupakan tokoh propaganda di Kufah. Akan tetapi Abu salamah merahasiakan kedatangan Abu al-Abbas karena menurut riwayat Abu Salamah hendak mengalihkan khilafah kepada Bani Ali. Tetapi dalam hal ini para tokoh sudah tahu kedatangan Abu al-Abbas sehingga dalam hal ini Abu Salamah segera membai'at, pembai'atan itu sendiri dilakukan oleh Abu Salamah di Kufah, pada tanngal 13 Rabi'ul Awwal 132 H. Setelah dibai'atnya Abu Al-Abbas sebagai Khalifah secara de facto maupun de jure terbentuklah Bani Abbas dalam pidatonya Al-Abbas menyebutkan dirinya "al-Saffah", menurut Philip K. Hitti mengartikan kata al-Saffah yaitu the bloodshedder (penumpah darah), kata itu merupakan ejekan dan julukan bagi Abu al-Abbas, tetapi ada penulis yang mengartikan Katsir al`athaya" (orang-orang yang dermawan). Pendapat pertama lebih melihat kepada pembantaian dan kekejaman yang dilakukan Abu al-Abbas terhadap lawan-lawan politiknya meskipun beliau tidak sendirian dalam kasus ini. Sementara pendapat kedua lebih menitikberatkan kepada kebaikan dan kedermawanan Abu al-Abbas terhadap masa pendukungnya.
Selanjutnya Abu al-Abbas memusatkan perhatiannya untuk menghancurkan sisa-sisa kekuatan dari Bani Umayyah. dalam kaitan ini beliau menunjuk Abdullah ibn Ali untuk menghadapi pasukan Marwan ibn Muhammad. Setelah itu, pasukan Abdullah ibn Ali bertemu di Zab dan pertempuran terjadi dengan kemenangan di pihak Abdullah.kemudian Marwan melarikan diri, kemudian beliau tertangkap dan dibunuh, setelah dikejar-kejar dari satu tempat ke tampat lain. Abdullah ibn Ali juga melakukan pembaitan dan pembunuhan secara besar-besaran terhadap kaum Amawiyah di Syria. Ia bahkan menyuruh membongkar kuburan khalifah-khalifah Bani Umayyah, seperti kuburan Mu'awiyah ibn Sufyan, Yazid ibn Mu'awiyah, Abdul Malik ibn Marwan dan kuburan Hisyam ibn Abd al-Malik. Dalam pembokaran ini, hanya mayat Hisyam yang ditemukan utuh, maka Abdullah memancungnya, lalu mencambuk dan membakar. [5]
Abdullah ibn Ali juga membunuh anak-anak khalifah Bani Umayyah, seperti Muhammad ibn Abd al-Malik dan al-Wahid ibn Sulaiman ibn al-Malik. Kemudian, Pembunuhan ini diikuti pula oleh Sulaiman, saudara Abdullah ibn Ali terhadap kaum Umayyah di Basrah. Kemudian Abu al-Abbas sendiri membunuh Abu Salamah al-Khalal setelah mendapat persetujuan Abu Muslim al-Khurasani. Selanjutnya karena pertimbangan keamanan Abu al-Abbas pindah ke Anbar untuk membangun istana . Di tempat itu beliau meninggal pada tanggal 12 Dzulhijjah 136 H dalam usia 33 tahun. [6]
Jadi dapat disimpulakan bahwa, pada masa saat itu Abu al-Abbas minitikberatkan perhatiannya untuk menghancurkan sisa-sisa Bani Umayyah yaitu menghadi pasukan Marwan ibn Muhammad. Abu al-Abbas memerintahkan Abdullah ibn Ali untuk menyerang pasukan Marwan ibn Muhammad sehingga pertempuran terjadi di Zab pertempuran itu dimenangkan oleh Abdullah, ia tidak hanya melakukan pembunuhan terhadap Marwan ibn Muhammad, ia juga melakukan pembaiatan dan pembunuhan besar-besaran terhadap kaum Amawiyah di Syiria. Ia tidak hanya melakukan pembunuhan besar-besaran tetapi juga membongkar kuburan khalifah-khalifah Bani Umayyah, dalam hal ini ada satu mayat yang ditemukan utuh sehingga Abdullah membakar dan memancungnya, ia juga membunuh anak-anak dari Bani Umayyah dalam pembunuhan diatas diikuti pula oleh saudara Abdullah terhadap kaum Umayyah di Basrah. Tidak hanya Abdullah yang melakukan pembunuhan Abu al-Abbas melakukan pembunuhan terhadap Abu Salamah al-Khalal setelah mendapat persetujuan Abu Muslim al-Khurasani. A-Abbas ingin mempertimbangkan keamanaannya sehingga ia pindah ke Anbar untuk membangun istana, ditempat itu pula ia meninggal pada tanggal 12 Dzulhijh 136 H dlam usia 33 tahun.
Pemerintahan Dinasti Abbasiyah
Setelah Abu al-Abbas meninggal, jabatan khalifah dipegang oleh Abu Ja'far yang kemudian mendirikan Dinasti Bani Abbas, tetapi pembina sesungguhnya adalah Mansyur, bahkan khalifah-khalifah sesudahnya secara keseluruhan merupakan keturunan Mansur. Dalam masa kekhalifaannya ia tidak segan-segan menggunakan kekerasan dalam mempertahankan kekuasaannya. Mansur tidak hanya membunuh musuh-musuhnya akan tetapi juga membunuh orang-orang yang sebelumnya turut membantu mendirikan Dinasti Bani Abbas. Tantangan yang dihadapi oleh Mansur adalah pemberontakan Abdullah ibn Ali, paman Mansur sendiri yaitu pahlawan pada saat berlansungnya perang Zab dan Gubernur Syria pada saat pemerintahan Abu al-Abbas. Mansur menunjuk Abu Muslim untuk memimpin pasukan untuk menghadapi pasukan Abdullah. Pasukan Abu Muslim berhasil mencerai beraikan pasukan Abdullah. Abdullah melarikan diri ke Basrah, tempat Sulaiman ibn Ali, saudara Abdullah. Namun Mansur meminta Sulaiman agar menyerahkan Abdullah kepadanya dengan janji akan diberi jaminan. Kemudian, Sulaiman menyerahkan Abdullah kepada Mansur untuk dibunuhnya pada tahun 143 H. [7]
Jadi dapat disimpulkan bahwa, sepeninggal Abu al-Abbas jabatan khalifah dipegang oleh Ja'far al-Mansyur. Daalam masa kekhalifaan Ja'far al-Mansyur yg disebut-sebut keras dalam mempertahnkan kekuasaanya, keras dalam arti ia melakukan pembunuhan terhadap musuh dan orang-orangturut mendirikan Dinasti Abbas. Tantangan pertama yang dihadapi yaitu pamannya Abdullah ibn Ali, dalam hal ini Ja'far al-Mansyur menunjuk Abu Muslim untuk memimpin pasukan untuk menghadapi Abdullah, pasukan Abu Muslim berhasil mencerai beraikan pasukan Abdullah sehingga Abdullah melarikan diri ke Basrah tempat Sulaiman ibn Ali untuk hal ini Ja'far al-Mansyur meminta agar Sulaiman menyerahkan Abdullah kepadanya dengan diberikannya jaminan dan ahirnya Sulaiman menyerahkan Abdullah kepada Ja'far dan dibunuhnya pada tahun 143 H.
Setelah pemberontakan Abdullah dapat dihancurkan, kini Mansur terpikir untuk membunuh Abu Muslim. Mansur sadar bahwa ia tidak akan dapat menghancurkan Abu Muslim dengan kekuatan, akan tetapi, beliau menggunakan tipu muslihat, ia meminta Abu Muslim datang ke istana. Kemudian, Mansur membunuhnya dengan cara yang kejam dan licik. Setelah terbunuhnya Abu Muslim, Mansur kelihatan sangat khawatir terhadap kekuatan Abu Muslim dan pengaruhnya semakain meluas. Pendapat pribadi dan dendam Mansur kepada Abu Muslim yang sudah lama terpendam, tentu menjadi salah satu faktor Mansur mempunyai niatan untuk membunuh Abu Muslim. Kematian Abu Muslim menimbulkan dampak psikologis yang kurang baik terhadap orang-orang Khurasan dan membuka peluang bagi timbulnya pemberontakan-pemberontakan seperti yang dilakukan oleh pemberontakan kaum Rawadiah dan pemberontkan Sanbadz yang menuntut balas atas kematian Abu Muslim. Namun Mansur dapat mengatasi semua pemberontakan itu. Dengan terbunuhnya Abdullah ibn Ali dan Abu Muslim, barulah disini Mansur merasa dirinya sebagai penguasa Dinasti Bani Abbas yang sebenarnya. [8]
Jadi dapat disimpulakan, setelah terbunuhnya Abdullah, Ja'far terpikir untuk membunuh Abu Muslim. Disini Ja'far berpikiran bahwa tidak bisa membunuh Ja'far dengan kekuatan, akan tetapi ia menggunakan tipu muslihat, pada suatu saat Ja'far meminta Abu Muslim untuk datang ke istana, kemudian Ja'far membunuhnya dengan kejam dan licik,setelah terbunuhnya Abu Muslim ia khawatir terhadap kekuatan dan pengaruhnya semakin luas pembunuhan Abu Muslim oleh Ja'far merupakan dendam yang terpendam lama yang telah disimpan oleh Ja'far. Dalam kematian Abu Muslim mempunai dampak besar terhadap orang Khurasan dan membuka peluang dalam melakuakan pemberontakan, seperti pemberontakan oleh kaum Rawadiah dan Sanbadz merekan melakukan pemberontkan ini untuk membalas kematian Abu Muslim, tetapi Ja'far dapat mengatsi semua dan dengan terbunuhnya Abdullah dan Abu Muslim barulah Ja'far merasa dirinya sebagai penguasa Dinasti Abbas yang sebenarnya.
Untuk lebih menjamin dan menjaga stabilitas kekuasaan dan keamanan dirinya. Mansur mendirikan ibukota baru, Baghdad, sebagai pengganti ibukota Damaskus. Beliau beranggapan bahwa Baghdad adalah tempat yang cocok bagi segala kebutuhan Khalifah Bani Abbas, karena kota Baghdad terletak di tepi sungai Trigis. Dengan demikian, kota Baghdad mempunyai nama resmi Madinat al-Salam (kota perdamaian). [9]
Jadi dapat dijelaskan bahwa Ja'far al-Mansyur untuk menjamin dan keamanannya ia mendirikan ibukota baru Baghdad yang terletak di daerah tepi sungai Tigris, kota ini menggantikan kota Damaskus. Kota Baghdad dan mempunyai nama resmi yakni Madinat as-Sallam (kota perdamaian).
Pada saat Mansur sibuk membangun kota Bagdad, Muhammad ibn Abdillah ibn Hasan ibn Ali yang bergelar al-Nafs al-Zakiyah memproklamirkan dirinya sebagai khalifah Madinah dan menentang pemerintahan Bani Abbas yang dipimpin oleh Mansur. Selanjutnya, Ibrahim ibn Abdillah juga memberontak dan menyerang kota Basrah. Pemberontakan Bani Ali ini dapat pula ditumpas oleh kepemimpinan Mansur, namun pertentangan dan perlawanan Bani Ali belum berahir. Pertentangan Bani Abbas dengan Bani Ali terus berlanjut sehingga tidak ada seorang pun dari Khalifah Bani Abbas yang terlibat dalam pertikaian dengan Bani Ali. [10]
Maka kita simpulkan pada saat sesibuk-sibuknya Ja'far al-Mansyur membangun kota Baghdad, ada seorang yang bernama Muahmmad ibn Abdillah ibn Hasan ibn Ali yang memproklamirkan bahwa dirinya sebagai khalifah Madinah dan menentang pemeritahan Bani Abbas yang dipimpin oleh Ja'far al-Mansyur.
Kemudian, Al-Mansur meninggal pada bulan Oktober 775 M dalam perjalanan menuaikan ibadah haji ke Makkah, dan dikuburkan di tanah suci. Sebelum meninggal, beliau menunjuk anaknya, Al-Mahdi, sebagai penggantinya. Al-Mahdi memimpin Khalifah Bani Abbas selama kurang 20 tahun.
Kedudukan Khalifah
Pada masa al-Mansur pengertian khalifah kembali berubah. Dia berkata, " Inama ana salihin Allah fil ardhih" (Sesungguhnya saya adalah kekuasaan Tuhan di bumi-Nya). Dengan demikian konsep khalifah dalam pandangannya dan akan berlanjut ke generasi selanjutnya merupakan perintah dari Allah, bukan dari manusia, bukan pula sekedar petunjuk nabi, sebagaimana pada masa al- Khilafa' al-Rasyaddin. Dengan demikian, adanya perbedaan Daulat Umayah. Khalifah-khalifah Abasiyah memakai gelar tahta, seperti al-Mansur adalah gelar tahta Abu Jafar, dalam gelar tahta Al-Mansur disini lebih populer daripada nama sebenarnya. Selanjutnya, kekuasaan Abbasiyah yang berpusat di Bagdad semakin lama semakin pudar, Kemasyhuran Abbasiyah sebenarnya telah terjadi pada masa al-Watiq menjadi khalifah (223-226 H/842-849 M). Mutawakil kemudian menggantikan al-Watiq. Setelah Mutawakil, ada 27 Khalifah Abbasiyah yang memegang tampuk pemerintahan secara berturut-turut. Akan tetapi tak seorang pun dari khalifah-khalifah tersebut yang sanggup. Khalifah-khalifah itu makin lama makin hilang kekuasaannya. Akhirnya kehadiran mereka hanya seperti bayangan dan Khalifah boleh dikatakan hanya tinggal nama saja. Setelah itu, Bani Abbas mulai melemah dan khalifah-khalifah menjadi boneka di tangan tentara pengawal, maka daerah yang jauh letaknya dari pusat pemerintahan di Damaskus dan Baghdad melepaskan diri dari kekuasaan khalifah dan mulai timbul dinasti-dinasti kecil. Daerah-daerah dan propinsi-propinsi , satu demi satu, jauh dari pusat kekhalifahan. Dinasti-dinasti kecil ingin berupaya menjatuhkan khalifah di Baghdad. Tetapi upaya tersebut gagal, karena dinasti-dinasti yang ada di pusat cukup kuat.
Perluasan/ekspansi wilayah Bani Abbasiyah
Pada awal mula mula sebelum dipindahkannya ibukota di Baghdad, sebelumnya ibukota tersebut terletak di ibukota negara Hasyimiyah dekat Kufah. Dalam hal ini dipindahkannya ibukota negara Abbasiyah karena untuk menjaga stabilitas negara. Ibukota negara Abbasiyah dipindahkan didaerah Baghdad pada tahun 762 M.
Dengan di pindahnya ibukota ke kota baru Bahgdad maka pusat pemerintahan Abbasiyah berada di tengah- tengah kota Persia. Di ibu kota baru ini Abu Ja'far Al Mansyur melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya. Dia mengangkat sejumlah personal untuk menduduki lembaga eksekutif dan yudikatif. Di bidang pemerintahan, dia menciptakan sesuatu yang baru dengan mengangkat Wazir sebagai koordinator departemen, [11] dalam hal ini dapat kita simpulkan bahwa setelah dipindahkannya ibukota ke Baghdad Abbasiyah pemerintahan Abu Ja'far melakukan penertiban pemerintahan sekaligus mengangkat sejumlah orang untuk mengisi lembaga-lembaga yang ada dalam pemerintahan untuk menciptakan sesuatu yang baru Abu Ja'far mengangkat Wazir sebagai koordinator departemen. Dalam pemerintahan Abbasiyah wazir yang pertama kali diangkat adalah Khalid bin Barmak, berasal dari Balkh, Persia. Dalam hal ini Khalid bin Barmak menciptakan sesuatu baru dengan membenahi angkatan bersenjata untuk di siapkan jika terjadi peperangan dan menjaga Negara agar tetap aman, Setelah mengangkat Khalid Barmak sebagai Wazir, Mansyur juga membentuk lembaga protokol Negara, sekretaris Negara, dan kepolisisan. Muhammad bin Abd Al Rahman diangkat oleh Al-Mansyur sebagai hakim di lembaga kehakiman Negara pada jaman khilafah Al Mansyur, pada jaman Bani Umayyah Jawa pos hanya digunakan sekedar mengirim surat kepada negara, sedangkan pada jaman Al Mansyur, jawatan pos tidak hanya di gunakan untuk mengirim surat akan tetapi untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga administrasi Negara dapat berjalan lancar. Pada masa khilafah Abbasiyah direktur jawatan pos bertugas untuk melaporkan gerak-gerik atau tingkah laku gubernur, sehingga khilafah dapat mengetahui apa yang di lakukan gubernur setempat.
Khalifah Abu Ja'far Al Mansyur banyak melakukan perubahan, ia merubah sistem yang di gunakan pada jaman khilafah Umayyah. Abu Ja'far Al Mansyur juga berperan dalam menaklukkan kembali daerah-daerah yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintah pusat, dan lebih mengutamakan keamanan di daerah perbatasan. Usaha yang di lakukan Al Mansyur dalam memperluas negaranya dengan merebut benteng-benteng di Asia, kota Malatia, wilayah Coppadocia, dan Cicilia ini terjadi pada tahun 756-758 M. Di bagian utara, bala tentara melintasi pegunungan Taurus dan mendekati selat Bosporus. Di suatu sisi Al Mansyur juga berdamai dengan kaisar Constantine V, dan selama 758-765 M kota Bizantium membayar upeti tahunan. Selain itu juga. Bala tentara Al Mansyur berhadapan dengan Turki Khazar di Kaukasus, Daylami di laut Kaspia, Turki bagian lain Oskus dan India. [12] Dalam uraian diatas dapat dijelaskan bahwa, selain menciptakan senjata baru dan canggih, ia juga merubah sistem pemerintahan dari Bani Umayyah, disini Abu Ja'far juga menaklukan kembali daerah-daerah yang membebaskan diri dari pemerintahan pusat dan juga lebih mengutamakan daerah perbatasan. Selain menakluklan daerah-daerah yang membebaskan diri Abu Ja'far juga memperluas daerahnya dengan merebut benteng-benteng di Asia, kota Malatia, wilayah Coppadocia, dan Cicilia ini terjadi pada tahun 756-758 M, dan di bagian utara juga ada para tentara yang melintasi pegunungan Taurus dan mendekati selat Bosporus. Selanjutnya, Di suatu sisi lain Al Mansyur juga berdamai dengan kaisar Constantine V, dan selama 758-765 M kota Bizantium membayar upeti tahunan. Pada saat Al-Mansyur melakukan perdamaian dengan kaisar Constantine V, disisi lain para bala tentara Al Mansyur berhadapan dengan Turki Khazar di Kaukasus, Daylami di laut Kaspia, Turki bagian lain Oskus dan India.
Pada masa Khalifah Abu Ja'far Al selain memperluas kekuasaannya, ia juga melakukan perdamaian dan merubah sistem pemerintahan, Al Mansyur juga mengganti pengertian khalifah. Dia berkata"Innamaa anaa sulthan Allah fii ardhihi (Sesungguhnya saya adalah kekuasaan tuhan di bumi-Nya)". Dengan demikian konsep dalam khalifah di masa ini dalam pandangannya berlanjut ke generasi sesudahnya, yang merupakan perintah atau mandat dari Allah, bukan dari manusia, bukan pula pelanjut nabi sebagaimana pada zamanKhulafa' ar-Rasyadin. Khalifah-khalifah Abbasiyah menggunakan " Gelar tahta" seperti Al Mansyur adalah "Gelar Tahta" Abu Ja'far. Ini sangat berbeda sekali dengan dinasti Umayyah yang tidak menggunakan nama gelar. Karena dengan menggunakan nama gelar maka namanya akan terkenal daripada nama yang sebenarnya.
Dasar pemerintahan daulat Abbasiyah di letakkan dan di bangun oleh Abu Al-Abbas dan Abu Ja''far Al Mansyur, maka puncak dari dinasti abbasiyah ini berada pada tujuh kahlifah sesudahnya, yaitu Al Mahdi (775 - 785 M), Al Hadi (785 - 786 M), Harun Al Rasyid (786 - 809 M), Al Ma'mun (813 - 833 M), Al Mu'tasyim ( 833 - 842 M ), Al Wasiq (842 - 847 M), dan Al Mutawakkil (847 - 867 M).
Jadi pada khilafah-khilafah diatas mengalami masa kejayaan atau keemasannya dapat dijelaskan yaitu, yang pertama yaitu ada pada zaman khalifah Al Mahdi perekonomian mulai meningkat. Peningkatan ini terjadi di bidang pertanian, melalui irigasi, dan peningkatan hasil tambang seperti emas, perak, tembaga dan besi. Selain itu perdagangan transit Timur dan Barat banyak membawa kejayaan. Basrah menjadi pelabuhan terpenting pada saat itu. Popularitas daulat Abbasiyah sendiri mencapai puncak di zaman khalifah Harun Al- Rasyid (786 - 809 M) dan puteranya Al Ma'mun (813- 833 M). tingkat kemakmuran di bilang cukup tinggi, karena pada masa khalifah Harun al Rasyid memanfaatkan kekayaan yang banyak untuk keperluan sosial, seperti pembangunan rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi. Pada masanya sudah ada 800 yang menjadi dokter, dan tidak hanya rumah sakit yang dibangun ada juga pemandian umum. Tingkat kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu penegetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya, pada masa inilah Negara islam menjadi negara yang terkuat dan tidak tertandingi. Selanjutnya, pada masa Al Ma'mun, ia di kenal dengan orang yang sangat cinta pada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku mulai di galakkan. Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, penceramah dan penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lain yang mahir terjemah diharapkan untuk menerjemahkan buku-buku Yunani. Selain itu, ia juga banyak melakukan pembangunan sekolah-sekolah dan karya yang paling terkenal adalah Bayt Al- Hikmah yang merupakan pusat penerjemahan berfungsi sebagai perguruan tinggi, dan merupakan perpustakaan yang paling besar. Dan pada masa Al - Ma'mun inilah kota Baghdad menjadi pusat kebudayaan dan ilmu penegtahuan. [13]
Masa kejayaan Peradaban Dinasti Abbasiyah
Baghdad merupakan kota yang menjadi pusat peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan dalam islam. Itulah sebabnya Philip K. Hitti menyebutnya sebagai kota intelektual, menurutnya Baghdad merupakan professor Islam. [14] Kota Baghdad juga sebagai pengembangan ilmu antara lain, Darul Hikmah yang merupakan sebagai lembaga ilmu pengetahuan dan sebagai pengkaji beberapa ilmu, tidak hanya sebagai pengkaji ilmu Darul Hikmah juga sebagai pusat penerjemah buku-buku dari beberapa cabang ilmu yang di terjemahkan ke bahasa Arab. Dari gambaran atau pernyataan diatas dapat dijelaskan bahwa kemajuan daulah Abbasiyah dipengaruhi oleh kota Baghdad yang terletak di tepi sungai Tigris merupakan kota yang menjadi pusat peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuam islam maka dari itu Philip K. Hitti menyatakan bahwa kota Baghdad sebagai kota intelektual. Disini kota Bahgdad sebagai pengembangan ilmu yang antara lain ada Darul Hikmah yang merupakan lembaga memiliki fungsi sebagai pengkaji beberapa ilmu dan pusat penerjemah buku-buku dari beberapa cabang ilu yang diterjemahkan ke bahasa Arab.
Selanjutnya, Dinasti Abbasiyah yang berpusat di Baghdad sangat berkembang pesat dan maju sebagai pusat kota peradaban dan ilmu pengetahuan. Berikut beberapa kemajuan di berbagai bidang kehidupan di antaranya:
1. Kemajuan ilmu Agama
Pada zaman Abbasiyah mengalami masa keemasan pada illmu pengetahuan dan Agama. Semakin berkembang pesatnya iilmu-ilmu Agama ini tidak lain diiringi oleh tokoh-tokoh Agama yang berpengaruh. Kemajuan di bidang agama ada beberapa ilmu, yaitu ulumul quran, ilmu tafsir, hadish, ilmu kalam, bahasa dan fiqih.
a) Ilmu Tafsir
Pada masa daulah Abbasiyah ilmu Tafsir berkembang pesat, karena sangat dibutuhkan terutama oleh orang-non Arab yang baru masuk islam. Penafsiran Al Qur'an ini berkembang tidak hanya dengan penafsiran makna tetapi penafsiran "Bil al Mas'ur dan Bi al Ro'yi). [15] Dalam hal ini boleh dikatakan , bahwa pada masa pemerintahan Abbasiyah yang pertama menyusun ilmu tafsir dan memisahkan tafsir dan hadist disini sebelum para muslimin menafsirkan Al Qur'an melalui Hadis-Hadis Nabi, keterangan para sahabat, dan Tabi'in. Disini ada karya tafsir yang besar dan merupakan karya tafsir yang pertama disesuaikan oleh sistematik Al Qur'an yaitu Al Farra`. Setelah muncul Al Farra` kemudian munculah kumpulan yang menghimpun kumpul-kumpulan tafsir dari tokoh sebelumnya. Setelahnya munculah golaongan Ulama` yang menafsirkan Al Qur'an secara rasional.
Dalam berkembang pesatnya daulah Abbasiyah dibidang ilmu Tafsir ada peran penting tokoh-tokoh dalam ahli Tafsir seperti:
1) Ibnu Jarir Ath-Thabari
2) Ibnu Athiyah Al-Andalusi
3) Abu Muslim Muhammad bin Bahar Isfah
b) Ilmu Hadis
Pada zaman ini kajian Hadis sebagai sumber hokum setelah Al Qur'an berkembang dengan cara menulusuri keontetikan (shohih) Hadis. Hal ini yang mengilami terbentuknya ilmu-ilmu Jarhi wa Ta'di dan Mustahalul Hadis. Beranjak dari ilmu Mustahalul hadis dan ilmu Jarhi wa Ta'di para Ulama` Hadis berhasil mengkodifikasi Hadis kedalam kitab-kitab secara teratur dan sistematik, pada zaman sebelumnya belum ada pembukuan Hadis secara formal dalam Al Qur'an. [16] Dalam hal ini banyak sejarawan yang menganggap bahwa pembukuan Hadis secara sistematik dimulai pada masa daulah Abbasiyah. Berikut ahli Hadis pada masa daulah Abbasiyah:
1) Imam Bukhori (194-256 H), karyanya Shahih Al-Bukhori
2) Imam Muslim (w. 261 H), karyanya Shahih Muslim
3) Ibnu Majah, karyanya Sunan Ibnu Majah.
4) Abu dawud, karyanya Sunan Abu Dawud.
5) Imam An-Nasai, karyanya Sunan An-Nasai.
6) Imam Baihaqi.
c) Ilmu Kalam
Pada zaman Al-Ma'mun dan Harun Al-Rasyid, ilmu kalam mendapat tempat yang luas bahkan ilmu kalam (teologi) sangat mempengaruhi pemerintahan saat itu. Seperti aliran Mu'tazilah dijadikan aliran resmi pada masa Abbasiyah. Ilmu kalam pada masa ini sangatlah penting karena untuk membela islam dari paham-paham Yahudi dan Nasrani. [17]
Pada masa ini para Ulama` jalam terbagi menjadi dua aliran, pertama aliran yang mengikuti pemikiran salaf yang diwakili oleh Mu`tazilah. Pada aliran salaf berpegang pada arti Lafdiyah/Tekstual dalam mengartikan ayat-ayat Mutasabihat, sedangkan aliran Rasionalis memakai /ra'yu dalam mengartikan ayat. [18]
Jadi Kajian dalam ilmu kalam meliputi dosa, pahala, surga, neraka, perdebatan mengenai ketuhanan atau tauhid, yang menghasilakn suatu ilmu kalam. Di antara tokoh ilmu kalam adalah:
1) Imam Abul Hasan Al-Asyari dan imam Abu Mansur Al-Maturidi, tokoh Asy'ariyah.
2) Washil bin Atha, Abul Huzail Al-Allaf (w.849 M), TOKOH Mu'tazilaah.
3) Al-Juba'I
d) Ilmu Fiqh
Pada masa Abbasiyah lahir empat Ulama` Fiqh terkenal yang melatarbelakangi kemajuan ilmu Fiqh pada saat itu yakni, Imam Abu Hanifah (wafat 129 H), Imam Malik (wafat 179 H), Imam Syafi'I (wafat 204 H) dan Imam Ahmad bin Hambal (wafat 241 H), selain ada empat ahli Fiqh yang terkenal ada beberapa Madhab yang pengaruhnya cukup terkenal pada masa itu yaitu Madhab Jaririyah yang dipelopori oleh sejarawan dan pengulas Al Qur'an yaitu At Tabari (wafat 923 H) Madhab ini bertambah hanya dua generasi. Selain ada Madhab yang terkenal pada saat itu ada Madhab lain yaitu Madhab Dhahiriyah yang dipelopori oleh Dawud bin Ali (884), isebut Madhab Dhahiriyah karena pengambilan hukumnya berdasarkan bukti Dhahir (bukti tertulis Lughowi Al Qur'an dan Hadis) dan Madhab ini berkembang di Spanyol, Syuriah dan Mesir. [19]
Pada masa ini ada dua dalam mengambil hokum Fiqh yang kemudian menjadi aliran sendiri;
Ahl al-Hadis : aliran yang dipegang teguh pada nash-nash (Al Qur'an dan Hadis)
Ahl al -Ra'yi: aliran yang menggunakan akal pikiran dalam mengistimbatkan hokum disamping memakai Al Qur'an dan Hadis. [20]
e) Ilmu Tasyawuf
Ilmu ini telah menaruh pengaruh yang besar bagi kebudayaan islam. Perkembangan ilmu ini dimulai dari perkumpulan-perkumpulan resmi dan diskusi keagamaan (Halaqah) dan latihan spiritual dengan membaca dzikir secara berulang-ulang. Konsep ini sudah berlansung dimana-mana khsusnya di masjid dan berkembang hingga 9 Hijriyah.
Ilmu tasawuf memiliki sufi-sufi terkemuka dalam melakukan penyebaran islam di negara-negara yakni:
a. Ali-Qusyairi, nama lengkapnya Abu Kasim Abdul Karim bin Hawzin al Qusairi (wafat 465 H). kitabnya yang terkenal adalah Ar-Risalah al-Qusyaairiyah.
b. Abu Haffass Umar bin Muhammad Sahabuddin (wafat 632 H). kitabnya yang terkenal adalah Awariful Ma'arif.
c. Imam al Ghazali (wafat 502 H). ulama yang terlahir di Thus. Kitabya yang terkenal adalah ThyaUlumuddin yang didalamnya mempelajari ilmu kemsyarakatan, tasawuf, kitab yang lain seperti Al Basith, Maqosidu Falsafah, Al Munqizu mina Dhalal.
Hal ini kia ketahui tentang ilmu agama pada saat itu mengalami masa keemasannya pada masa khilafah Abbasiyah, selain ada ilmu tafsir, tasawuf, fiqh dan kalam ada juga ilmu Bahasa (Lughah) yang didalamnya meliputi ilmu Nahwu, Sharaf, Bayan, Ma'ani, Arudh.
2. Kemajuan Sains dan Teknologi
Dalam bidang Sains dan Teknologi orang Arab klah dengan orang Yunani, karena telah ditandai dengan terbentuknya kemajuan-kemajuan Sains dan Filsafat yakni orang Yunani mencipakan ide pemikiran ransangan dalam membentuk buku terjemahan sedangkan bidang ilmu pengetahuan (sains) ditandai dengan dibentuknya iniversitas-universitas islam di Iraq dan Baghdad.
a. Ilmu Kedokteran
Pada masa Khalifah Abbasiyah ilmu kedokteran mulai berkembang pada abad ke-9 denagan dibawah Khalifah Harun ar-Rasyid. Berkembangnya ilmu kedokteran pada masa Abbasiyah ditandai dengan adanya telah dibangunnya rumah sakit yang telah dibangun Harun ar-Rasyid kemudian berkembang menjadi Rumah Sakit Islam. Pada masa ini juga dibentuk klinik-klinik keliling yang melayani pengobatan di penjuru negrikhususnya utuk orang tak mampu. [21]
Dalam bidang ilmu sains dan teknologi memiliki nama-nama tokoh dalam ilmu kedokteran seperti ar-Rozi dan Ibnu Sina.selanjutnya, ar-Rozi merupakan seorang ahli kedokteran dan ahli kimia terbesar di abad pertengahan melainkan seorang ahli ia juga penemu benang Fontanel yang memiliki fungsi dalam melakukan pembedahan.
Setelah meniggalnya ar-Rozi kegemilangan ilmu doter telah dilanjutkan oleh Ibnu Sina adapun kitab yang terkenal adalah "as-sifa"(canon of medicine).buku ini mendominasi pengajaran di univertas Eropa. Kemudian, muncul ulama ahli bedah yang bernama Abdul Qasim Az Zahrawi yang dalam bahasa latin yang disebut casis (1009 M). [22]
b. Ilmu Kimia
Dalam bidang ilmu kimia memiliki ilmuwan tokoh yang terkenal adalah Jabir Ibnu Hayyan yang diberi gelar "Bapa ilmu kimia Arab"diamana ia mengajukan teori uap, pelelehan, menyublim dll.Jahir bin Hayyan mengatakan dalam teorinya tersebut bahwa logam itu seperti timah putih dan hitam. Dalam hal ini Jubir bin Hayyan merupakan perintis eksperimet pertama dalam dunia islam.
3. Kemajuan sains dan filsafat
Tokoh-tokoh dalam bidang ilmu filsafat berikut ini:
a. Abu Yusuf bin Ishaq al-Khindi (wafat 873 M) ia dikenal sebagai filsuf Arab dan juga seorang pertama kali yang memperkenalkan fisuf kepada orang Yunani.
b. Ibnu Sina (aviccena) lahir tahun 980 M di Buchono, Baghdad. Dalam hal ini ia juga mempunyai sifa: al Isryra, Ti'su Rasail
c. Al Farabi, lahir di Turkistan tahun 870 M beliau memilih berguru di Baghdad untuk mempelajari sains dan filsafat. Filsafat Al Farabi ini merepukan bentuk dari"Neoplatonisime".
d. Ibnu Rush (averous) (wafat 594 H). dalam hal ini ide pemikiran filsafat beliau bnayak mengambil dari Aristoteles.
4. Kemajuan bidang plitik
Kemajuan politik yang diperoleh oleh imperium Abasiyyah tidak saja membutuhkan penilaian dari "kaca mata" teori politik, tetapi lebih membutuhkan penilaian dari visi hati nurani, sebuah nurani Politik tentang keadilan. Namun demikian, dari pihak mana dan siapa keadilan itu akan dilihat, merupakan permasalahan yang tak kalah pentingnya untuk dipilah.Karena itu,untuk menghindarkan keterjebakan kita dalam one interesting visi yang dapat menimbulkan timpangnya kesimpulan,maka pembahasan yang berimbang perlu dilakukan,yakni rekaman sejarah tentang "kelemahan-kelemahan" politik imperium Abasiyyah.
Penggantian Umayyah oleh Abasiyyah di dalam kepemimpinan masyarakat Islam, sesungguhnya bukan sekedar perubahan dinasti, tetapi dapat dikatakan sebagai suatu revolusi dalam sejarah Islam, Makhmud Masir mengambarkan fakta ini sebagai suatu titik sejarah yang sama pentingnya dengan Revolusi Perancis dan revolusi Rusia dalam sejarah Barat. Banyak alasan yang dapat dikemukan untuk mendukung pernyataan ini, terutama bila diamati dari sudut pandang politik, antara lain yang terpenting karena sifat perebutan kekuasaan itu dilakukan oleh koalisi antar kelompok bersama-sama dengan masyarakat umum.
Sistem pembagian kekuasaan setidaknya terpola pada bagaimana posisi kelompok dalam kegiatan perebutan kekuasaan sebelumnya, yakni Bani Abbas sebagai pimpinan puncak (khalifah) dan kaum Mawali sebagai pembantu (Wazir/ Perdana menteri dan panglima militer). Pembagian jabatan kekuasaan yang bercorak bargaining politik tersebut mengindikasikan bahwa, proses de-Arabisasi yang dimainkan Bani Abbas tidak bisa dikatakan sebagai tuntutan sejarah yang mesti dipenuhi. Sebab hanya kelompok yang dekat dengan kekuasaan oleh yang diberi posisi dalam birokrasi. Munculnya wazir dan pengawal istana yang silih berganti mulai dari orang-orang persia (keluarga Barmark) dari tahun 132-232, kemudian digantikan orang-orang turki (232-334), lalu kembali pada orang Persia (Bani Buwaihi) dari 334 - 447, dan seterusnya kepada orang-orang Turki (447-590). Merupakan suatu alasan yang kuat untuk mendukung proposisi ini. [23]
Sejak dini, khalifah pertama bani Abbas telah menerapkan politik bumi hangus kepada bani Umayyah dan meminggirkan kaum alawiyah (keturunan Syayyidina Ali) dari percaturan elit birokrasi. Abul Abbas membunuh keturunan Umayyah tanpa kenal kompromi. Wajar kalau Abul Abbas diberi Al Saffah Bloodhedders/Penumpah Darah). Banyak data sejarah yang menggambarkan keberingasan al-Safah seperti cara dia menumpas pemberontakan budak Negro di Musil, begitu pula, dia tega menebas teman seiringya Abu Muslim al-Khurasani dari percaturan politik. Dan pada masa pemerintahan al-Mansur, tokoh Karismatik tersebut dibunuh sehingga memunculkan pemberontakan-pemberontakan, baik pada masa al-Mansur maupun sesudahnya. [24]
5. Sektor Industri
Kebijakan Bani Abbas disektor pembangunan indurstri pada prinsipnya mengacu pada penggalian sumber daya alam dengan memanfaatkan tenaga-tenaga manusia yang mulai terdidik dibidang pengusaan teknologi padat karya. Kecenderungan ini bertilak dari kondisi objektif bahwa wilayah yang cukup luas banyak menyimpan benda-benda galian yang feasible dan marketable seperti perak, timah, tembaga, besi, bahan tembikar dan marmer, garam, serta belerang. Dapat kita ketahui, sifat industri yang dikembangkan masih bersifat pembuatan bahan baku (atau yang dikenal dengan industri hulu), yakni dalam bidang penambangan. Sedangkan dalam industri hilir pembuatan barang jadi masih terbatas pada kegiatan yang dilakukan secara manual.
Sekalipun taraf perkembangan industri Bani Abbas tergolong konvensional, namun dalam kondisi zaman ini sudah dinilai cukup maju. Dalam sektor pertambangan misalnya, pemerintah telah mencapai sukses besar dan sangat strategis bagi upaya pemenuhan kebutuhan pembangunan dan konsumsi masyarakat waktu itu. Paling tidak ada beberapa kegiatan pertambangan yang patut untuk dicatat, antara lain: Penambangan perak, tembaga, timah, dan besi Persia dan Khurasan, penambangan besi di dekat Beirut, serta penambangan marmar dan tembikar di Tribis. Kemudian dalam sektor industri barang jadi, dikenal beberapa kegiatan, seperti pabrik sabun dan kaca di Basrah, pabrik kaca hias dan tembikar di Baghdad. Selain itu pertenunan kain dan sutera juga cukup maju serta tukang-tukang emas dan perak, dan pembuatan kapal laut. [25]
6. Sektor perdagangan
Kalaupun dipindahkannya ibukota dinasti dari Al-Anbar ke Baghdad dapat dilihat sebagai tujuan politik Arabisasi Abasiyyah, ternyata pengaruhnya cukup besar bagai kemajuan perdagangan. Posisi kota Baghdad yang berdekatan dengan titik temu sungai Dajlah dan Efrat mempermudah hubungan antar wilayah bahkan antarnegara melalui jalur pelayaran. Karena itu, Baghdad merupakan pusat perdagangan yang strategis untuk melakukan kegiatan ekspor dan impor di zaman itu.
Karena ramainya pedagang yang keluar masuk Baghdad, sejak Khalifah Al-Mansur, pemerintah mengalokasikan pusat-pusat perbelanjaan dipenjuru kota berdasarkan jenis-jenis komoditi yang dipasarkan. Dikenalah sebutan Pasar Minyak Wangi, Pasar Kayu, Pasar Keramik, Pasar Besi, Pasar Daging, dan lain-lain. Sebagai pusat perdagangan, di sini tidak hanya dipasarkan barang produk dalam negeri, tetapi juga barang impor seperi bejana India, besi buatan Khurasan, gaharu, misik dan pelana dari Cina, minyak wangi dari Yama, senjata dan besi dari Syam. [26]
7. Sektor pertanian
Perhatian yang besar terhadap pembangunan pertanian dari khalifah-khlifah Bani Abbas ditandai dengan suatu gerakan revolusi hijau didaerah-daerah subur dilembah sungai dajlah dan effrat. Gerakan ini dimulai dengan pembangunan bendungan-bendungan dan kanal diberbagai tempat, sehingga air melimpa menelusuri lembah dan daratan rendah yang sangat luas, yang menurut catatan ak-Baghdadi mencapai 36.000.000 jarib (sekitar 9.000.000 Hektar). Kemudian untuk mempermudah angkutan pertanian, dibangun sarana perhubungan ke segaka penjuru, baik melalui darat maupun sungai. [27]
Daerah pertanian ang dibuka sebagian digarap oleh rakyat untuk menanam berbagai jenis tanaman. Lebih dari itu, perkebunan pemerintah itu juga dijadikan sebagai kebun percontohan dan mengelolahnya dengan sistem bagi hasil (al-muqosamah).
Dengan pembangunan besar-besaran ini, maka pertanian semakin maju pesat dan rakyat pun semakin makmur.
Faktor-faktor kemunduran Abbasiyah
Faktor kemunduran dinasti Abbasiyah dipengaruhi oleh dua faktor itu sendiri yaitu faktor internal dan eksternal
1. Faktor internal
Disisi kelemahan dari sebuah khalifah, ada banyak faktor lain yang menyebabkan khilafah Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Kemewahan hidup di kalangan penguasa
Perkembangan peradaban dan kebudayaan serta kemajuan besar yang dicapai Dinasti Abbasiyah pada periode pertama telah mendorong para penguasa untuk hidup mewah, bahkan cenderung mencolok, sehinnga kurang memperhatikan urusan-urusan negara. Setiap khalifah cenderung ingin lebih mewah daripada pendahulunya. Kondisi ini memberi peluang kepada tentara profesional asal Turki untuk mengambil alih kendali pemerintahan. [28]
b. Perebutan kekuasaan antara keluarga Bani Abbasiyah
Perebutan kekuasaan di mulai sejak masa Al-Ma'mun dengan Al-Amin, di tambah dengan masuknya unsur Turki dan Parsi. Setelah Al-Mutawakkil wafat, pergantian khalifah terjadi secara tidak wajar.
c. Konflik Agama
Konflik keagamaan ini pada dasarnya adalah hasil propaganda orang-orang Persia (karena cita-cita mereka tidak sepenuhnya tercapai) pada ajaran Manuisme, Zoroasterisme dan Mazdakisme sehingga muncullah gerakan dengan yang namanya Zindiq. Konflik antara kaum beriman dengan golongan Zindiq berlanjut mulai dari bentuk yang sangat sederhana seperti polemik tentang ajaran sampai kepada konflik bersenjata yang menumpahkan darah dikedua belah pihak, seperti gerakan a1-Afsyin dan Qaramithah. Konflik yang dilatarbelakangi agama tidak hanya antara Muslim dan Zindiq saja, akan tetapi antara Ahlussunnah dan syi'ah, dan konflik antara aliran dalam Islam juga, seperti Mu'tazilah yang cenderung rasional dituduh sebagai pembuat bid'ah oleh golongan Salaf. Adapun Fanatisme keagamaan ini sangat berkaitan erat dengan persoalan kebangsaan. Ketika perbedaan itu tidak dapat dijadikan rahmat oleh mereka maka sudah barang tentu kehancuran yang akan didapat, karena adanya kecenderungan menganggap diri paling benar dan orang- lain salah.
d. Kemerosotan Ekonomi
Pendapatan negara menurun sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Penurunan pendapatan ini disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, diperingannya pajak dan banyaknya dinasti yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar upeti, banyaknya terjadi kerusuhan yang berdampak pada terganggunya perekonomian rakyat. Akibatnya negara menjadi miskin karena harus mengeluarkan jutaan dinar untuk membayar tentara asing yang disewa oleh khalifah Abbasiyah. Sedangkan pengeluaran membengkak disebabkan oleh kehidupan para khalifah dan pejabat yang semakin mewah, ditambah lagi para pejabat yang melakukan korupsi. Disamping itu pembebanan pajak dan pengaturan wilayah-wilayah propinsi demi keuntungan kelas penguasa telah menghancurkan bidang pertanian dan perindustrian. Ketika para penguasa semakin kaya, rakyat justru semakin miskin.
2. Faktor Eksternal
a. Perang Salib
Perang salib adalah perang yang dilancarkan oleh tentara-tentara Kristen dari berbagai kerajaan di Eropa barat terhadap umat islam di asia barat dan mesir. Dikatakan perang salib karena tentara Kristen membawa simbol salib dalam memerangi umat islam di berbagai wilayah. [29] Perang Salib ini dimulai dengan pidato paus urbanus II di Clermont (sebuah wilayah perancis) dengan mengobarkan api semangat umat Kristen untuk perang suci (salib) dalam rangka merebut tempat-tempat perziarahan umat Kristen dari tangan umat islam,gereja turut mendukung sepenuhnya atas perang salib dan menjamin kehidupan keluarga para keluarga dan relawan perang salib. Kekalahan tentara Romawi telah menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang kristen terhadap umat Islam. Kebencian itu bertambah setelah Dinasti Saljuk yang menguasai Baitul Maqdis menerapkan beberapa peraturan yang dirasakan sangat menyulitkan orang-orang Kristen yang ingin berziarah kesana. Oleh karena itu pada tahun 1095 M, Paus Urbanus II menyerukan kepada ummat kristen Eropa untuk melakukan perang suci, yang kemudian dikenal dengan nama Perang Salib.
Perang salib yang berlangsung dalam beberapa gelombang atau periode telah banyak menelan korban dan menguasai beberapa wilaya Islam. Setelah melakukan peperangan antara tahun 1097-1124 M mereka berhasil menguasai Nicea, Edessa, Baitul Maqdis, Akka, Tripoli dan kota Tyre.
B. Serangan Mongolia ke Negeri Muslim dan Berakhirnya Dinasti Abbasiyah
Orang-orang Mongolia adalah bangsa yang berasal dari Asia Tengah. Sebuah kawasan terjauh di China. Terdiri dari kabilah-kabilah yang kemudian disatukan oleh Jenghis Khan (603-624 H). Sebagai awal penghancuran Bagdad dan Khilafah Islam, orang-orang Mongolia menguasai negeri-negeri Asia Tengah Khurasan dan Persia dan juga menguasai Asia Kecil. Pada sekitar tahun 1257, Hulagu mengirimkan ultimatum kepada Khalifah agar menyerah dan mendesak agar tembok kota sebelah luar diruntuhkan. Tetapi Khalifah tetap enggan memberikan jawaban. Maka pada tahun 1258, Hulagu khan menghancurkan tembok ibukota. [30] Sementara itu Khalifah al-Mu'tashim langsung menyerah dan berangkat ke base pasukan mongolia. Setelah itu para pemimpin dan fuqaha juga keluar, sepuluh hari kemudian mereka semua dieksekusi. Dan Hulagu beserta pasukannya menghancurkan kota Baghdad dan membakarnya. Pembunuhan berlangsung selama 40 hari dengan jumlah korban sekitar dua juta orang. Dan Dengan terbunuhnya Khalifah al-Mu'tashim telah menandai babak akhir dari Dinasti Abbasiyah.
Daftar pustaka
Fuad Ah. Zakki, sejarah peradaban islam, Surabaya: UIN SA Press, November 2014
K.Hitty Philip, history of arabs, ter. R. Cecep Lukman Yasin, Jakarta: Serambi, 2008
Munir Samsul dalam Hamka Sejarah peradaban Islam,jilid II ,Jakarta:Bulan Bintang,1982
Rianawati, Sejarah Peradaban Islam, Pontianak: STAIN Pontianak press, 2010
Yatim Badri, sejarah peradaban islam, Jakarta: Rajawali Press, 2010
[1] Samsul Munir dalam (Prof.Dr. Hamka Sejarah peradaban Islam,jilid II,Jakarta:Bulan Bintang,1981), 102.
[2] SamsuL Munir, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta:AMZAH,2013)138.
[3] Rianawati, Sejarah Peradaban Islam (Pontianak: STAIN Pontianak press, 2010) hal. 173
[4] Rianawati, Sejarah Peradaban Islam (Pontianak: STAIN Pontianak press, 2010) , hal 174
[5] Rianawati, Sejarah Peradaban Islam (Pontianak: STAIN Pontianak press, 2010), hal 174-175
[6] Rianawati, Sejarah Peradaban Islam (Pontianak: STAIN Pontianak press, 2010), hal. 175
[7] Rianawati, Sejarah Peradaban Islam (Pontianak: STAIN Pontianak press, 2010), hal. 175-176
[8] Rianawati, Sejarah Peradaban Islam (Pontianak: STAIN Pontianak press, 2010), hal. 176
[9] Ah. Zakki Fuad, sejarah peradaban islam (Surabaya: UIN SA Press, November 2014), hal. 157
[10] Rianawati, Sejarah Peradaban Islam (Pontianak: STAIN Pontianak press, 2010) hal. 177
[11] Badri Yatim (dalam Harun Nasution,op.cit,) 67
[12] Badri Yatim (dalam W. Montgomery Watt, op.cit, :104)
[13] Badri Yatim (dalam W. Montgomery Watt, op.cit, :104)
[14] Philip K. Hitti, the Arab A. Short History, dalam membahas tentang Baghdad, Philip K. Hitti tidak bisa meneymbunyikan kekagumannya mengenai Baghdad, sehingga ia menulis bab ini dengan judul Kemegahan yang Bernama Baghdad.
[15] Ah. Zakki Fuad, sejarah peradaban islam (Surabaya: UIN SA Press, November 2014), hal. 159
[16] Ah. Zakki Fuad, sejarah peradaban islam (Surabaya: UIN SA Press, November 2014), hal. 160
[17] Ah. Zakki Fuad, sejarah peradaban islam (Surabaya: UIN SA Press, November 2014), hal. 161
[18] Dr. Ah. Zakki Fuad, sejarah peradaban islam (Surabaya: UIN SA Press, November 2014)
[19] Dr. Ah. Zakki Fuad, sejarah peradaban islam (Surabaya: UIN SA Press, November 2014)
[20] Ah. Zakki Fuad, sejarah peradaban islam (Surabaya: UIN SA Press, November 2014), hal. 162
[21] Ah. Zakki Fuad, sejarah peradaban islam (Surabaya: UIN SA Press, November 2014), hal. 167
[22] Ah. Zakki Fuad, sejarah peradaban islam (Surabaya: UIN SA Press, November 2014), hal. 168
[23] Ah. Zakki Fuad, sejarah peradaban islam (Surabaya: UIN SA Press, November 2014), hal. 126
[24] Ah. Zakki Fuad, sejarah peradaban islam (Surabaya: UIN SA Press, November 2014), hal. 126
[25] Ah. Zakki Fuad, sejarah peradaban islam (Surabaya: UIN SA Press, November 2014), hal. 130-131
[26] Ah. Zakki Fuad, sejarah peradaban islam (Surabaya: UIN SA Press, November 2014), hal. 131
[27] Ah. Zakki Fuad, sejarah peradaban islam (Surabaya: UIN SA Press, November 2014), hal. 129-130
[28] Dr. Badri Yatim, sejarah peradaban islam (Jakarta: Rajawali Press, 2010), hal. 61-63
[29] Philip K.Hitti, history of Arabs, hal. 618
[30] Philip K.Hitti, history of arabs, ter. R. Cecep Lukman Yasin, (Jakarta: Serambi, 2008), hal. 169
Download File Dinasti Abbasiyah/Khilafah Bani Abbasiyah (Format Docx.)
*Note !! : Format penulisan dalam file telah diatur berdasarkan ketentuan yang berlaku