Loading...

Dinasti-dinasti Kecil masa bani Abbas dan Kerajaan pasca Dinasti Abbasiyah - Sejarah Peradaban Islam (Bachtiar Putra Ramadhan ) C6


Sejarah Peradaban Islam

A. 3 kerajaan besar pasca Abbasiyah

1. Kerajaan Turki utsmani

Kemajuan-Kemajuan Kerajaan Turki Usmani

Di masa Murad II, ekspansi mulai dilakukan. Berturut-turut ia dapat menundukkan wilayah Vanesia, Salonika, dan Hongaria. Usaha Murad II diteruskan oleh putranya Muhammad II. Ia dikenal dengan nama al Fatih (sang penakluk) karena pada masanya berlangsung ekspansi kekuasaan Islam secara besar-besaran. Kota penting berhasil ditaklukkan di masanya adalah Konstantinopel (1453 M.). Dengan demikian sempurnalah penaklukan Islam atas Kerajaan Romawi Timur mulai sejak zaman Umar bin Khattab. Konstantinopel dijadikan ibukota kerajaan dan namanya diganti menjadi Istanbul (Tahta Islam). Kejatuhan kota ini memudahkan tentara Usmani menaklukkan wilayah lainnya, seperti: Serbia, Albania, dan Hongaria.


Seusai penaklukan kota Konstantinopel yang bersejarah itu, Sultan Muhammad al Fatih kembali ke kota Andrianopel, ibukota kerajaan Usmani sebelum Konstantinopel ditaklukkan, dan kemudian memerintahkan agar membangun kembali kota tersebut yang porak poranda akibat gempuran tentara Islam. Meskipun kota ini telah ditaklukkan, al-Fatih tetap memberi kebebasan beragama kepada penduduknya sebagaimana yang dilakukan pada masa penguasa Islam sebelumnya, takkala mereka menduduki suatu wilayah. Bahkan, dalam tulisan Voltaire (Filsuf Perancis) disebutkan bahwa Sultan Muhammad al-Fatih membiarkan orang-orang Kristen menentukan sendiri ketuanya. Setelah itu, ketua yang terpilih dilantik oleh Sultan.

Puncak kejayaan Usmani dicapai pada pemerintahan Sulaiman I. Ia diberi gelar al-Qanuni (pembuat Undang-undang), karena berhasil membuat undang-undang yang mengatur masyarakat. Selain itu, Sulaiman I juga bergelar Sulaiman yang Agung.

Pada masanya wilayah Usmani meliputi: al Jazair, Mesir, Bejaz, Armenia, Irak, Asia Kecil, Balkan, Bulgaria, Bosnia, Yunani, Hongaria, Rumania, dan tiga laut, yaitu: Luat Merah, Laut Tengah, dan Laut Hitam. Karena keluasan wilayah inilah, Usmani menjadi adi-kuasa ketika itu.

Secara politis, Usmani telah berjaya mencapai puncak adi kuasa di masanya, berhasil memperluas wilayah Islam sampai tiga benua, dan berhasil memperluas wilayah Islam sampai tiga benua, dan berhasil mengelolah pemerintahan terpanjang dalam sejarah Islam (kurang lebih sampai tujuh abad) dengan 39 kepala pemerintahan (negara). Hanya saja karena pemerintahan Usmani lebih banyak menekankan pada segi kekuatan militer, bila militernya lemah, maka lemah pula posisi kerajaan. Sedang manakala militernya kuat, berjayalah kerajaan. Walaupun demikian, tetap militer mempunyai andil besar dalam menopang kejayaan Usmani. [1]

Berdasarkan keterangan diatas bahwa kerajaan Turki Utsmani mulai melakukan ekspansi, atau mulai berusaha menaklukan Konstantinopel pada masa Sultan Murad II. Meskipun dalam usahanya itu Sultan Murad II mengalami kegagalan. Yang menyebabkan kondisi kerajaan saat itu mengalami permasalahan ekonomi sehingga Beliau menunjuk putranya Muhammad II untuk meneruskan tahtanya ketika Muhammad II baru berusia 12 tahun.

Namun langkah Suktan Murad II justru menjadi bumerang untuk dirinya sendiri karena langkahnya itu menyebabkan terjadinya pemberontakan yang dilakukan oleh para menterinya, sehingga perdana menteri Kerajaan Utsmani saat itu membuat sebuah surat pernyataan bahwa sultan Murad kembali berkuasa dan Muhammad II dikirim ke kota Saruhan Sancagi untuk menuntut ilmu. Setelah Sultan Murad wafat, Sultan Muhammad II melanjutkan tahta kesultanan dan pada masa Sultan Muhammad II beliau berhasil menaklukan kota Konstantinopel pada tahun 1453 M, mulai saat itu beliu lebihh dikenal sebagai Sultan Muhammad Al-Fath, kota Konstantinopel diubah menjadi Istanbul dan pusat pemerintahannya juga di pindah ke Istanbul.

Selama memimpin beliau membebaskan warganya untuk mempunyai keyakinan sesuai yang mereka anut, jadi tidak ada pemaksaan keyakinan, pada masa Sultan Muhammad Al- Fath merupakan masa kemajuan yang pesat, namun puncak kejayaan kerajaan Turki Utsmani terjadi pada masa Sultan Sulaiman Al Qanuni atau juga dikenal sebagai greath Sulaiman. Beliau diberi gelar Al Qanun karena beliau merupakan sultan yang berhasil menetapkan Undang Undang dalam pemerintahannya yang menjadi tonggak Undang Undang yang mengatur kehidupan bermasyarakat. Pada masanya wilayah Usmani meliputi: al Jazair, Mesir, Bejaz, Armenia, Irak, Asia Kecil, Balkan, Bulgaria, Bosnia, Yunani, Hongaria, Rumania, dan tiga laut, yaitu: Luat Merah, Laut Tengah, dan Laut Hitam. Karena keluasan wilayah inilah, Usmani menjadi adi-kuasa ketika itu.

2. Kerajaan safawi

Perkembangan dan Kemajuan Kerajaan Safawi

Ismail Safawi berkuasa selama 23 tahun (1501-1524 M). Pada sepuluh tahun pertama ia dapat meluaskan wilayah kekuasaannya ke daerah-daerah yang sangat luas. Perluasan kekuasaan itu dapat disajikan sebagai berikut. Tahun 1503 M, berhasil menghancurkan tentara Aka Konyulu di Hamadan. Tahun 1504 M, beberapa propinsi di sekitar laut Kaspia (Mazandara, Gurgan dan Yard) ditaklukkan.Tahun 1505 - 1507 M, menguasai beberapa daerah di Diyar Bakr; Tahun 1508 M, menguasai Baghdad dan Barat daya Persia; Tahun 1509 M, menguasai Sirwan. Tahun 1510 M, merebut kota Khurasan setelah tiga tahun sebelumnya di bawah kekuasaan Ozbeg dari Transaksonia.

Dalam waktu sepuluh tahun itu, wilayah kekuasaan Safawi sudah meliputi seluruh Persia dan bagian Timur Bulan Sabit Subur (Fertile Crescent), yaitu wilayah di Asia, membentang mulai dari Laut Tengah, mulai daerah antara sungai Tigris dan sungai Eufrat, hingga ke teluk Persia.

Kefanatikan Ismail pada Madzhab Syiah, kemenangan gemilang yang diraihnya, serta keyakinan dirinya sebagai the Manivestation of God (penjelmaan dari Tuhan), mendorong ambisinya untuk meperbesar pengaruhnya. Namun ia malang nasIbnya, karena pada tanggal 23 Agustus 1514 M (ada yang menyebutkan 6 September 1514) ia dikalahkan oleh tentara Turki Usmani yang dipimpin Sultan Salim I dlam sebuah perang besar di Ghaldiran, dekat Tibris.

Sejak kekalahannya itu, Ismail tidak bergairah lagi memimpin negaranya, ia lebih suka hidup menyendiri dan berburu. Akibatnya adalah terjadinya persaingan segi tiga antara pemimpin suku Turki, pejabat-pejabat keturunan Persia, dan pasukan Qizilbash dalam berebut pengaruh untuk memimpin kerajaan Safawi, sehingga kerajaan Safawi semakin hari semakin lemah. Pada tahun 1524 Ismail meninggal dunia di Ardabil. Ia digantikan oleh puteranya bernama Tahmasp yang memerintah dari tahun 1524 - 1576 M. Perselisihan di kerajaan itu berlangsung terus sampai masa pemerintahan Ismail II (1976-1577 M) dan Muhammad Khudabanda (1578-1588 M).

Raja yang dianggap paling berjasa dalam memulihkan kebesaran Safawi sekaligus membawanya ke puncak kemajuan adalah Syah Abbas (1588-1629 M). Langkah awal yang dipilihnya untuk memulihkan kejayaan kerajaan adalah berusaha menghilangkan dominasi pasukan Qizilbash, dengan membentuk unit pasukan berasal dari kalangan Ghulam (budak-budak) dari tawanan perang bangsa Georgia, Armenia dan Sircassia yang telah ada sejak raja Tahmasp I. Kemudian mereka diangkat dalam jabatan pemerintahan, baik jabatan yang pernah diduduki oleh Qizilbash maupun jabatan penguasa di daerah-daerah.

Selanjutnya untuk kepentingan stabilitas kedaulatannya, Abbas bersedia mengadakan perjanjian damai dengan kerajaan Turki Usmani pada tahun 1589. ia rela melepaskan provinsi Azerbeijan, Georgia, dan sebagian wilayah Luristan, serta berjanji tidak akan menghina tiga khalifah pertama dalam khutbah-khutbah Jum'at. Dan sebagai jaminan, ia menyerahkan saudara sepupuhnya, Haidar Mirza, sebagai sandera di Istambul. [2]

Berdasarkan keterangan diatas bahwa kerajaan Syafawi mengalami proses kemajuan pesat pada masa Sultan Ismail Syafwi yang berhasil memperluas wilayahnya dan berhasil menghancurkan tentara Aka Konyulu di Hamadan. Tahun 1504 M, beberapa propinsi di sekitar laut Kaspia (Mazandara, Gurgan dan Yard) ditaklukkan.Tahun 1505 - 1507 M, menguasai beberapa daerah di Diyar Bakr, Tahun 1508 M, menguasai Baghdad dan Barat daya Persia, Tahun 1509 M, menguasai Sirwan. Tahun 1510 M, merebut kota Khurasan setelah tiga tahun sebelumnya di bawah kekuasaan Ozbeg dari Transaksonia.

Sehingga dalam kurun waktu itu kerajaan Syafawi luas wilayahnya meliputi seluruh Persia dan bagian Timur Bulan Sabit Subur (Fertile Crescent), yaitu wilayah di Asia, membentang mulai dari Laut Tengah, mulai daerah antara sungai Tigris dan sungai Eufrat, hingga ke teluk Persia.

Pergerakan politik Sultan Ismail dinilai berbahaya oleh kerajaan Turki Utsmani dikarenakan khalifah Ismail yang berpaham Syiah menyebut dirinya penjelmaan tuhan, sehingga terjadi peperangan antara kerajaan Syafawi dan kerajaan Turki Utsmani yang pada masa itu kerajaan Turki Utsmani dipimpin oleh Sultan Salim I peperangan dahsyat itu terjadi pada 23 Agustus 1514 M di di Ghaldiran, dekat Tibris. Karena kekalahan itu menyebabkan Sultan Ismail murung diri dengan meninggalkan kerajaannya dan hidup seperti orang biasa yang melakukan aktivitas seperti berburu, menyendiri sehingga terjadi perebutan kekuasaan di internal kerajaan syafawi.

Hingga Sultan Ismail wafat pada tahun 1524 sampai pergantiaan 2 Sultan setelahnya, terjadi banyak konflik internal maupun eksternal melanda Kerajaan ini hingga pada masa sultan Muhammad Khudabanda, sultan yang dianggap paling berjasa dalam memulihkan kerajaan syafawi. Puncak kejayaan pada masa kerajaan Syafawi terjadi pada masa Sultan Syah Abbas (1588-1629 M) mula mula beliau berusaha menghilangkan dominasi pasukan Qizilbash, dengan membentuk unit pasukan berasal dari kalangan Ghulam (budak-budak) dari tawanan perang bangsa Georgia, Armenia dan Sircassia. untuk kepentingan stabilitas kedaulatannya, Sultan Syah Abbas bersedia mengadakan perjanjian damai dengan kerajaan Turki Usmani pada tahun 1589. ia rela melepaskan provinsi Azerbeijan, Georgia, dan sebagian wilayah Luristan, serta berjanji tidak akan menghina tiga khalifah pertama dalam khutbah-khutbah Jum'at. Dan sebagai jaminan, ia menyerahkan saudara sepupuhnya, Haidar Mirza, sebagai sandera di Istambul.

Tidak hanya itu, pada masa sultan Syah Abbas juga melakukan kongsi dagang dengan kerajaan Mughal di India untuk menjaga kestabilan ekonomi diwilayahnya, ketika itu sultan Kerajaan Mughan adalah Sultan jalaluddin.

3. Kerajaan Mughal

Kemajuan-kemajuan pada Masa Kerajaan Mughal

India pada saat itu dilanda persaingan dan peperangan untuk memperebutkan kekuasaan, sehingga India senantiasa mengalami pergantian penguasa. Suatu dinasti timbul untuk kemudian dijatuhkan dan diganti oleh yang lain. Kekuasaan dinasti Ghaznawi dipatahkan oleh pengikut-pengikut Ghaur Khan, yang juga berasal dari salah satu suku bangsa Turki. Mereka masuk ke India pada tahun 1175 M, dan bertahan sampai tahun 1206 M. India kemudian jatuh ke tangan Qutbuddin Aybak, yang selanjutnya menjadi pendiri Dinasti mamuk India (1206-1290), kemudian ke tangan Dinasti Khalji (1296-1316 M.) selanjutnya ke Dinasti

Tughlug (1320-1413 M) dan dinasti-dinasti lain, sehingga Babur dating pada awal abad XVI dan membentuk kerajaan Mughal di India.

Jauh sebelum kerajaan Mughal berdiri, sebenarnya semenjak abad I hijriyah, Islam sudah masuk ke India. Ekspedisi pertama pada zaman khalifah Umar bin Khattab, tapi akhirnya khalifah Umar mencela penjarahan tersebut dan menariknya. Pada tahun 634 M, setelah khalifah Umar wafat, barulah orang-orang Arab menaklukkan Makran di Balukistan. Kemudian setelah kekuasaan Islam berada pada Dinasti Umaiyah di bawah khalifah Walid Ibn Abd al Malik, tentara Islam sekali lagi mengadakan invasi ke wilayah India di bawah panglima Muhammad Ibn al-Qasim dan berhasil menguasai wilayah Sind. Dan pada tahun 871 M, orang-orang Arab sudah menghuni tetap di sana.

Kecuali peristiwa seperti itu, yang lebih berkesan dan masyhur adalah prestasi Dinasti Ghaznawi, pada fase disintegrasi sejarah Islam, seorang Sultannya yang patriotik, pada tahun 1020 M, telah berhasil mengalahkan hampir semua raja-raja Hindu di wilayah India itu dan sekaligus mengIslamkan masyarakatnya, yaitu Mahmud Al Ghaznawi. Dan memasuki abad XVI, tiba giliran Babur, keturunan kelima Timur Lenk mulai mengedipkan matanya ke arah selatan.

Pada saat itu Delhi dikuasai oleh Ibrahim Lodi, cucu dari Bahlul Khan Lodi (w. 1489 M), merasa kekuasaannya terancam oleh tentara Babur, maka segeralah ia mempersiapkan pasukan penangkis yang sangat besar jumlahnya. Kekuatan 100.000 tentara dengan 100 ekor gajah berhadapan dengan 25.000 tentara Babur. Tanggal 21 April 1526 M. terjadilah pertempuran dahsyat di Panipat, yang berakhir dengan kematian Ibrahim Lodi dan ribuan tentaranya. Dengan kemenangan ini, tertancaplah tonggak permulaan tegaknya kerajaan Mughal di India. Walaupun pasukannya lebih kecil jumlahnya, barangkali karena keperkasaan yang diwarisi dari leluhurnya serta prajuritnya yang terlatih dan loyal, Babur berhasil tampil sebagai panglima yang memenangkan pertempuran.

Pada awal kekuasaannya Babur masih mendapat rintangan dari penguasa Hindu bernama Rana Sangram yang lebih terkenal dengan panggilan Rana Sanga. Ia sangat berambisi untuk menghancurkan Babur, yang kemudian berhasil merekrut 120 orang komandan pasukan dengan 80.000 orang serdadu berkuda dan 500 serdadu bergajah yang siaga untuk bertempur. Tetapi dalam pertempuran di Khauna 16 Maret 1527 M. sekali lagi Babur memperoleh kemenangan dan Rana Sanga si pemberani dari Rajput itu mati terbunuh.

Sementara itu sisa-sisa bangsawan Afghan masih ada yang setia kepada keluarga Lodi. Mereka mengangkat adik kandung Ibrahim, Muhammad, menjadi Sultan. Akan tetapi pada tahun 1529 M, dengan mudah Sultan Muhammad Lodi ini dikalahkan Babur dalam pertempuran dekat Gogra. Dengan kemenangan-kemenangan seperti di atas, maka semakin mantaplah kekuasaan Babur di pusat India, sehingga kerajaan Mughal telah berdiri dengan aman. Namun hanya setahun kemudian tahun 1530 M, Zahiruddin Muhammad Babur wafat, dan pemerintahan selanjutnya dipegang putranya Humayun.

Humayun penerus Babur, adalah seorang yang berselera bagus, paham akan olmu bintang dan ilmu pasti serta sebagai pendiri sekolah-sekolah dan perguruan-perguruan tingkat pertama di India jaman Mughal. Humayun, putra sulung Babur, dalam melaksanakan pemerintahan banyak mendapat tantangan. Sepanjang masa kekuasaannya selama sembilan tahun (1530-1539) negara tidak pernah aman. Ia senantiasa berperang melawan musuh-musuhnya.

Di antara tantangan yang muncul adalah pemberontakan Bahadur Syah, penguasa Gujarat yang memisahkan diri dari Delhi. Pemberontakan ini dapat dipadamkan. Bahadur Syah melarikan diri dan Gujarat dapat dikuasai. Pada tahun 1540 M, terjadi pertempuran dengan Syer Khan Syah di Kanauj. Dalam pertempuran ini Humayun mengalami kekalahan. Ia melarikan diri ke Kandahar Afganistan dan selanjutnya ke Iran (Persi). Di Persi Ia berusaha menyusun kembali tentaranya. Kemudian dari sini ia menyerang musuh-musuhnya dengan bantuan raja Persia, Tahmasp. Akhirnya Humayun dapat mengalahkan Sher Khan Syah setelah hampir 15 tahun meninggalkan Delhi. Ia kembali ke India dan menduduki tahta kerajaan Mughal pada tahun 1555 M. setahun setelah itu ia meninggal dunia karena terjatuh dari tangga perpustakaannya, Din Panah.

Humayun digantikan oleh anaknya, Akbar, yang berusia 14 tahun, karena ia masih muda, maka urusan kerajaan diserahkan kepada Bairam Khan, kawan dekat ayahnya, seorang syi'ah. Pada masa akbar inilah kerajaan Mughol mencapai masa keemasannya. Masa pemerintahan akbar ini ternyata panjang sekali, mencapai 49 tahun. Bahkan masa pemerintahan yang panjang ini tercatat sebagai era puncak kemajuan keSultanan Mughol dalam banyak bidang. Seperti yang dialami kakek dan ayahnya sendiri, Akbar juga menghadapi tantangan dari sana-sini. Hal ini wajar sajam karena toh ketika ayahnya meninggal, ia baru saja menumpas pemberontakan dari berbagai pihak, sehingga kestabilan belum benar-benar mantap.

Setelah selesai perang Panipat II, barulah kondisi dalam negerinya benar- benar stabil dan suasana yang demikian itu dimanfaatkan untuk memperluas wilayah kekuasaannya.

Namun setelah Akbar dewasa, ia berusaha menyingkirkan Bairam Khan yang sudah mempunyai pengaruh yang sangat kuat dan dianggap terlalu memaksakan kepentingan aliran syi'ah. Kemudian Bairam Khan pun memberontak, tetapi dapat dikalahkan oleh Akbar di Jullandur pada tahun 1561 M. setelah persoalan-persoalan dalam negeri dapat diatasi semua, Akbar mulai menyusun program ekspansi. Ia berhasil menguasai Gundar, Ghond, Chitor, Ranthabar, Kalinjar, Gujarat, Suat, Bihar, Bengal, Kashmir, Orissa, Deccan, Gawilgarh, Narhala, Ahmadnagar dan Asirgah. Wilayah yang sangat luas itu diperintah dengan suatu pemerintahan militeristik.

Dalam pemerintahan militeristik ini, Sultan adalah penguasa diktator, pemerintahan daerah dipegang oleh seorang Sipah Salar (kepala komandan), sedang sub disktrik diegang oleh Faujdar (komandan). Jabatan-jabatan sipil juga jenjang kepangkatan yang bercorak kemiliteran. Pejabat-pejabat itu memang diharuskan mengikuti latihan kemiliteran. Akbar juga menerapkan politik ini, semua rakyat India dipandang sama. Mereka tidak dibedakan karena perbedaan etnis dan agama.

Dalam hal agama, Akbar mempunyai pendapat liberal, dan ingin menyatukan semua agama dalam satu bentuk agama baru, yang diberi nama Din Ilahi.Dalam kaitan ini, memang ada pihak yang menggugat keIslaman Akbar, akrena di samping mengawini putri Hindu, ia juga waktu berkhutbah di masjid, memakai simbul Hindu di dahinya, melarang menulis dengan menggunakan huruf Arab, melarang berkhitan dan melarang memakan daging sapi serta menyuruh sujud kepadanya.

Pada tahun 1605 M. raja Mughal yang sangat mashur ini wafat, dan sebelumnya ia telah menetapkan putranya, Salim sebagai pemegang tampuk pemerintahan kerajaan.

Kemajuan yang dicapai Akbar dapat dipertahankan oleh tiga Sultan berikutnya, yaitu Jehangir (1605-1628 M), Syah Jehan (1628-1658 M), dan Aurangzeb (1658-1707 M). Setelah itu, kemajuan kerajaan Mughal tidak dapat dipertahankan lagi oleh raja-raja berikutnya. [3]

Dari pernyataan diatas bahwa Zahiruddin Babur merupakan seorang keturunan Mongol yang berusaha meng expansi wilayah wilayah di daerah India ,namun langkahnya dinilai sebagai ancaman oleh kerajaan yang ada di sana., yang saat itu terdapat Kerajaan islam Delhi yang di pimpin oleh Ibrahim Lodi. Sehingga kerajaan Delhi mendeklarasikan perang terhadap Zahiruddin Babur, Kekuatan 100.000 tentara dengan 100 ekor gajah berhadapan dengan 25.000 tentara Babur. Tanggal 21 April 1526 M. perang tersebut dikenal sebagai Perang Panipat I yang dimenangkan oleh Zahiruddin Babur.

Setelah perang tersebut usai, Zahiruddin babur mendeklarasikan berdirinya kerajaan Mughal tahun 1529, dan beliau sebagai Sultan Pertama, kepemimpinannya tidak bertahan lama, hanya sekitar 1 tahun kemudian di teruskan oleh putranya yaitu Humayun (1530-1539)

Pada masa pemerintahan Humayun banyak sekali terjadi konflik dari dalam maupun dari dari luar , mengingat Kerajaan Mughal saat itu masih kerajaan baru, yang baru berdiri sekitar 2 tahun. Pada tahun 1540 sultan Humayyun mengalami kekalahan melawan Sher Syah Khan sehingga Sultan harus melarikan diri ke Iran dan mendapat perlindugan dari raja Iran. Sultan Humayyun berusaha mendirikan pelatihan militer untuk kembali melawan Syer Syah Khan. Pertempuran pun terjadi antara pasukan Humayyun dan Syer Syah Khan Yng dimenangkan dengan susah payah oleh Humayyun, perang ini dikenal dengan perang Panipat II.

Setelah Sultan Humayyun Wafat, kepemimpian dilanjutkan oleh Putranya yaitu Jallaluddin Muhammad Akbar yang masih berusia 14 tahun. Pada masa Sultan Akbar inilah Kerajaan Mughal mengalami puncak kemajuan kerajaan Mugal. Sultan Akbar dikenal sebagai pemimpin diktaktor dan penuh kontroversi. Beliau mempunyai pendapat pendapat liberal dan dalam pemerintahannya, keputusan Raja merupakan suatu hal yang mutlak dan merupakan suatu aturan. Jadi peraturan peraturan kerajaan dibuat berdasarkan keputusan Raja.

Tidak hanya itu Sultan Akbar Bahkan membuat suatu agama baru yang dikenal dengan DIN ILLAHI (Bayangan Tuhan), jadi Sultan Akbar mengklaim dirinya sebagai perwujudan Tuhan. 1 hal lagi yang membuat Sultan ini penuh kontroversi yaitu tentang pernikahannya dengan putri Hindustan yang bernama Raj Kumar Jhoda Bai seorang putri dari kerajaan Amer. Kepemimpinan Sultan Akbar berlangsung selama 49 tahun, setelah wafat digantikan oeh putranya yang bernama Sultan Salim Jahangir 1605-1628 M.

Kemajuaan kerajaan Mughal pada masa Akbar dilanjutkan oleh Sultan setelahnya yaitu sultan Jehangir (1605-1628 M), Syah Jehan (1628-1658 M), dan Aurangzeb (1658-1707 M).

Pada pemerintahan Sultan Salim Jahangir kemajuan di bidang Ekonomi, Ilmu pengetahuan, social dan politik berkembang pesat setelah sultan Salim Jahangir wafat dilanjutkan oleh putranya yaitu Syah Jehan. Pada masa inilah dibangun bangunan megah yang merupakan ikon Negara India yaitu Taj Mahal. Taj Mahal dibangun karena rasa cinta Syah Jehan kepada istrinya yaitu Mumtaz Mahal, ketika istrinya itu wafat Syah Jehan memerintahkan untuk membangun sebuah bangunan megah yang di beri nama Taj Mahal.

Setelah sultan Syeh Jehan wafat terjadi perang saudara antar 4 putranya yaitu Murad, Shuja, Aurangzeb, dan Dara Syikoh. Perang saudara itu telah membunuh banyak korban jiwa antara pasukan 4 bersaudara itu. Seluruh putra Syah Jehan gugur kecuali Aurangzeb sehingga Aurangzeb menjadi Raja penerus Syah Jehan, pada masa pemerintahannya Aurangzeb berhasil mempertahankan puncak kejayaan Kesultanan Mughal. Setelah kepemimpinan Aurangzeb wafat, sultan selanjutnya tidak berhasil mempertahankan kejayaan kerajaan Mughal sehingga disebut sebagai Fase Kemunduran.

A. Dinasti dinasti kecil pada masa Bani Abbasiyah

1. Dinasti Umayyah Di Spanyol

Propinsi pertama yang terlepas dari kekuasaan Baghdad adalah Dinasti Umayyah yang ada di Spanyol. Lima tahun setelah dinasti Abasiyyah berdiri, seorang keturunan Bani Umayyah yang selamat dari pembantaian massal berhasil mendirikan kekuasaan yang hebat pada tahun 756 M di Cordova Spanyol. Dengan cara ini ia melepaskan kekuasaan dari Baghdad. Selama beberapa tahun sebelum 750 M di Spanyol terjadi pertempuran antara berbagai kelompok Arab dan Barber. Tahun 755 M diketahui ada pangeran muda cucu khalifah Hisyam yang bernama Abdurrahman berada di Gibraltar Afrika Utara. Oleh para pendukung ia dibawa ke Spanyol dan berhasil,mengalahkan musuh-musuhnya. Selama tiga puluh dua tahun pemerintahnnya baru mengalami stabilitas. Kemudian dilanjutkan oleh keturunannya sampai tahun 1031 M.

Meskipun Spanyol menentang kendali pusat, namun sebenarnya setelah ditinggal Abdurrahman I kekuasaan para Amir atas berbagai propinsi (daerah) kurang kuat, meskipun banyak penduduk Hispano Roman yang masuk Islam (Muwalladun) tetapi banyak pula yang berpaling ke utara ke Kristen untuk mendapatkan dukungan moral dan religius. Khususnya Toledo ibu kota Visigoth. Di antara kaum muslim juga ada pangeran setempat yang kekuatannya memungkinkan mereka terlepas dari Cordova.

Meskipun lemah dan kerajaan-kerajaan Kristen di utara tetap merdeka, Bani Umayyah Spanyol menjadikan Cordova sebagai pusat perdagangan dan industri yang penting dan sebagai rumah ilmu dan kebudayaan Arab.

Pada abad ke sepuluh dinasti ini mengalami kejayaannya dengan menegakkan monarki. Dia menghadapi musuhnya yaitu orang-orang Fatimiah dengan cara memberi gelar "Amir Al Mu'min". Kekuatannya di bidang militer dibangun dengan merekrut orang-orang Barber dari Afrika dan budak yang dibawa dari segenap penjuru Eropa Kristen (Shaqailiba) Pada tahun-tahun terakhir daripada abad ke sepuluh kekuasaan berpindah ke tangan hijab (pendana menteri).

Pada awal abad ke sebelas Bani Umayyah Spanyol akhirnya sirna pada tahun 1031 M. sebelumnya juga telah terjadi selang seling dengan pemerintahan keluarga Hammudiyah, Malaga, Aglecires. Setelah tahun 1031 M Spanyol yang muslim mengalami perpecahan politis [4]

Kekuasaan Bani Umayyah di Damaskus berakhir pada tahun 750 M , ke khalifahan berlanjut ke dinasti Abbasiyah, salah satu penerus dinasti Bani Umayyah yang masih hidup adalah Abdurahman Ad Dhakil yang berhasil melarikan diri ke Andalusia (Spanyol). Di Spanyol masyarakatnya masih setia dengan Bani Umayyah, sehingga ia mendeklarasikan berdirinya dinasti Umayyah di Spanyol dengan pusat pemerintahannya berada di Cordoba. Sebelumnya Andalusia memang sudah pernah ditaklukan oleh dinasti umayyah dengan panglimanya Thariq bin Ziyad, sejak saat itu Andalusia menjadi daerah kekuasaan bani Umayyah. Raja Abdurrahman I berhasil membuat kekuasaannya mengalami stabilitas politik dan ekonomi dengan baik. Namun setelah Raja Abdurrahman wafat raja selanjutnya kurang mampu dalam mempertahankan kestabilan politik dan ekonomi.

Baru pada masa Abd al-Rahman al-Nasir bani Umayyah di Spanyol mengalami puncak kejayaan dengan didirikannya Universitas kordoba dan Al Hamra Kekuasaan Umayyah mulai menurun setelah al Muntashiru wafat. Ia digantikan oleh putera mahkota Hisyam II yang beru berusia 10 tahun. Hisyam II dinobatkan menjadi khalifah dengan gelar al Mu'ayyad. Muhammad ibn Abi Abi Amir al Qahthani yang merupakan hakim Agung pada masa al Muntashir berhasil mengambil alih seluruh kekuasaan dan menempatkan khalifah dibawah pengaruhnya. ia memaklumkan dirinya sebagai al Malik al Manshur Billah (366-393/976-1003) dan ia terkenal dalam sejarah dengan sebutan Hajib al Manshur .

Kekuasaan Hakim Agung al Manshur diteruskan oleh Abd al Malik ibn Muhammad yang bergelar al Malik al Mudhaffar (393-399/1003-1009). Pada masa selanjutnya al Mudhaffar digantikan oleh Abd al rahman ibn Muhammad yang bergelar al Malik al Nashir li Dinillah (399/1009) dan sejak saat itu kestabilan politik Umayyah mulai merosot dengan terjadinya berbegai kemelut di dalam negeri yang akhirnya meruntuhkan dinasti Umayyah

2. Dinasti Idrisiyah

Pada tahun 785 M Idris bin Abdullah yang sebelumnya berpartisipasi dalam pemberontakan Fakh di Madinah gagal, melarikan diri ke Maroko, berhasil mendirikan negara kecil Bani Idrisiyyah. Dinasti yang didirikan oleh Idris ini selanjut memakai nama Idrsi sebagai dinasti semestinya. Dinasti bertahan kurang lebih 2 abad (788-974 M) dinasti ini mengambil Fez sebagai ibu kota negara sebuah kota yang dekat daerah Roma dahulu. Idrisiyyah adalah dinasti pertama yang berupaya memasukkan doktrin Syi'ah meskipun dalam bentuk yang sangat lunak ke Magrib. Sebelum masa mereka wilayah itu didominasi oleh ekualitarianisme (egalitarianisme) radikal Kharijiah Idrisiyyah terancam ketika Umayyah Spanyol menerapkan kebijaksanaan di Magrib (Afrika Utara) yang menentang Fatimiyyah.

Pada tahun 974 M keluarga terakhir Idrisiyyah dibawa ke Cordova. Pada periode kebobrokan Umayyah Spanyol sekitar tiga atau empat dasa warsa kemudian, keluarga jauh Idrisiyyah, yaitu: Hamudiyah berkuasa di Agleciras dan Malaga. Memerintah di sana sebagai salah satu keluarga Taifa. Dinasti Idrisiyyah di Maroko dinyatakan berakhir pada tahun 974 M. hal ini karena dinasti ini harus tunduk pada Dinasti Umayyah Spanyol pada tahun tersebut. [5]

3. Dinasti Rustamiyah di Aljazair

Dinasti Rustamiyah (761-909 M) ini dipelopori oleh Abdurrahman ibn Rustam yang beraliran Khawarij Ibadiyah. Keberadaan Dinasti ini yang radikal, equalitarian dan religio-politis sebenarnya merupakan protes terhadap dominasi Arab yang sunni. Di timur, Kharijiyah merupakan sekte minoritas yang ekstrem dan kasar, sementara di barat, Kharijiyah merupakan sebuah gerakan massa dan lebih moderat. Ibu kotanya adalah Tahart yang berhubungan dengan kota Aures, Tripolitania dan Tunisia Selatan. Dinasti ini bersekutu dengan Bani Umayah di Spanyol karena terikat oleh Idrisiyah yang Syi'i di barat dan Aghlabiyah yang Sunni di timur. Dinasti ini berakhir dengan jatuhnya Tahart ke tangan para penyebar dakwah Fatimiah tahun 296 H/909 M.

Walaupun secara politis Rustamiyah di bawah kekuasaan Fatimiyah, tetapi ajaran Khawarij masih berkembang dan berpengaruh di beberapa wilayah Maghrib seperti Oase Mazb Aljazair, Pulau Jerba di Tunisia, dan Jabal Nefusa hingga kini. Tahart di masa Rustamiyah mengalami kemakmuran yang menakjubkan dan sebagai persinggahan di Utara di antara salah satu rute-rute kafilah Trans-Sahara, juga merupakan pusat ilmu pengetahuan agama yang tinggi khususnya aliran Khawarij untuk seluruh Afrika Utara dan bahkan di luar wilayah tersebut, seperti Oman, Zanzibar, dan Afrika Timur. Dinasti Rustamiyah identik dengan ajaran Khawarij yang sangat kuat dan telah menyebar di Timur dan Afrika Utara.

4. Dinasti Aghlabiyah di Tunisia

Dinasti Aghlabiyah (800-909 M) berpusat di Sijilmasa, bertujuan untuk membendung kekuasaan-kekuasaan luar dengan Abbasiah terutama serangan Dinasti Rustamiyah (Khawarij) dan Idrisiyah. Kedua Dinasti ini sama-sama berusaha ekspansi ke al-Maghrib untuk melemahkan kekuasaan Abbasiah di Afrika dan sekitarnya. Periode ini membawa Afrika Utara dan kawasan pesisir Laut Tengah dalam banyak kemajuan. Dinasti ini dilenyapkan oleh Dinasti Fatimiah ketika menguasai ibu kota Sijilmasa, dengan mengalahkan penguasa terakhir Ziadatullah al-Aghlabi III pada 909 M.

Salah satu faktor mundurnya Dinasti Aghlabiyah ialah hilangnya hakikat kedaulatan dan ikatan solidaritas sosial semakin luntur. Kedaulatan pada hakikatnya hanya dimiliki oleh mereka yang sanggup menguasai rakyat, sanggup memungut iuran negara, mengirimkan angkatan bersenjata, melindungi perbatasan dan tak seorang pun penguasa pun berada di atasnya [6]

5. Dinasti Thulun iyah di Mesir

Dinasti Thuluniyah mewakili Dinasti lokal pertama di Mesir dan Suriah yang memperoleh otonomi dari Baghdad. Dinasti ini didirikan oleh Ahmad Ibn Thulun. Ahmad Ibn Thulun seorang prajurit Turki. Seperti orang- orang Turki lainnya, ia memperoleh peluang besar untuk menjabat di lingkungan istana. Ayah Ibn Thulun menjabat sebagai komandan pegawai istana. Ibn Thulun sudah barang tentu dibesarkan di lingkungan militer yang keras dan ketat. Inilah yang melatar belakangi garis politik Ibn Thulun selanjutnya.

Ahmad Ibn Thulun ini dikenal sebagai sosok yang gagah dan berani, dia juga seorang yang dermawan, hafidz, ahli dibidang sastra, syariat dan militer. Pada mulanya, Ahmad Ibn Thulun datang ke Mesir sebagai wakil gubernur Abbasiyah disana, lalu menjadi gubernur yang wilayah kekuasaannya sampai ke Palestina dan Suriah.

Dalam membangun negerinya mula- mula ia menciptakan stabilitas keamanan dalam negeri. Setelah situasi relatif stabil, beralihlah perhatiannya kepada pembangunan bidang ekonomi, irigasi diperbaiki, pertanian ditingkatkan, perdagangan digiatkan sehingga pemasukan meningkat. Kemudian dalam bidang keamanan dia membangun angkatan perang dari oarng- orang Turki Negro dan lainnya. Dengan kuatnya militer, Ibn Thulun melakukan ekspansi ke Syam.

Setelah Ibn Thulun, kepemimpinan Mesir dilanjutkan oleh keturunannya, Khumarawaih, Jaisy, Harun dan terakhir Syaiban. Di bawah kepemimpinan Khumarawaih, Dinasti Thuluniyah mencapai kejayaannya. Pada akhir pemerintahan Khumarawaih Dinasti ini tampak mulai melemah karena kemewahan hidup Khumarawaih sendiri dan ketidakmampuannya mengendalikan ekonomi kerajaan dan tentara. Setelah direbut kembali oleh pemerintahan bani Abbasiyah, membuat khalifah mengirimkan tentara untuk menaklukkan Syiria dan kemudian merebut Thuluniyah serta membawa keluarga Dinasti yang masih hidup ke Baghdad. Setelah ditaklukkan ,Dinasti Thuluniyah jatuh dan hancur.

Dari gambaran diatas Dinasti Thuluniyah juga ikut dalam memperkaya sejarah kebudayaan islam. Sebagai contoh kemajuan prestasi dinasti tersebut ialah dalam bidang seni arsiterktur, telah berdiri sebuah masjid Ahmad Ibn Thulun yag megah, pembangaunan rumah sakit yang memakan biyaya cukup besar sampai 60.000 dinar dan bangunan Istana Khumarwaihi dengan balairung emasnya. [7]

6. Dinasti Ikhsidiyah di Turkistan

Dinasti ini didirikan oleh Muhammad Ibn Thugi yang diberi gelar Al-Ikhsyid (pangeran) pada tahun 935 M. Muhammab Ibn Tughi diangkat sebagai gubernur di Mesir oleh Abbasiyah saat Ar-Radi atas jasanya mempertahankan dan memulihkan keadaan wilayah Nil dari serangan kaum Fatimiah yang berpusat di Afrika Utara.

Pada masa Dinasti Ikhsyidiyah ini pula terjadi peningkatan dalam dunia keilmuan dan dunia gairah intelektual, seperti mengadakan diskusi-diskusi keagamaan yang dipusatkan di masjid dan rumah-rumah mentri dan ulama. Kegiatan itulah yang sangat berperan dalam pendewasaan pendidikan masyarakat ketika itu, dan juga dibangun pasar buku yang besar sebagai pusat dan tempat berdiskusi yang dikenal dengan nama Syuq Al-Waraqin.

Selama dua tahun setelah berkuasa di Mesir, Dinasti Ikhsyidiyah mengadakan ekspansi besar-besaran dengan menaklukan Siria dan Palestina ke dalam otonominya. Pada tahun berikutnya, Ikhsyidiyah menaklukan Madinah dan Mekah. Dengan demikian kekuasaan Ikhsyidiyah bertambah besar dan pesat.

Pada masa itu setelah meninggalnya Kafur, Iksidiyah menjadi Dinasti yang lemah. Abu Al-Fawarisaris Ahmad Ibn Ali (967-972 M.) yang menerima tahta kekuasaan setelah Kafur, tampaknya tidak bertahan lama, dikarenakan kepeminpinannya yang sangat lemah, sehingga serangan yang terus menerus dilancarkan oleh Fatimiah terhadap pemerintahannya membuat dinasti ini tidak berdaya dan tidak mampu mempertahankan kekuasaannya di Mesir. Pada akhirnya Ikhsyidiyah dapat ditaklukan pula oleh Fatimiah.

Jadi ada faktor yang menyebabkan kejatuhan dari Diansti Ikhsidiyah yaitu karena serangan terus-menerus yang dilancarkan Fatimiah, dan pada masa sebelum penaklukan oleh Fatimiah, telah terjadi penyerangan Qarmatian ke Siria pada tahun 963 M. [8]

7. Dinasti Hamdaniyah di Aleppo dan Mousul

Dinasti ini didirikan oleh Hamdan Ibn Hamdun, seorang amir dari suku Taghlib. Putranya Al-husain adalah panglima pemerintahan Abbasiyah dan Abu Al-Haija Abdullah diangkat jadi gebernur Mousul oleh Khalifah Al-Muktafi pada tahun 905 M. Pada masa hidupnya, Abu Hamdan Ibn Hamdun pernah ditangkap oleh Khalifah Abbasiyah karena beralianasi dengan kaum Khawarij untuk menentang kekuasaan Bani Abbas. Akan tetapi, atas jasa putranya dia diampuni oleh Khalifah Abbasiyah.

Wilayah kekuasaan Dinasti ini terbagi dua bagian, yaitu wilayah kekuasaan di Mousul dan wilayah kekuasaan di Halb ( Aleppo ). Wilayah kekuasaan di Aleppo, terkenal sebagai pelindung kesusastraan Arab dan Ilmu Pengetahuan. Pada masa itu pula muncul tokoh- tokoh cendekiawan besar seperti Abi al Fath dan Utsman Ibn Jinny yang menggeluti bidang Nahwu, Abu Thayyib al Mutannabi, Abu Firas Husain Ibn Nashr ad daulah, Abu A'la al Ma'ari, dan Syaif ad Daulah sendiri yang mendalami ilmu sastra, serta lahir pula filosof besar, yaitu Al- Farabi.

Mengenai jatuhnya Dinasti ini terdapat beberapa faktor. Pertama, meskipun Dinasti ini berkuasa di daerah yang cukup subur dan makmur serta memiliki pusat perdagangan yang strategis, sikap kebaduiannya yang tidak bertanggung jawab dan destruktif tetap ia jalankan sehingga rakyat menderita. Kedua, bangkitnya kembali Dinasti Bizantium di bawah kekuasaan Macedonia yang bersamaan dengan berdirinya dinasti Hamdaniyah di Suriah menyebabkan Dinasti Hamdaniyah tidak bisa menghindari invasi serangan Bizantium yang energik sehingga Aleppo dan Himsh terlepas dari kekuasaannya. Ketiga, kebijakan ekspansionis Fatimiyah ke Suriah bagian selatan, sampai mengakibatkan terbunuhnya Said ad Daulah yang tengah memegang tampuk kekuasaan Hamdaniyah. Hingga Dinasti ini jatuh ke tangan Dinasti Fatimiyah. [9]

Daftar Pustaka

Ah.Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam Surabaya: UINSA Press 2015

Imam Fu'adi, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, Yogyakarta: Teras, 2012

Fatah, Syukur, Sejarah Perdaban Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2012

Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997

Khoiriyah, Reorientasi Wawasan Islam dari Arab sebelum Islam hingga Dinasti-Dinasti Islam, Yogyakarta: Teras, 2012

Moh. Nur Hakim, Sejarah Dan Peradaban Islam, Malang: UMM Press, 2004

Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta, Pustaka al-Husna, 1993

C.E. Bosworth, The Islamic Dinasties, Trj. Ilyas Hasan Bandung: Mizan 1993



[1] Ah.Zakki Fuad, "sejarah peradaban islam" (Surabaya: 2015), H 190-192

[2] Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam, (Jakarta: Akbar,2003), hlm. 353-354

[3] Imam Fu'adi, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 247.

[4] Fatah, Syukur, Sejarah Perdaban Islam, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2012), hlm, 121-122

[5] Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 110.

[6] Khoiriyah, Reorientasi Wawasan Islam dari Arab sebelum Islam hingga Dinasti-Dinasti Islam, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 128.

[7] Moh. Nur Hakim, Sejarah Dan Peradaban Islam, (Malang: UMM Press, 2004), hlm. 83.

[8] Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta, Pustaka al-Husna, 1993), hlm 189.

[9] C.E. Bosworth, The Islamic Dinasties, Trj. Ilyas Hasan (Bandung: Mizan 1993), hlm. 75.


Download Link




Download File Dinasti-dinasti Kecil masa bani Abbas dan Kerajaan pasca Dinasti Abbasiyah (Format Docx.)
*Note !! : Format penulisan dalam file telah diatur berdasarkan ketentuan yang berlaku



Previous
Next Post »

Gunakan Tampilan : Mode Desktop | Mode Desktop

iklan banner